Politikus Demokrat Tolak Pasal Penghinaan Presiden Disebut Warisan SBY
A
A
A
JAKARTA - Politikus Partai Demokrat Amir Syamsuddin menyatakan usul pasal penghinaan presiden masuk revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) telah muncul jauh sebelum era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Amir keberatan apabila pemerintah saat ini menyebut pasal penghinaan presiden dalam Rancangan Undang-undang KUHP merupakan warisan pemerintah SBY.
"Saya dengar (isi pasal) tidak ada bedanya, tentunya pemerintah yang sekarang kalau mau direvisi bisa saja. Jangan ada prokontra dianggap itu warisan pemerintahan SBY. Saya tidak pernah mengatakan itu warisan pemerintah sebelum SBY," kata Amir saat dihubungi wartawan di Jakarta, Senin (10/8/2015).
Mantan Menteri Hukum dan HAM era SBY ini mempersoalkan sejumlah pihak yang meributkan usulan pasal penghinan presiden ini saat akan di bahas di DPR.
"Tapi saya persoalkan kenapa pas dibahas baru oposisi. Ini kelihatannya kalau sudah timbul kehebohan, banyak orang mencoba melepaskan. Kaji dulu baik-baik. Tak perlu mencari popularitas," kata Amir.
Amir menilai wajar apabila negara ingin memberikan perlindungan kepada kepala negara dari ancaman penghinaan. (Baca: Menkumham Bantah Hidupkan Pasal Penghinaan Presiden)
Dia menegaskan pada era Pemerintahan SBY, pasal penghinaan presiden diusulkan tidak untuk menyenangkan hati penguasa.
"Apa tidak wajar kita berikan satu perlindungan kepada presiden? Kita lihat lah, era SBY yang demo pakai kerbau segala macam. Tenang saja. Tidak perlu jadi heboh. Ini tidak dirancang khusus untuk menyenangkan SBY," kata Amir.
Dia mengungkapkan rancangan pasal penghinaan terhadap presiden sudah ada sebelum pemerintah SBY.
Amir pun meminta wartawan untuk mengkonfirmasi Muladi yang pernah menjadi Ketua Tim Perumus RUU KUHP.
"Rancangan sudah berjalan dari pemerintahan sebelumnya. Tanya Prof Muladi. Dia ketua, dan dia bekerja di masa beberapa presiden. Tidak ujuk-ujuk lahir di era kami," katanya.
PILIHAN:
Sohibul Iman Presiden PKS, Salim Segaf Ketua Majelis Syuro
Amir keberatan apabila pemerintah saat ini menyebut pasal penghinaan presiden dalam Rancangan Undang-undang KUHP merupakan warisan pemerintah SBY.
"Saya dengar (isi pasal) tidak ada bedanya, tentunya pemerintah yang sekarang kalau mau direvisi bisa saja. Jangan ada prokontra dianggap itu warisan pemerintahan SBY. Saya tidak pernah mengatakan itu warisan pemerintah sebelum SBY," kata Amir saat dihubungi wartawan di Jakarta, Senin (10/8/2015).
Mantan Menteri Hukum dan HAM era SBY ini mempersoalkan sejumlah pihak yang meributkan usulan pasal penghinan presiden ini saat akan di bahas di DPR.
"Tapi saya persoalkan kenapa pas dibahas baru oposisi. Ini kelihatannya kalau sudah timbul kehebohan, banyak orang mencoba melepaskan. Kaji dulu baik-baik. Tak perlu mencari popularitas," kata Amir.
Amir menilai wajar apabila negara ingin memberikan perlindungan kepada kepala negara dari ancaman penghinaan. (Baca: Menkumham Bantah Hidupkan Pasal Penghinaan Presiden)
Dia menegaskan pada era Pemerintahan SBY, pasal penghinaan presiden diusulkan tidak untuk menyenangkan hati penguasa.
"Apa tidak wajar kita berikan satu perlindungan kepada presiden? Kita lihat lah, era SBY yang demo pakai kerbau segala macam. Tenang saja. Tidak perlu jadi heboh. Ini tidak dirancang khusus untuk menyenangkan SBY," kata Amir.
Dia mengungkapkan rancangan pasal penghinaan terhadap presiden sudah ada sebelum pemerintah SBY.
Amir pun meminta wartawan untuk mengkonfirmasi Muladi yang pernah menjadi Ketua Tim Perumus RUU KUHP.
"Rancangan sudah berjalan dari pemerintahan sebelumnya. Tanya Prof Muladi. Dia ketua, dan dia bekerja di masa beberapa presiden. Tidak ujuk-ujuk lahir di era kami," katanya.
PILIHAN:
Sohibul Iman Presiden PKS, Salim Segaf Ketua Majelis Syuro
(dam)