Fuad Amin Minta Sidang Tipikor Dipindah ke Surabaya
A
A
A
JAKARTA - Fuad Amin Imron, mantan Bupati Bangkalan sekaligus tersangka tindak pidana korupsi (Tipikor) dugaan suap jual beli gas alam di Bangkalan, Madura, meminta persidangan Pengadilan Tipikor dipindah ke Surabaya. Permintaan itu diajukan Fuad Amin dalam nota keberatan atau eksepsinya dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor hari ini.
Fuad Amin mempertanyakan Pasal 4 ayat 4 KUHAP yang digunakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk menggelar perkara di Pengadilan Tipikor Jakarta. Dia menilai pasal tersebut tidak sesuai.
Pasalnya, rumusan untuk menentukan kaidah hukum tentang pengadilan mana yang paling berwenang mengadili penggabungan perkara adalah harus memerhatikan tempat tinggal sebagian besar saksi. "Faktanya, dalam perkara a quo terdapat sebagian besar (sebanyak 313 orang saksi) yang berdiam dan berdomisili di wilayah hukum Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Surabaya," jelas Kuasa hukum Fuad Amin, Rudi Alfonso, di Pengadilan Tipikor, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta, Rabu (13/5/2015).
"Sebaliknya, hanya 5-6 orang saksi yang berdiam dan tinggal di wilayah hukum Pengadilan Tipikor Jakpus," kata Rudy. Oleh karena itu, apabila pengadilan tak mengindahkan eksepsi dengan mengabaikan kemudahan mendatangkan saksi yang dipanggil, maka bisa dinilai sebagai perilaku yang tidak sesuai dengan prinsip peradilan yang sederhana, cepat, dan berbiaya ringan.
"Oleh karenanya, sangat beralasan hukum bagi majelis hakim dalam perkara a quo untuk menyatakan menerima nota keberatan atau eksepsi ini dan menyatakan Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus tidak berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara a quo."
"Selanjutnya melimpahkan perkara ini ke pengadilan tipikor pada PN Surabaya," tuturnya.
Fuad Amin mempertanyakan Pasal 4 ayat 4 KUHAP yang digunakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk menggelar perkara di Pengadilan Tipikor Jakarta. Dia menilai pasal tersebut tidak sesuai.
Pasalnya, rumusan untuk menentukan kaidah hukum tentang pengadilan mana yang paling berwenang mengadili penggabungan perkara adalah harus memerhatikan tempat tinggal sebagian besar saksi. "Faktanya, dalam perkara a quo terdapat sebagian besar (sebanyak 313 orang saksi) yang berdiam dan berdomisili di wilayah hukum Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Surabaya," jelas Kuasa hukum Fuad Amin, Rudi Alfonso, di Pengadilan Tipikor, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta, Rabu (13/5/2015).
"Sebaliknya, hanya 5-6 orang saksi yang berdiam dan tinggal di wilayah hukum Pengadilan Tipikor Jakpus," kata Rudy. Oleh karena itu, apabila pengadilan tak mengindahkan eksepsi dengan mengabaikan kemudahan mendatangkan saksi yang dipanggil, maka bisa dinilai sebagai perilaku yang tidak sesuai dengan prinsip peradilan yang sederhana, cepat, dan berbiaya ringan.
"Oleh karenanya, sangat beralasan hukum bagi majelis hakim dalam perkara a quo untuk menyatakan menerima nota keberatan atau eksepsi ini dan menyatakan Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus tidak berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara a quo."
"Selanjutnya melimpahkan perkara ini ke pengadilan tipikor pada PN Surabaya," tuturnya.
(hyk)