Revisi Tax Holiday

Selasa, 11 Agustus 2015 - 09:28 WIB
Revisi Tax Holiday
Revisi Tax Holiday
A A A
Setelah melalui sejumlah perubahan, peraturan menteri keuangan seputar pemberian fasilitas pembebasan atau pengurangan pajak penghasilan badan atau lebih populer dengan sebutan tax holiday segera diberlakukan pada pertengahan bulan ini.

Revisi aturan tax holiday, selain menambah sektor investasi untuk menikmati kebijakan tersebut, pemerintah juga menghapus tahapan konsultasi kepada Presiden. Sebelumnya pengajuan tax holiday oleh wajib pajak memang diputuskan menteri keuangan setelah dikonsultasikan kepada Presiden.

Selain menyederhanakan proses birokrasi dalam pemberian tax holiday , dalam revisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 192/PMK.011/2014 juga memperpanjang fasilitas penerima tax holiday dari 10 tahun menjadi 20 tahun. Menyangkut perpanjangan waktu tersebut, pemerintah akan mempertimbangkan secara komprehensif.

Artinya, tidak hanya sektor investasi, tetapi termasuk nilai investasi menjadi pertimbangan. Sedangkan batas investasi yang berhak mendapat insentif pajak istimewa tersebut tidak berubah, pemerintah tetap mewajibkan minimal Rp1 triliun.

Untuk memudahkan para investor yang berminat mendapatkan fasilitas tax holiday , pemerintah sedang menyiapkan tim yang dimotori oleh Badan Koordinasi Penanaman ‎Modal (BKPM). Perjalanan revisi kebijakan pajak tersebut sudah tuntas, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memberikan persetujuan.

Perjalanan terakhir tinggal menanti proses administrasi pada Kementerian Keuangan. Pemerintah berharap revisi kebijakan dalam pemberian insentif pajak tersebut dapat merangsang investor untuk menanamkan modal di negeri ini guna membantu percepatan perputaran roda ekonomi yang sedang melambat.

Pemerintah optimistis kebijakan pemberian insentif pajak tersebut akan dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh investor, apalagi sektor yang berhak mendapatkan fasilitas semakin banyak. Sebelumnya pemerintah hanya membebaskan lima sektor penerima tax holiday. Berkat revisi aturan tersebut, kini jumlahnya menjadi sembilan sektor.

Sektor industri yang terlebih dahulu menikmati insentif pajak tersebut adalah industri logam dasar, industri pengilangan minyak bumi, industri permesinan, industri di bidang sumber daya terbarukan, dan industri peralatan komunikasi.

Adapun penambahan empat sektor baru penerima tax holiday terdiri atas industri pengolahan berbasis hasil pertanian, industri transportasi kelautan, industri pengolahan sebagai industri utama di kawasan ekonomi khusus (KEK), dan infrastruktur ekonomi selain yang menggunakan skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU).

Apa saja persyaratan yang harus dipenuhi bagi investor untuk mendapatkan tax holiday ? Pemerintah telah menetapkan bahwa setiap wajib pajak sudah merealisasikan seluruh rencana penanaman modal dan telah melakukan penjualan hasil produksi. Selanjutnya Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak akan memonitor di lapangan apakah wajib pajak sudah melaksanakan aturan yang diwajibkan.

Selain itu, wajib pajak juga harus menyampaikan laporan penggunaan dana secara triwulan dan laporan realisasi penanaman modal yang diaudit secara tahunan. Konsistensi wajib pajak memang dituntut transparansi dan ketegasan pemerintah di dalam melaksanakan monitoring atau pengawasan.

Kita berharap revisi kebijakan tax holiday itu bisa menekan kekhawatiran para calon investor baik dalam negeri maupun luar negeri untuk menanamkan modal di negeri ini. Harus diakui, pelemahan rupiah yang hingga kini masih terjadi belum ada tanda-tanda pemulihan. Pelemahan mata uang Garuda bahkan makin rawan di tengah rencana Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) yang akan menaikkan suku bunga acuan.

Pelemahan rupiah telah menyeret pada kenaikan risiko investasi yang sangat diharapkan bisa memutar roda perekonomian. Keputusan pemerintah merevisi kebijakan tax holiday patut diapresiasi sebagai langkah yang tepat mengundang investor turut serta membangun negeri ini.

Sekadar mengingatkan, revisi aturan pemberian insentif pajak yang dinilai sebagai kebijakan mewah buat investor oleh pemerintah tidaklah cukup tanpa sinkronisasi dengan aturan lainnya. Sudah menjadi rahasia umum bahwa aturan di negeri ini seringkali tumpang tindih yang menyebabkan kontraproduktif bagi investor.
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4993 seconds (0.1#10.140)