Menteri Baru Harus Bergegas
A
A
A
Reshuffle kabinet yang akhirnya terlaksana pada Rabu (12/8) adalah momen yang ditunggu-tunggu oleh hampir semua orang di antero negeri ini. Alasan utamanya adalah ada gap yang luar biasa besar antara janji-janji kampanye pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) dan realitas.
Menteri sebagai pemegang kuasa anggaran dan penentu kebijakan dalam setiap sektor tentu menjadi pihak yang paling bertanggung jawab. Reshuffle ini dari segi politik juga dibutuhkan sebagai mekanisme melokalisasi segala kekurangan Kabinet Kerja pada lima menteri tersebut. Singkat kata bisa dikatakan bahwa lima menteri inilah kambing hitam (scapegoat) dari segala kekurangan di 10 bulan pengabdian Kabinet Kerja.
Mungkin layak dikatakan pihak yang tidak suka dari reshuffleini adalah lima menteri yang akhirnya terlempar dari gelanggang ring 1 Istana. Walaupun kita tidak tahu apa yang ada di benak para menteri yang terlempar, ini pandangan umum ketika akhirnya seseorang terlempar dari posisi politik yang tinggi.
Pihak lain yang mungkin kurang nyaman adalah para pendukung menteri itu. Yang mengherankan dari beberapa menteri yang jelas-jelas menimbulkan kegaduhan yang tidak perlu baik berasal dari pernyataannya yang menyakiti hati rakyat atau yang langkah-langkahnya kontraproduktif hanyaTedjoEdhiPurdijatnoyangdiganti.
Mungkinlatarbelakang politik para menteri-menteri lain yang tidak disukai rakyat, namun masih bertahan bisa menjadi titik awal kita menilainya. Ada hal yang menarik. Dari lima menteri yang terlempar komposisinya, tiga orang dari kalangan akademisi yaitu Andrinof Chaniago, Andi Wijayanto, dan Indroyono Soesilo, satu orang pengusaha yaitu Rachmat Gobel, dan satu orang petinggi partai yaitu Tedjo Edhi Purdijatno dari Partai NasDem.
Dengan komposisi empat dari lima menteri yang terlempar bukan orang partai menunjukkan bahwa posisi menteri nonpartai relatif rentan. Lalu, harapan apa yang bisa kita titipkan kepada lima menteri baru besertakeseluruhanadministrasipemerintahanJokowi-JK? Penting bagi bangsa ini untuk terus menyemai harapan karena sebuah bangsa yang tak punya harapan adalah bangsa yang tak punya visi untuk maju.
Pertama, mereka harus bergegas mengejar ketertinggalan pembangunan bangsa yang diwariskan menteri yang lama. Enam menteri ini harus menjadi motor yang mampu berlari lebih kencang dibandingkan koleganya di Kabinet Kerja. Ibarat tim olahraga beregu, mereka adalah fresh legsyang harusnya punya tenaga lebih besar dan lebih memahami akar masalah tumpulnya kemajuan negeri ini karena mereka pernah berdiri di tepi lapangan mengamati kinerja Kabinet Kerja selama sepuluh bulan terakhir.
Namun, perlu diperhatikan agar mereka jangan mengejawantahkan konsep ”kerja” itu ke dalam pernyataan-pernyataan bombastis minim data, visi dangkal, serta realisasi amburadul. Kedua, para menteri Kabinet Kerja harus menyiapkan quick wins untuk merebut hati masyarakat yang sudah telanjur kecewa.
Program quick wins itu harus diselaraskan dengan program jangka panjang Jokowi-JK, bukan menghamburkan APBN untuk cari popularitas, namun tak sustainable. Ketiga, membangun komunikasi dengan bawahannya di masingmasingkementeriandenganbijaksana. Sudahumumdiketahuibahwa setiap ada menteri baru pasti akan membawa gerbong orang kepercayaannya.
Takadayangsalahdenganitukarenasetiaporangbutuhfigurfigur yang dapat dipercaya. Namun, jika tidak bijaksana, yang terjadi adalah penggantian gerbong besar-besaran di level elite pada enam kementerian yang berubah menterinya. Tenaga menteri akan habis terserap ke titik dan justru akan makin tertinggal dibandingkan programprogram Kabinet Kerja yang tercecer oleh menteri lama yang diganti.
Keempat, enam menteri baru ini harus mengeset standar yang lebih tinggi dari menteri sebelumnya terhadap semua anak buahnya. Tidak ada lagi waktu untuk menjalankan program secara business as usual. Terlebih bisa kita lihat ternyata para menteri baru ini kurang mendapatkan respons positif dari pasar. Menteri baru atau lama harus sadar bahwa rakyat menanti terobosan mereka untuk memakmurkan dan menyejahterakan negeri ini, bukan menanti mereka cuap-cuap tak berkesudahan.
Menteri sebagai pemegang kuasa anggaran dan penentu kebijakan dalam setiap sektor tentu menjadi pihak yang paling bertanggung jawab. Reshuffle ini dari segi politik juga dibutuhkan sebagai mekanisme melokalisasi segala kekurangan Kabinet Kerja pada lima menteri tersebut. Singkat kata bisa dikatakan bahwa lima menteri inilah kambing hitam (scapegoat) dari segala kekurangan di 10 bulan pengabdian Kabinet Kerja.
Mungkin layak dikatakan pihak yang tidak suka dari reshuffleini adalah lima menteri yang akhirnya terlempar dari gelanggang ring 1 Istana. Walaupun kita tidak tahu apa yang ada di benak para menteri yang terlempar, ini pandangan umum ketika akhirnya seseorang terlempar dari posisi politik yang tinggi.
Pihak lain yang mungkin kurang nyaman adalah para pendukung menteri itu. Yang mengherankan dari beberapa menteri yang jelas-jelas menimbulkan kegaduhan yang tidak perlu baik berasal dari pernyataannya yang menyakiti hati rakyat atau yang langkah-langkahnya kontraproduktif hanyaTedjoEdhiPurdijatnoyangdiganti.
Mungkinlatarbelakang politik para menteri-menteri lain yang tidak disukai rakyat, namun masih bertahan bisa menjadi titik awal kita menilainya. Ada hal yang menarik. Dari lima menteri yang terlempar komposisinya, tiga orang dari kalangan akademisi yaitu Andrinof Chaniago, Andi Wijayanto, dan Indroyono Soesilo, satu orang pengusaha yaitu Rachmat Gobel, dan satu orang petinggi partai yaitu Tedjo Edhi Purdijatno dari Partai NasDem.
Dengan komposisi empat dari lima menteri yang terlempar bukan orang partai menunjukkan bahwa posisi menteri nonpartai relatif rentan. Lalu, harapan apa yang bisa kita titipkan kepada lima menteri baru besertakeseluruhanadministrasipemerintahanJokowi-JK? Penting bagi bangsa ini untuk terus menyemai harapan karena sebuah bangsa yang tak punya harapan adalah bangsa yang tak punya visi untuk maju.
Pertama, mereka harus bergegas mengejar ketertinggalan pembangunan bangsa yang diwariskan menteri yang lama. Enam menteri ini harus menjadi motor yang mampu berlari lebih kencang dibandingkan koleganya di Kabinet Kerja. Ibarat tim olahraga beregu, mereka adalah fresh legsyang harusnya punya tenaga lebih besar dan lebih memahami akar masalah tumpulnya kemajuan negeri ini karena mereka pernah berdiri di tepi lapangan mengamati kinerja Kabinet Kerja selama sepuluh bulan terakhir.
Namun, perlu diperhatikan agar mereka jangan mengejawantahkan konsep ”kerja” itu ke dalam pernyataan-pernyataan bombastis minim data, visi dangkal, serta realisasi amburadul. Kedua, para menteri Kabinet Kerja harus menyiapkan quick wins untuk merebut hati masyarakat yang sudah telanjur kecewa.
Program quick wins itu harus diselaraskan dengan program jangka panjang Jokowi-JK, bukan menghamburkan APBN untuk cari popularitas, namun tak sustainable. Ketiga, membangun komunikasi dengan bawahannya di masingmasingkementeriandenganbijaksana. Sudahumumdiketahuibahwa setiap ada menteri baru pasti akan membawa gerbong orang kepercayaannya.
Takadayangsalahdenganitukarenasetiaporangbutuhfigurfigur yang dapat dipercaya. Namun, jika tidak bijaksana, yang terjadi adalah penggantian gerbong besar-besaran di level elite pada enam kementerian yang berubah menterinya. Tenaga menteri akan habis terserap ke titik dan justru akan makin tertinggal dibandingkan programprogram Kabinet Kerja yang tercecer oleh menteri lama yang diganti.
Keempat, enam menteri baru ini harus mengeset standar yang lebih tinggi dari menteri sebelumnya terhadap semua anak buahnya. Tidak ada lagi waktu untuk menjalankan program secara business as usual. Terlebih bisa kita lihat ternyata para menteri baru ini kurang mendapatkan respons positif dari pasar. Menteri baru atau lama harus sadar bahwa rakyat menanti terobosan mereka untuk memakmurkan dan menyejahterakan negeri ini, bukan menanti mereka cuap-cuap tak berkesudahan.
(bbg)