Selamat Jalan Bapak Gerakan Bantuan Hukum Indonesia
A
A
A
Berapa banyak tokoh di republik ini yang mendekati akhir usianya masih memikirkan si miskin dan orangorang yang tertindas? Tanggal 20 September 2015, tiga hari sebelum sang lokomotif demokrasi tutup usia, ia minta secarik kertas dan pena untuk menulis wasiat.Di ruang Intensive Cardiac Care Unit(ICCU) RumahSakitPondok Indah, menggunakan ventilator (alat bantu pernapasan), sang tokoh yang selalu ingin dipangil dengan sebutan ”Abang” secara perlahan menuliskan pesan empat baris: ”Jagalah LBH/ YLBHI. Teruskan pemikiran dan perjuangan bagi si miskin & tertindas.”Ribuan pengacara telah lahir dari sebuah kawah. Candradimuka itu bernama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang didirikan Adnan Bahrum Nasution pada 28 Oktober 1970, tak lama setelah beliau mundur dari kejaksaan. Abang amat senang menggunakan istilah ”candradimuka” untuk menyebut LBH.Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, candradimuka diberi arti kawah di kayangan (dalam cerita pewayangan) atau tempat penggemblengan diri pribadi supaya kuat, terlatih, dan tangkas. Alkisah dalam kawah itu, jabang bayi Tetuka, anak Bima, dididik dan digembleng oleh Batara Empu Anggajali sehingga bayi itu menjadi kesatria yang amat perkasa— yang lebih dikenal dengan nama Gatotkaca.Bang Buyung selalu berharap kepada kader LBH agar menjadi Gatotkaca, si otot kawat tulang besi. Para pengacara yang sempat mengabdi di LBH pada zaman Orde Baru tahu persis arti dan maknanya. Pengacara LBH dituntut pengabdian untuk membela para pencari keadilan yang miskin dan tidak boleh memungut bayaran. Beruntung ”si empu” benarbenar memberikan teladan, tidak hanya sebatas omongan, tetapi menunjukkannya dengan laku dan tindakan. Penjara, ancaman sampai pailit pernah dialami Bang Buyung.Dinginnya lantai penjara pernah beliau rasakan menyusul peristiwa Malapetaka Lima Belas Januari atau lebih dikenal dengan Malari 1974. Ketika itu mahasiswa bergerak berdemonstrasi dan terjadi kerusuhan sosial saat Perdana Menteri Jepang Tanaka Kakuei berkunjung ke Jakarta.Izin advokat si Abang pun pernah dibekukan sewaktu membela Pak Ton (Hartono Rekso Dharsono), seorang tokoh militer dan politik yang dituduh melakukan kejahatan subversif oleh rezim Orde Baru. Bang Buyung dianggap telah menghina pengadilan (contempt of court ) karena membuat kisruh di pengadilan. Ganjarannya, beliau diskors 1 (satu) tahun tidak boleh berpraktik. Alhasil kantor hukumnya pun gulung tikar.Saat saya bergabung di LBH Palembang di tahun 1990-an, dapat berdiskusi dan berfoto dengan Bang Buyung menjadi kebanggaan tersendiri bagi para pengacara LBH. Tata cara bicara dan kesantunannya tidak berbeda jika beliau berbicara dengan orang berpangkat dan pejabat. Beliau perlakukan sama, mendengar dan menyimak baik usul maupun pendapat dari direktur maupun staf.Bagi banyak guru, mendidik muridnya hanya berdasarkan pengetahuan dan buku pelajaran. Namun Bang Buyung adalah guru yang berbeda. Beliau mengajar para kader LBH tidak melulu berdasarkan teori-teori dan doktrin hukum, tetapi juga berdasarkan pengalaman dan praktik beracara yang pernah beliau lakukan baik di Indonesia maupun pengalamannya melihat langsung di negara-negara lain.Praperadilan adalah salah satu gagasan dan pemikiran yang dikembangkan di LBH pada saat perumusan Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana pada 1981. Gagasan dan pemikiran bang Buyung—dan para guru besar hukum lainnya—telah diadopsi menjadi kebijakan negara.Munculnya lembaga negara baru dan lembaga-lembaga mandiri (state auxiliary agencies) yang ada saat ini kerap dibicarakan dan didiskusikan di acara-acara LBH sebelum dan sesudah Reformasi. Sebut saja Mahkamah Konstitusi, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komisi Pemberantasan Korupsi, dan pentingnya di negara ini Komisi Pemilihan Umum yang independen.Pikiran beliau kerap diminta oleh banyak pihak sebagai tim perumus undangundang hingga didudukkan sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Gedung Yayasan LBH Indonesia di Jalan Diponegoro 74 adalah saksi bisu peristiwa perlawanan dan kerapnya ide liar yang dulu dianggap subversif diwujudkan.Komisi Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) dan Indonesian Corruption Watch (ICW) lahir juga dari rahim LBH pada 1998. Sebelum dipugar dan direnovasi, ruang Adam Malik di Lantai 1 Gedung Yayasan LBH Indonesia menjadi saksi betapa diskursus demokrasi, hak asasi manusia, dan keadilan hukum dibicarakan dan diperjuangkan.Sepanjang kariernya, Bang Buyung sempat memegang perkara- perkara yang untuk banyak advokat mapan jangankan mau menanganinya, masuk di surat kuasa pun keberatan. Sebut saja dua contoh, selama saya masih di kepengurusan Yayasan LBH Indonesia, beliau pernah menjadi Koordinator Tim Pembela Ustaz Abu Bakar Baasyir di tengah gencar-gencarnya isu war against terrorism .Di kesempatan lain, beliau pun bergeming meski mendapat cacian saat melakukan pembelaan dan menolak pelarangan Ahmadiyah yang bagi sejumlah kelompok Islam dinilai minoritas dan aliran sesat. Saya amat beruntung, selama empat tahun amat dekat bersama Bang Buyung saat menjadi ketua Yayasan LBH Indonesia periode 2006-2010. Saya belajar dan menjadi paham, mengapa energi dan semangat si Abang terus menyala.Benarlah slogan kaum feminis yang amat populer, behind every great man theres a great women . Di sisi beliau ada sosok Kak Ria, sapaan Tengku Sabariah Sabaruddin, sang istri. Amat sulit menemukan padanan Kak Ria yang amat mendukung dan mengerti sepak terjang sang suami. Suatu saat Kak Ria pernah berseloroh dengan nada bercanda kepada saya, cinta si abang itu kepada LBH.Bukan hanya waktu, pikiran, melainkan juga materi yang tidak sedikit Abang sumbangkan untuk gerakan bantuan hukum. Semoga semua alumni LBH di mana pun berada menjaga dan menunaikan amanat Abang untuk terus menghidupkan LBH dan Yayasan LBH Indonesia yang pernah menjadi tempat belajar dan ditempa.Tak akan bisa batangan besi menjadi keris jika tidak ditempa oleh seorang empu yang mumpuni. Selamat jalan Bapak Gerakan Bantuan Hukum Indonesia.PATRA M ZENAdvokat/Mantan Ketua Badan Pengurus Yayasan LBH Indonesia
(bhr)