Memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
A
A
A
Ferry Kurnia Rizkiyansyah
Komisioner KPU RI
Memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah merupakan agenda politik yang sangat penting dan strategis dalam upaya mewujudkan konsolidasi demokrasi di aras lokal.
Kepala daerah dan wakil kepala daerah yang terpilih dari pelaksanaan demokrasi langsung diharapkan dapat menghadirkan pemerintahan yang terbuka, aksesibel, dan partisipatif.
Tantangan itu tentunya dapat dijawab oleh figur kepala daerah dan wakil kepala daerah yang kompeten, berintegritas, dan memiliki akseptabilitas di tengah-tengah masyarakat.
Terdapat setidaknya tiga elemen yang sangat menentukan kualitas kepala daerah dan wakil kepala daerah yang terpilih dari proses demokrasi langsung, yakni partai politik, pemilih dan penyelenggara pemilu.
Ketiga elemen demokrasi itu dengan peran yang berbeda tetapi memiliki saling keterkaitan satu dengan yang lain turut mewarnai wajah kepemimpinan daerah lima tahun ke depan.
Partai politik merupakan ”rahim utama” lahirnya para pemimpin baik di level nasional maupun di level daerah. Parpol mestinya memiliki stok calon pemimpin yang siap didistribusikan untuk menduduki berbagai jabatan politik di setiap jenis dan jenjang kekuasaan.
Untuk itu, mekanisme kaderisasi dan kandidasi yang sistematis, terbuka dan partisipatif di internal partai politik mutlak diperlukan. Pendaftaran calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang dibuka pada 26-28 Juli akan menghamparkan fakta seberapa banyak kandidat kepala daerah dan wakil kepala daerah yang berasal dari kader dan nonkader.
Jumlah itu menjadi ukuran sederhana kemampuan parpol melakukan fungsi rekrutmen politik. Di luar urgensi kaderisasi sebagai sebuah proses berkelanjutan yang wajib dijalankan oleh partai politik, dalam jangka pendek merekrut kepala daerah dan wakil kepala daerah dari unsur nonkader dapat dimaklumi dengan catatan figur yang direkrut benar-benar kompeten dan berintegritas.
Orientasi partai harus berubah dari sekadar pragmatisme politik untuk merebut kekuasaan di daerah menjadi idealisme politik partai untuk menyejahterakan rakyat. Setelah melalui proses di internal partai politik, para bakal calon itu kemudian didaftarkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) sesuai tingkatannya.
Pendaftaran bakal calon gubernur dan wakil gubernur dilakukan di KPU provinsi, sementara pendaftaranbupatidanwakilbupati serta wali kota dan wakil walikota dilakukan di KPU kabupaten/ kota.
Kewenangan KPU melakukan pemeriksaan kelengkapan dan keabsahan administrasi berkas pencalonan. Sepanjang memenuhi persyaratan administrasi, KPU akan menetapkan bakal calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang diusung parpol maupun jalur perseorangan menjadi calon kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Halhal yang berkaitan dengan aspek moralitas, integritas, dan kompetensi tidak menjadi kewenangan KPU untuk mengujinya. Pemenuhan aspek moralitas yang diidentikkan dengan keharusan terbebas dari perbuatan tercela, misalnya, pembuktiannya cukup dengan surat keterangan catatan kepolisian (SKCK).
Pembuktian kompetensi, integritas, dan moralitas merupakan wilayah parpol dan publik untuk mengujinya. Untuk itu, rekrutmen kandidat di internal partai politik menjadi wilayah paling strategis untuk memastikan kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih nantinya dapat mengemban amanah rakyat.
Ruang kerja KPU dalam proses seleksi kepala daerah dan wakil kepala daerah sangat terbatas dan sempit. Namun, KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota tetap dituntut ekstrahati-hati karena banyaknya perubahan regulasi dalam proses pencalonan.
Saat ini pencalonan kepala daerah dan wakil kepala daerah tidak lagi sepenuhnya menjadi otoritas pimpinan partai politik tingkat daerah, tetapi berbagi peran antara pimpinan parpol tingkat kabupaten/kota, tingkat provinsi dan tingkat pusat.
Persetujuan pimpinan pusat partai terhadap pasangan calon gubernur/wakil gubernur, bupati/ wakil bupati dan wali kota/ wakil wali kota menjadi salah satu syarat utama dalam proses persyaratan pencalonan.
Fungsikoordinasiinidiperlukan untuk memastikan pasangan calon yang dimintai persetujuan oleh pengurus parpol di tingkat kabupaten/kota melalui provinsi ke pimpinan pusat merupakan orang yang sama.
Jika nama pasangan calon yang disetujui oleh pimpinan pusat dengan nama pasangan calon yang diajukan oleh parpol di tingkat daerah berbeda otomatis akan mengalami cacat administrasi dan statusnya menjadi tidak memenuhi syarat.
Dualisme partai juga merupakan hal sensitif pada proses pencalonan. Meski kepengurusan sejumlah partai politik masih dalam proses sengketa di pengadilan negeri dan SK kepengurusan parpol yang diterbitkan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia masih bersengketa di peradilan tata usaha negara atau Mahkamah Agung, KPU telah mendorong tercapainya terobosan hukum dan kesepahaman politik oleh masing-masing partai untuk mencari solusi terhadap parpol yang tengah bersengketa.
Parpol tersebut tetap dapat mengajukan pasangan calon sepanjang pasangan calon yang diajukan adalah orang yang sama dan berada dalam gabungan partai politik yang sama. Hasil penelitian syarat calon dan syarat pencalonan keluarannya adalah bakal calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang diajukan parpol atau jalur perseorangan memenuhi syarat atau tidak memenuhi syarat.
Karena itu, peran KPU bersifat sangat teknis administratif, tidak menyentuh hal-hal substantif yang berkaitan dengan aspek kepemimpinan daerah seperti kompetensi, integritas dan akseptabilitas. Setelah seleksi administrasi di KPU selesai, wilayah berikutnya menjadi kuasa pemilih.
Tahap kampanye, pemungutan dan penghitungan suara adalah pertemuan kepentingan antara kandidat dan pemilih. Kampanye merupakan sarana untuk mendialogkan visi, misi, dan program kerja kandidat dengan para pemilih yang akan menerima manfaat dari hasil kinerja kepaladaerahdanwakilkepaladaerah terpilih.
Di sinilah pentingnya rasionalitas dan kemandirian pemilih dalam menentukan hak pilihnya pada pemungutan suara 9 Desember 2015. Rasionalitas dan kemandirian pemilih tentunya tidak dapat diwujudkan dalam waktu singkat. Pragmatisme politik yang makin menguat di level pemilih dalam setiap pilkada hanya dapat dilawan dengan pendidikan politik.
Partai politik yang mendapat amanat sebagai organ utama untuk melaksanakan pendidikan politik mesti menjadi garda terdepan dalam aktivitas pendidikan politik di tengah- tengah masyarakat.
Seleksi kepala daerah dan wakil kepala daerah melewati tiga tahapan, seleksi di internal partai, seleksi administrasi di KPU, dan pemilihan oleh masyarakat. Kualitas kepemimpinan daerah ditentukan oleh kualitas seleksi di tiga tahapan tersebut.
Yang paling menentukan tentu seleksi dari hulunya. Sepanjang proses di hulu tidak bersih maka di hilirnya akan ikut terkontaminasi. Untuk itu, penting bagi ketiga elemen tersebut menjaga kualitas seleksi yang menjadi kuasa masingmasing.
Komisioner KPU RI
Memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah merupakan agenda politik yang sangat penting dan strategis dalam upaya mewujudkan konsolidasi demokrasi di aras lokal.
Kepala daerah dan wakil kepala daerah yang terpilih dari pelaksanaan demokrasi langsung diharapkan dapat menghadirkan pemerintahan yang terbuka, aksesibel, dan partisipatif.
Tantangan itu tentunya dapat dijawab oleh figur kepala daerah dan wakil kepala daerah yang kompeten, berintegritas, dan memiliki akseptabilitas di tengah-tengah masyarakat.
Terdapat setidaknya tiga elemen yang sangat menentukan kualitas kepala daerah dan wakil kepala daerah yang terpilih dari proses demokrasi langsung, yakni partai politik, pemilih dan penyelenggara pemilu.
Ketiga elemen demokrasi itu dengan peran yang berbeda tetapi memiliki saling keterkaitan satu dengan yang lain turut mewarnai wajah kepemimpinan daerah lima tahun ke depan.
Partai politik merupakan ”rahim utama” lahirnya para pemimpin baik di level nasional maupun di level daerah. Parpol mestinya memiliki stok calon pemimpin yang siap didistribusikan untuk menduduki berbagai jabatan politik di setiap jenis dan jenjang kekuasaan.
Untuk itu, mekanisme kaderisasi dan kandidasi yang sistematis, terbuka dan partisipatif di internal partai politik mutlak diperlukan. Pendaftaran calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang dibuka pada 26-28 Juli akan menghamparkan fakta seberapa banyak kandidat kepala daerah dan wakil kepala daerah yang berasal dari kader dan nonkader.
Jumlah itu menjadi ukuran sederhana kemampuan parpol melakukan fungsi rekrutmen politik. Di luar urgensi kaderisasi sebagai sebuah proses berkelanjutan yang wajib dijalankan oleh partai politik, dalam jangka pendek merekrut kepala daerah dan wakil kepala daerah dari unsur nonkader dapat dimaklumi dengan catatan figur yang direkrut benar-benar kompeten dan berintegritas.
Orientasi partai harus berubah dari sekadar pragmatisme politik untuk merebut kekuasaan di daerah menjadi idealisme politik partai untuk menyejahterakan rakyat. Setelah melalui proses di internal partai politik, para bakal calon itu kemudian didaftarkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) sesuai tingkatannya.
Pendaftaran bakal calon gubernur dan wakil gubernur dilakukan di KPU provinsi, sementara pendaftaranbupatidanwakilbupati serta wali kota dan wakil walikota dilakukan di KPU kabupaten/ kota.
Kewenangan KPU melakukan pemeriksaan kelengkapan dan keabsahan administrasi berkas pencalonan. Sepanjang memenuhi persyaratan administrasi, KPU akan menetapkan bakal calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang diusung parpol maupun jalur perseorangan menjadi calon kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Halhal yang berkaitan dengan aspek moralitas, integritas, dan kompetensi tidak menjadi kewenangan KPU untuk mengujinya. Pemenuhan aspek moralitas yang diidentikkan dengan keharusan terbebas dari perbuatan tercela, misalnya, pembuktiannya cukup dengan surat keterangan catatan kepolisian (SKCK).
Pembuktian kompetensi, integritas, dan moralitas merupakan wilayah parpol dan publik untuk mengujinya. Untuk itu, rekrutmen kandidat di internal partai politik menjadi wilayah paling strategis untuk memastikan kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih nantinya dapat mengemban amanah rakyat.
Ruang kerja KPU dalam proses seleksi kepala daerah dan wakil kepala daerah sangat terbatas dan sempit. Namun, KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota tetap dituntut ekstrahati-hati karena banyaknya perubahan regulasi dalam proses pencalonan.
Saat ini pencalonan kepala daerah dan wakil kepala daerah tidak lagi sepenuhnya menjadi otoritas pimpinan partai politik tingkat daerah, tetapi berbagi peran antara pimpinan parpol tingkat kabupaten/kota, tingkat provinsi dan tingkat pusat.
Persetujuan pimpinan pusat partai terhadap pasangan calon gubernur/wakil gubernur, bupati/ wakil bupati dan wali kota/ wakil wali kota menjadi salah satu syarat utama dalam proses persyaratan pencalonan.
Fungsikoordinasiinidiperlukan untuk memastikan pasangan calon yang dimintai persetujuan oleh pengurus parpol di tingkat kabupaten/kota melalui provinsi ke pimpinan pusat merupakan orang yang sama.
Jika nama pasangan calon yang disetujui oleh pimpinan pusat dengan nama pasangan calon yang diajukan oleh parpol di tingkat daerah berbeda otomatis akan mengalami cacat administrasi dan statusnya menjadi tidak memenuhi syarat.
Dualisme partai juga merupakan hal sensitif pada proses pencalonan. Meski kepengurusan sejumlah partai politik masih dalam proses sengketa di pengadilan negeri dan SK kepengurusan parpol yang diterbitkan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia masih bersengketa di peradilan tata usaha negara atau Mahkamah Agung, KPU telah mendorong tercapainya terobosan hukum dan kesepahaman politik oleh masing-masing partai untuk mencari solusi terhadap parpol yang tengah bersengketa.
Parpol tersebut tetap dapat mengajukan pasangan calon sepanjang pasangan calon yang diajukan adalah orang yang sama dan berada dalam gabungan partai politik yang sama. Hasil penelitian syarat calon dan syarat pencalonan keluarannya adalah bakal calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang diajukan parpol atau jalur perseorangan memenuhi syarat atau tidak memenuhi syarat.
Karena itu, peran KPU bersifat sangat teknis administratif, tidak menyentuh hal-hal substantif yang berkaitan dengan aspek kepemimpinan daerah seperti kompetensi, integritas dan akseptabilitas. Setelah seleksi administrasi di KPU selesai, wilayah berikutnya menjadi kuasa pemilih.
Tahap kampanye, pemungutan dan penghitungan suara adalah pertemuan kepentingan antara kandidat dan pemilih. Kampanye merupakan sarana untuk mendialogkan visi, misi, dan program kerja kandidat dengan para pemilih yang akan menerima manfaat dari hasil kinerja kepaladaerahdanwakilkepaladaerah terpilih.
Di sinilah pentingnya rasionalitas dan kemandirian pemilih dalam menentukan hak pilihnya pada pemungutan suara 9 Desember 2015. Rasionalitas dan kemandirian pemilih tentunya tidak dapat diwujudkan dalam waktu singkat. Pragmatisme politik yang makin menguat di level pemilih dalam setiap pilkada hanya dapat dilawan dengan pendidikan politik.
Partai politik yang mendapat amanat sebagai organ utama untuk melaksanakan pendidikan politik mesti menjadi garda terdepan dalam aktivitas pendidikan politik di tengah- tengah masyarakat.
Seleksi kepala daerah dan wakil kepala daerah melewati tiga tahapan, seleksi di internal partai, seleksi administrasi di KPU, dan pemilihan oleh masyarakat. Kualitas kepemimpinan daerah ditentukan oleh kualitas seleksi di tiga tahapan tersebut.
Yang paling menentukan tentu seleksi dari hulunya. Sepanjang proses di hulu tidak bersih maka di hilirnya akan ikut terkontaminasi. Untuk itu, penting bagi ketiga elemen tersebut menjaga kualitas seleksi yang menjadi kuasa masingmasing.
(ars)