Prospek Industri Halal Lifestyle
A
A
A
Sapta Nirwandar
Praktisi Dunia Pariwisata
Di berbagai konferensi dan pertemuan yang diselenggarakan negaranegara Organization of Islamic Cooperation (OIC) atau biasa kita kenal dengan nama Organisasi Kerja sama Islam (OKI), pembicaraan mengenai halal lifestyle kian ramai.
Pembicaraan tersebut diperbincangkan organisasi yang beranggotakan 59 negara tersebut dalam konferensi-konferensinya yang diadakan baik di negara yang mayoritas penduduknya muslim atau negara-negara yang penduduk muslimnya relatif kecil seperti Thailand, Korea, Jepang, Australia. Halal lifestyle telah menjadi tren, bahkan ada istilah halal is a brand .
Kalau kita terjemahkan secara umum halal lifestyle berarti gaya hidup halal. Dalam perspektif Islam kata halal disampaikan dengan thayyiban : “halalan thayyiban “ berarti halal dan baik yang bermakna secara akidah (spiritual) gaya hidup yang sesuai dengan ajaran Islam dan berarti juga sesuatu yang baik. Contohnya gaya hidup yang halal dan baik adalah memakan makanan yang halal (halal food ). Makanan halal berarti juga baik (good food ) dan sehat (healthy food ).
Tentu makanan halal dapat juga dikonsumsi oleh nonmuslim sehingga makanan halal (halal food ) itu tidak eksklusif bagi umat Islam saja, tetapi menjadi inklusif bagi seluruh manusia rahmatan lil alamin . Thailand yang hanya 5% jumlah penduduk muslimnya menghasilkan 25% dari total ekspor adalah produk makanan halal ke negara-negara OIC. Korea Selatan mampu mengekspor produk kosmetika (USD89 juta pada 2013) obat-obatan (USD299,8 juta pada 2013) dan baru-baru ini Korea Selatan membuka sekitar 150 restoran besertifikat halal.
Demikian pula Jepang mengembangkan makanan halal di perusahaan besarnya seperti Ajinomoto, Asahi Beverage, Umakane dan bahkan di sektor farmasi dan kosmetik. Dalam meningkatkan pelayanan di Bandara, Jepang telah mendirikan musala bagi kaum muslimin di bandara Haneda.
Kontribusi Ekonomi Global
Dalam laporanState of the Global Islamic Economy (2014- 2015) yang dikeluarkan Thomson Reuters dan Dinar Standard, sektor utama (core sector ) halal lifestyle (halal food, halal travel, clothing and fashion, pharmaceutical and cosmetics , media recreation serta keuangan dan perbankan) cukup besar dan diperkirakan akan meningkat.
Kontribusinya dapat dilihat dalam tabel di bawah ini. Nilai sektor industri halal food pada tahun 2013 mencapai USD 1.292 miliar dengan pertumbuhan global mencapai 21,2% dan diperkirakan nilainya pada 2019 akan mencapai USD2.357. Nilai sektor industri halal travel pada tahun 2013 mencapai USD140 miliar dengan pertumbuhan global mencapai 11,6% dan diperkirakan nilainya pada 2019 akan mencapai USD238. Nilai clothing and fashion nilainya (2013) mencapai USD266 dengan pertumbuhan 11,9% dan diperkirakan pada 2019 nilainya 4USD488 miliar.
Industri pharmaceutical and cosmetics halal pada 2013 mencapai USd72 miliar diperkirakan mencapai USD103 miliar pada 2019 dengan pertumbuhan 6,6%. Media and recreation pada 2013 bernilai USd185 miliar dengan pertumbuhan global 5,5% akan mencapai USD301 miliar pada 2019. Terakhir industri finance and bank halal pada 2013 mencapai USD1.214 miliar dengan pertumbuhan global 14% diperkirakan pada 2019 nilainya mencapai USD4.178 miliar.
Dari data di atas dapat kita baca bahwa produk dan jasa halal mempunyai pertumbuhan yang tinggi dalam ekonomi global. Kebutuhan dan gaya hidup kaum muslimin tidak saja besar dalam kuantitas tetapi juga dalam bentuk produk dan jasa yang berkualitas, kemampuan daya beli sebagian besar umat Islam di negara anggota OIC juga tinggi, PDB negaranegara OIC lebih dari USD6,7 triliun dolar.
Bisnis Global
Penduduk muslim dunia dewasa ini yang mencapai 1,6 miliar yang merupakan 25% dari total penduduk dunia (6,8 miliar) dengan PDB sebesar USD6,7 triliun dalam satu tahun. Dengan pertumbuhan mencapai 6,3% per tahunnya di negara-negara OIC, kondisi ini sebenarnya merupakan peluang bisnis global. Sayangnyasebagian penyedia produk dan jasa yang dibutuhkan kaum muslimin disediakan dan diproses sebagian besar oleh bukan negara-negara OIC.
Penyedia (penyuplai) daging sapi, kambing, dan ayam bagi negara-negara OIC adalah Australia, Selandia Baru dan Brasil. Adapun untuk negara penghasil produk olahan multinasional adalah seperti Nestle (Swiss), Carrefour (Prancis), Saffron Road (USA), Tesco (UK), ARMAN (China) dan Marrybrown (Malaysia). Demikian pula negara produsen terbesar untuk pakaian muslim, China, produk media recreation dikuasai oleh Singapura. Indonesia baru dikenal sebagi produsen mi instan (Indomie) dari Indofood dan menguasai kawasan Timur Tengah dan Afrika.
Dari data-data di atas dapat dikatakan bahwa negara-negara non OIC-lah yang hingga saat ini melayani supply chain produk dan jasa halal. Negaranegara OIC lebih banyak hanya menjadi konsumen produk dan jasa tersebut.
Tantangan ke Depan
Tantangan bagi negara-negara OIC terutama Indonesia tentunya harus memberikan iklim yang kondusif bagi tumbuhnya industri produk dan jasa halal. Tentunya harus didukung dengan standar produk dan jasa halal serta sertifikasi secara sistematis dan terpadu dari hulu hingga hilir. Untuk sertifikasi halal bagi negara OIC diperlukan saling menghargai proses sertifikasi di negara-negara OIC yang dilakukan oleh negara masing masing (mutual recognition ), dengan demikian produktivitas dan inovasi dari produkproduk dan jasa halal di negara OIC bisa terus ditingkatkan dan berkembang.
Dari perspektif pelayanan kepada wisatawan mancanegara dan wisatawan Nusantara, halal lifestyle /produk dan jasa halal merupakan tambahan pelayanan, extended services . Dari sisi bisnis juga memperluas jangkauan bisnis, oleh karena itu Singapura, Malaysia, Korea, dan lain-lain sudah menyediakan panduan online maupun offline /guide book bagi traveller muslim yang berkunjung ke negara-negara tersebut sebagai tambahan pelayanan.
Sudah saatnya bagi pebisnis Indonesia memperluas usaha dalam sektor halal lifestyle yang sangat prospektif baik bagi kebutuhan Indonesia maupun negara-negara OIC. Angka-angka di atas telah menjawab prospektif tersebut. Indonesia tentu tidak lagi menjadi konsumen tetapi bisa menjadi produsen. Lebih lagi Indonesia mempunyai sumber daya alam dan lahan yang relatif luas untuk pertanian, perkebunan dan peternakan serta perikanan terutama ikan dan laut.
Tantangan ke depan sudah waktunya kita susun program yang semakin terarah dan terintegrasi untuk pengembangan halal lifestyle . Kebijakan dan regulasi pemerintah yang memberikan lingkungan yang kondusif, dukungan dari sektor keuangan bank dan keuangan syariah maupun konvensional harus dipadukan untuk memberikan peluang bisnis bagi pengusaha Indonesia.
Sapta Nirwandar
Praktisi Dunia Pariwisata
Praktisi Dunia Pariwisata
Di berbagai konferensi dan pertemuan yang diselenggarakan negaranegara Organization of Islamic Cooperation (OIC) atau biasa kita kenal dengan nama Organisasi Kerja sama Islam (OKI), pembicaraan mengenai halal lifestyle kian ramai.
Pembicaraan tersebut diperbincangkan organisasi yang beranggotakan 59 negara tersebut dalam konferensi-konferensinya yang diadakan baik di negara yang mayoritas penduduknya muslim atau negara-negara yang penduduk muslimnya relatif kecil seperti Thailand, Korea, Jepang, Australia. Halal lifestyle telah menjadi tren, bahkan ada istilah halal is a brand .
Kalau kita terjemahkan secara umum halal lifestyle berarti gaya hidup halal. Dalam perspektif Islam kata halal disampaikan dengan thayyiban : “halalan thayyiban “ berarti halal dan baik yang bermakna secara akidah (spiritual) gaya hidup yang sesuai dengan ajaran Islam dan berarti juga sesuatu yang baik. Contohnya gaya hidup yang halal dan baik adalah memakan makanan yang halal (halal food ). Makanan halal berarti juga baik (good food ) dan sehat (healthy food ).
Tentu makanan halal dapat juga dikonsumsi oleh nonmuslim sehingga makanan halal (halal food ) itu tidak eksklusif bagi umat Islam saja, tetapi menjadi inklusif bagi seluruh manusia rahmatan lil alamin . Thailand yang hanya 5% jumlah penduduk muslimnya menghasilkan 25% dari total ekspor adalah produk makanan halal ke negara-negara OIC. Korea Selatan mampu mengekspor produk kosmetika (USD89 juta pada 2013) obat-obatan (USD299,8 juta pada 2013) dan baru-baru ini Korea Selatan membuka sekitar 150 restoran besertifikat halal.
Demikian pula Jepang mengembangkan makanan halal di perusahaan besarnya seperti Ajinomoto, Asahi Beverage, Umakane dan bahkan di sektor farmasi dan kosmetik. Dalam meningkatkan pelayanan di Bandara, Jepang telah mendirikan musala bagi kaum muslimin di bandara Haneda.
Kontribusi Ekonomi Global
Dalam laporanState of the Global Islamic Economy (2014- 2015) yang dikeluarkan Thomson Reuters dan Dinar Standard, sektor utama (core sector ) halal lifestyle (halal food, halal travel, clothing and fashion, pharmaceutical and cosmetics , media recreation serta keuangan dan perbankan) cukup besar dan diperkirakan akan meningkat.
Kontribusinya dapat dilihat dalam tabel di bawah ini. Nilai sektor industri halal food pada tahun 2013 mencapai USD 1.292 miliar dengan pertumbuhan global mencapai 21,2% dan diperkirakan nilainya pada 2019 akan mencapai USD2.357. Nilai sektor industri halal travel pada tahun 2013 mencapai USD140 miliar dengan pertumbuhan global mencapai 11,6% dan diperkirakan nilainya pada 2019 akan mencapai USD238. Nilai clothing and fashion nilainya (2013) mencapai USD266 dengan pertumbuhan 11,9% dan diperkirakan pada 2019 nilainya 4USD488 miliar.
Industri pharmaceutical and cosmetics halal pada 2013 mencapai USd72 miliar diperkirakan mencapai USD103 miliar pada 2019 dengan pertumbuhan 6,6%. Media and recreation pada 2013 bernilai USd185 miliar dengan pertumbuhan global 5,5% akan mencapai USD301 miliar pada 2019. Terakhir industri finance and bank halal pada 2013 mencapai USD1.214 miliar dengan pertumbuhan global 14% diperkirakan pada 2019 nilainya mencapai USD4.178 miliar.
Dari data di atas dapat kita baca bahwa produk dan jasa halal mempunyai pertumbuhan yang tinggi dalam ekonomi global. Kebutuhan dan gaya hidup kaum muslimin tidak saja besar dalam kuantitas tetapi juga dalam bentuk produk dan jasa yang berkualitas, kemampuan daya beli sebagian besar umat Islam di negara anggota OIC juga tinggi, PDB negaranegara OIC lebih dari USD6,7 triliun dolar.
Bisnis Global
Penduduk muslim dunia dewasa ini yang mencapai 1,6 miliar yang merupakan 25% dari total penduduk dunia (6,8 miliar) dengan PDB sebesar USD6,7 triliun dalam satu tahun. Dengan pertumbuhan mencapai 6,3% per tahunnya di negara-negara OIC, kondisi ini sebenarnya merupakan peluang bisnis global. Sayangnyasebagian penyedia produk dan jasa yang dibutuhkan kaum muslimin disediakan dan diproses sebagian besar oleh bukan negara-negara OIC.
Penyedia (penyuplai) daging sapi, kambing, dan ayam bagi negara-negara OIC adalah Australia, Selandia Baru dan Brasil. Adapun untuk negara penghasil produk olahan multinasional adalah seperti Nestle (Swiss), Carrefour (Prancis), Saffron Road (USA), Tesco (UK), ARMAN (China) dan Marrybrown (Malaysia). Demikian pula negara produsen terbesar untuk pakaian muslim, China, produk media recreation dikuasai oleh Singapura. Indonesia baru dikenal sebagi produsen mi instan (Indomie) dari Indofood dan menguasai kawasan Timur Tengah dan Afrika.
Dari data-data di atas dapat dikatakan bahwa negara-negara non OIC-lah yang hingga saat ini melayani supply chain produk dan jasa halal. Negaranegara OIC lebih banyak hanya menjadi konsumen produk dan jasa tersebut.
Tantangan ke Depan
Tantangan bagi negara-negara OIC terutama Indonesia tentunya harus memberikan iklim yang kondusif bagi tumbuhnya industri produk dan jasa halal. Tentunya harus didukung dengan standar produk dan jasa halal serta sertifikasi secara sistematis dan terpadu dari hulu hingga hilir. Untuk sertifikasi halal bagi negara OIC diperlukan saling menghargai proses sertifikasi di negara-negara OIC yang dilakukan oleh negara masing masing (mutual recognition ), dengan demikian produktivitas dan inovasi dari produkproduk dan jasa halal di negara OIC bisa terus ditingkatkan dan berkembang.
Dari perspektif pelayanan kepada wisatawan mancanegara dan wisatawan Nusantara, halal lifestyle /produk dan jasa halal merupakan tambahan pelayanan, extended services . Dari sisi bisnis juga memperluas jangkauan bisnis, oleh karena itu Singapura, Malaysia, Korea, dan lain-lain sudah menyediakan panduan online maupun offline /guide book bagi traveller muslim yang berkunjung ke negara-negara tersebut sebagai tambahan pelayanan.
Sudah saatnya bagi pebisnis Indonesia memperluas usaha dalam sektor halal lifestyle yang sangat prospektif baik bagi kebutuhan Indonesia maupun negara-negara OIC. Angka-angka di atas telah menjawab prospektif tersebut. Indonesia tentu tidak lagi menjadi konsumen tetapi bisa menjadi produsen. Lebih lagi Indonesia mempunyai sumber daya alam dan lahan yang relatif luas untuk pertanian, perkebunan dan peternakan serta perikanan terutama ikan dan laut.
Tantangan ke depan sudah waktunya kita susun program yang semakin terarah dan terintegrasi untuk pengembangan halal lifestyle . Kebijakan dan regulasi pemerintah yang memberikan lingkungan yang kondusif, dukungan dari sektor keuangan bank dan keuangan syariah maupun konvensional harus dipadukan untuk memberikan peluang bisnis bagi pengusaha Indonesia.
Sapta Nirwandar
Praktisi Dunia Pariwisata
(ars)