Serapan Anggaran Lemah

Kamis, 09 Juli 2015 - 08:06 WIB
Serapan Anggaran Lemah
Serapan Anggaran Lemah
A A A
Realisasi penyerapan anggaran masih lamban. Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang tak puas akan pencapaian tersebut telah menggelar rapat dengan para pembantunya untuk mencari solusi yang tepat dalam mengatasi itu.

Lihat saja, sampai pertengahan tahun ini realisasi anggaran baru mencapai Rp773,9 triliun atau sekitar 39% dari total anggaran sebesar Rp1.984,1 triliun yang dipatok hingga akhir tahun ini. Realisasi proyek yang semula diharapkan mengangkat pertumbuhan ekonomi pada kuartal kedua belum memenuhi harapan.

Dalam rapat paripurna dengan para anggota Kabinet Kerja yang digelar pekan lalu, Presiden Jokowi meminta para pembantunya lebih kerja keras lagi dengan waktu yang tersisa enam bulan lagi. Memacu pertumbuhan perekonomian nasional dalam suasana perekonomian global yang masih belum stabil memang sebuah tantangan tersendiri, salah satunya terlihat pada harga komoditas yang terus merosot.

Akibat itu, perputaran roda perekonomian sangat bergantung pada faktor internal yakni belanja anggaran dari pemerintah. Sebenarnya langkah awal Presiden Jokowi menggebrak anggaran sangat meyakinkan. Ditandai dengan suksesnya memangkas anggaran subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang kemudian dialihkan pada sektor produktif, di antaranya pembangunan sarana infrastruktur dan perlindungan sosial.

Sayangnya, penyerapan anggaran sepanjang semester pertama 2015 belum sesuai harapan. Kondisi perekonomian nasional yang melemah memang membuat pemerintah ketar-ketir, pajak sebagai sumber utama anggaran pembangunan sulit digenjot untuk mencapai target yang sudah dipatok.

Saat rapat bersama dengan Badan Anggaran DPR pekan lalu, Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Sigit Priadi Pramudito secara blak-blakan menyampaikan bahwa target pajak sebesar Rp1.295 triliun yang dipatok tahun ini sulit direalisasikan karena kondisi perekonomian tidak bersahabat.

Proyeksi penerimaan pajak pada semester pertama 2015 sebesar Rp477 triliun meliputi pajak minyak dan gas (migas) sebesar Rp27 triliun atau 54,5% dari target dan pajak nonmigas sebesar Rp450 triliun atau sekitar 36,1% dari target. Adapun realisasi penerimaan pajak hanya diprediksi sekitar 91% hingga akhir tahun ini.

Lalu, apa solusinya menutup kekurangan penerimaan pajak tahun ini? Rupanya pemerintah sudah punya rencana antisipasi yakni akan menarik pinjaman program dari lembaga multilateral. Selain itu, pemerintah juga akan memanfaatkan sisa lebih pembiayaan anggaran (silpa) yang ada.

Dalam proyeksi realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015, Kementerian Keuangan telah membuat rancangan skenario terburuk di mana realisasi penerimaan pajak hanya 92% atau kurang sebesar Rp120 triliun dari target. Adapun defisit bakal melebar menjadi 2,2% hingga 2,3% terhadap produk domestik bruto (PDB).

Implikasinya, pemerintah akan menarik utang bersih menjadi Rp262,5 triliun. Melihat kecenderungan pertumbuhan ekonomi yang masih melemah, baik pemerintah maupun Asian Development Bank (ADB) memilih mengoreksi pencapaian pertumbuhan ekonomi tahun ini. Kementerian Keuangan hanya memprediksi perekonomian tumbuh sekitar 5,2% dari target sekitar 5,7% yang ditetapkan dam APBN-P 2015.

Sementara itu, ADB merevisi pertumbuhan ekonomi dari 5,2% menjadi 5% untuk tahun ini. Salah satu alasan yang dikemukakan pihak ADB adalah kontribusi pemerintah terhadap pertumbuhan diprediksi lebih rendah dari proyeksi awal. Pemicunya, keterlambatan penyerapan anggaran dan penerimaan pajak yang lebih rendah dari target.

Meski kurang percaya diri mencapai target pertumbuhan ekonomi yang ditetapkan sendiri, pemerintah tetap optimistis bahwa para investor masih percaya bahwa kondisi perekonomian nasional masih aman. Setidaknya, sebagaimana diakui Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro, penerbitan surat utang negara masih terjadi kelebihan permintaan.

Walau kepercayaan pasar (market confidence ) masih tinggi, perekonomian Indonesia masih tetap membutuhkan penanganan tepat dalam menghadapi perlambatan ekonomi. Memang sejumlah kebijakan sudah ditempuh, namun belum teruji efektif. Buktinya, nilai tukar rupiah masih terus tertekan dari dolar Amerika Serikat.
(bhr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3162 seconds (0.1#10.140)