Menanti Polri Profesional

Rabu, 01 Juli 2015 - 09:26 WIB
Menanti Polri Profesional
Menanti Polri Profesional
A A A
Edi Saputra Hasibuan
Komisioner Kompolnas

Polri setiap 1 Juli merayakan Hari Bhayangkara. Tahun ini Polri merayakan Hari Bhayangkara yang ke- 69.

Di usia yang sudah matang ini, tentu sudah banyak capaian prestasi lembaga penegak hukum tersebut. Salah satunya kemampuan Polri melakukan pencegahan terorisme dan seringkali membongkar jaringan narkoba internasional. Sangat membanggakan. Prestasi lain dapat dilihat dalam tugas pengamanan berskala besar seperti pengamanan pilkada, mudik Lebaran, Natal, tahun baru, serta pengamanan Konferensi Tingkat Tinggi Asia Afrika yang baru berlangsung.

Kendati demikian, dalam penegakan hukum kinerja Polri menurut sebagian masyarakat masih dinilai belum memuaskan. Polisi dinilai masih banyak meninggalkan pekerjaan rumah kepada masyarakat, terutama dalam kasuskasus hukum yang besar. Salah satunya penanganan kasus korupsi di berbagai polda di seluruh Indonesia masih perlu sentuhan pimpinan Polri agar bisa lebih baik. Secara umum jumlah penanganan kasus korupsi yang dilakukan kepolisian cukup besar.

Pada 2014 Polri menyelesaikan kasus korupsi lebih dari 1.000 kasus. Pada 2015 ini jumlah kasus korupsi yang ditangani Polri sudah lebih dari 500 kasus. Walau polisi sudah bekerja keras, penanganannya masih saja diragukan masyarakat. Penilaian miring tadi cukup beralasan mengingat tidak sedikit kasus korupsi di kepolisian tidak dilakukan penahanan dan masih sering terjadi intervensi terhadap penanganan kasus korupsi.

Sebagai dampaknya, banyak masyarakat yang curiga terhadap Polri yang masih tebang pilih. Kita ingin penanganan kasus korupsi di kepolisian dilakukan secara mandiri dan profesional. Kemudian Polri dalam tugasnya sebagai pemelihara Kamtibmas, pasukan berseragam cokelat ini seringkali dinilai kecolongan hingga berimbas terjadi bentrokan dan konflik antara masyarakat dan masyarakat atau masyarakat dengan aparat keamanan.

*** Kekecewaan masyarakat belum bisa terobati lantaran kinerja polisi dalam penegakan hukum belum memperlihatkan perubahan besar. Ada kesan di mata masyarakat, penanganan berbagai kasus oleh polisi terkait sejumlah masalah hukum masih banyak yang belum memberikan keadilan. Masyarakat menilai seringkali polisi berpihak dalam menangani kasus hukum yang ditangani satuan reserse.

Sejujurnya, kasus reserse di kepolisian paling banyak dikeluhkan oleh masyarakat mulai dari polsek, poles, hingga polda di seluruh di Indonesia. Menurut data Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) 2014, fungsi reserse mendapat pengaduan 1.034 kasus. Sebanyak 90% berkaitan dengan persoalan kerja reserse yang belum sepenuhnya bagus dan mendapat kepercayaan yang baik dari masyarakat.

Dalam pengaduan masyarakat ke Kompolnas selama ini, ada yang menilai reserse memberikan pelayanan buruk, diskriminatif, polisi melakukan rekayasa kasus, dan ada pula menuduh polisi koruptif. Bila kita ingin Polri semakin mendapat kepercayaan masyarakat, salah satu yang harus kita perbaiki adalah masalah penegakan hukum yang dilakukan aparat kepolisian dalam hal ini pelayanan reserse.

Penilaian beragam dari masyarakat itu bisa jadi karena masih lemahnya pengawasan di internal dan eksternal kepolisian. Sebagai dampaknya, polisi reserse dengan mudah melakukan penyimpangan karena lolos dari pengawasan. Melihat kondisi ini, sudah barang tentu kita mendorong peningkatan pengawasan Polri untuk menjawab keluhan masyarakat selama ini.

Tentu sangat baik dan semakin kuat apabila Polri memerankan pengawas internal yang betul-betul independen dalam kinerjanya serta membuka ruang seluas-luasnya bagi pengawas eksternal melaksanakan tugasnya. Hal ini kita butuhkan agar kinerja dan profesionalisme Polri semakin baik pada masa mendatang.

*** Selain masalah peningkatan dalam bidang pengawasan, hal lain yang juga tak kalah penting adalah peningkatan anggaran Polri dan peningkatan sumber daya manusia (SDM) untuk menjamin profesionalisme Polri. Idealnya, Polri juga sulit kita dorong untuk profesional apabila dalam tugasnya tidak didukung dengan anggaran yang cukup. Pada 2014 anggaran yang diterima Polri tercatat Rp40,1 triliun dan pada 2015 anggarannya naik jadi Rp51,6 triliun.

Sekitar 67% di antara anggaran itu digunakan untuk gaji anggota Polri yang jumlahnya 440.000 personel, 28% operasional, dan sisanya untuk pengadaan sarana dan prasarana Polri. Dalam catatan saya setiap mengunjungi Polda di Indonesia, selain kasus korupsi banyak kasus yang ditangani reserse, tidak didukung anggaran negara yang memadai. Anggaran penyidikan yang dibiayai negara baru bisa dipenuhi sekitar 35%. Sisanya tidak jelas pembiayaannya.

Sebagai dampaknya, tidak sedikit kasus yang dibiayai pelapor atau terlapor. Posisi Polri dalam kondisi seperti ini sulit. Satu pihak kepolisian tidak boleh menolak pengaduan masyarakat dengan alasan anggaran sudah habis. Ironis bukan? Masalah lain yang dihadapi Polri juga tidak sedikit adalah masalah kesejahteraan terhadap anggota Polri. Pemberian Tunjangan Kinerja (Tunkin) dan tunjangan polisi penjaga perbatasan juga belum sepenuhnya diperhatikan.

Kami menyarankan, ini sudah seharusnya menjadi perhatian.. Dalam catatan kami, tunjangan kinerja Polri baru diberikan sekitar 26% dari jumlah gajinya setiap bulan. Bila dibandingkan dengan TNI, kabarnya sudah lebih dari 50%. Jika gaji bintara Polri saat ini sekitar Rp2,3 juta per bulan ditambah dengan tunjangan kinerja sebesar Rp500.000 (26%). Jadi, total gaji yang diterima bintara Polri itu menjadi Rp2,8 juta per bulan. Angka ini tentu saja masih jauh dari ideal bagi seorang bintara.

Apalagi, tugasnya di wilayah perbatasan dan daerah konflik. Selain tugasnya berat, biaya hidupnya juga cukup tinggi. Melihat semua permasalahan tersebut, kita harapkan lewat Hari Bhayangkara ke-69 ini, mari kita jadikan momen ini untuk mendorong Polri bekerja semakin profesional dan kinerjanya semakin mendapat kepercayaan masyarakat Indonesia. Semoga. Dirgahayu Polri.
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0732 seconds (0.1#10.140)