Aksi 20 Mei Dimaknai Bentuk Kritik bagi Pemerintahan Jokowi
A
A
A
JAKARTA - Sejumlah elemen mahasiswa dan masyarakat akan menggelar aksi besar-besaran pada tanggal 20 Mei besok. Bahkan, santer beredar aksi tersebut diisukan akan menggulingkan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang baru berumur enam bulan.
Pengamat Politik Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo mengatakan, aksi besar-besaran yang akan dilaksanakan pada 20 Mei besok salah satu bentuk kritik yang ditujukan bagi penguasa.
"Kritik bagi penguasa adalah sebuah keharusan. Tanpa kritik pemerintah bisa salah dalam mengambil keputusan dan mengabaikan aspirasi rakyat. Kritik ini harus dimaknai sebagai sistem kontrol," ujar Karyono dalam sebuah diskusi bertajuk 'Nasib Jokowi di Bulan Mei, di Gedung Joeang 45, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (19/5/2015).
Ihwal isu gerakan 20 Mei juga akan menjatuhkan Presiden Jokowi, kata Karyono, isu penggulingan tersebut hanyalah isapan jempol belaka.
Meski dirinya mengakui adanya penurunan tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintah, namun belum ada prasyarat yang cukup bagi rakyat untuk benar-benar menjatuhkan Jokowi.
"Meski tingkat kepuasan masyarakat menurun, tapi ada pemakluman terhadap pemerintahan karena usianya baru seumur jagung. Saya tidak yakin masyarakat mendukung jika ada gerakan yang ingin menjatuhkan Jokowi dalam kondisi saat ini," kata Karyono.
Senada dengan Karyono, Ketua Umum PB HMI M Arief Rasyid Hasan mengatakan, beredarnya isu penjatuhan Jokowi di 20 Mei masih terlalu dini. Menurutnya, isu miring soal Jokowi ini adalah euforia yang muncul pada setiap momentum peringatan reformasi yang jatuh pada tiap bulan Mei.
Namun demikian, Arief mengingatkan pemerintah agar segera mewujudkan pembangunan di sektor ekonomi. Jika tidak, kata Arief, ekspektasi masyarakat terhadap pemerintahan Jokowi dapat berubah menjadi blunder bagi pemerintah.
"Mei 2015 dan Mei 1998 sangat berbeda kondisi objektifnya. Kala itu, Soeharto melakukan KKN, pemerintahan otoriter dan ada faktor krisis ekonomi yang berkepanjangan. Sehingga gerakan penjatuhan Soeharto berhasil. Kali ini, kondisinya belum matang," ujar Arief.
Pengamat Politik Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo mengatakan, aksi besar-besaran yang akan dilaksanakan pada 20 Mei besok salah satu bentuk kritik yang ditujukan bagi penguasa.
"Kritik bagi penguasa adalah sebuah keharusan. Tanpa kritik pemerintah bisa salah dalam mengambil keputusan dan mengabaikan aspirasi rakyat. Kritik ini harus dimaknai sebagai sistem kontrol," ujar Karyono dalam sebuah diskusi bertajuk 'Nasib Jokowi di Bulan Mei, di Gedung Joeang 45, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (19/5/2015).
Ihwal isu gerakan 20 Mei juga akan menjatuhkan Presiden Jokowi, kata Karyono, isu penggulingan tersebut hanyalah isapan jempol belaka.
Meski dirinya mengakui adanya penurunan tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintah, namun belum ada prasyarat yang cukup bagi rakyat untuk benar-benar menjatuhkan Jokowi.
"Meski tingkat kepuasan masyarakat menurun, tapi ada pemakluman terhadap pemerintahan karena usianya baru seumur jagung. Saya tidak yakin masyarakat mendukung jika ada gerakan yang ingin menjatuhkan Jokowi dalam kondisi saat ini," kata Karyono.
Senada dengan Karyono, Ketua Umum PB HMI M Arief Rasyid Hasan mengatakan, beredarnya isu penjatuhan Jokowi di 20 Mei masih terlalu dini. Menurutnya, isu miring soal Jokowi ini adalah euforia yang muncul pada setiap momentum peringatan reformasi yang jatuh pada tiap bulan Mei.
Namun demikian, Arief mengingatkan pemerintah agar segera mewujudkan pembangunan di sektor ekonomi. Jika tidak, kata Arief, ekspektasi masyarakat terhadap pemerintahan Jokowi dapat berubah menjadi blunder bagi pemerintah.
"Mei 2015 dan Mei 1998 sangat berbeda kondisi objektifnya. Kala itu, Soeharto melakukan KKN, pemerintahan otoriter dan ada faktor krisis ekonomi yang berkepanjangan. Sehingga gerakan penjatuhan Soeharto berhasil. Kali ini, kondisinya belum matang," ujar Arief.
(kri)