Menteri Marwan Apresiasi Putusan MK Soal Desa Adat

Minggu, 22 Februari 2015 - 12:23 WIB
Menteri Marwan Apresiasi Putusan MK Soal Desa Adat
Menteri Marwan Apresiasi Putusan MK Soal Desa Adat
A A A
JAKARTA - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan isi Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (SDA) pada 18 Februari 2015 lalu ditanggapi Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (DPDT2) Marwan Jafar.

Marwan mengapresiasi pengakuan MK terhadap hak desa adat atas sumber daya air. Dalam amar putusan MK tersebut dinyatakan bahwa terkait hak ulayat (kewenangan) masyarakat hukum adat yang masih hidup atas sumber daya air diakui, sesuai dengan Pasal 18B ayat 2 UUD 1945.

Marwan mengatakan, putusan Mahkamah terkait hak ulayat masyarakat hukum adat memperkuat eksistensi desa adat dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

"Yaitu desa adat merupakan kesatuan masyarakat hukum adat yang merupakan gabungan antara prinsip genealogis dan prinsip teritorial," kata Menteri Marwan dalam siaran persnya, Minggu (22/2/2015).

Secara faktual kesatuan masyarakat hukum adat tersebut ada dan hidup di Indonesia.

Seperti huta/nagori di Sumatera Utara, gampong di Aceh, nagari di Minangkabau, marga di Sumatera bagian selatan, tiuh atau pekon di Lampung, desa pakraman/desa adat di Bali, lembang di Toraja, banua dan wanua di Kalimantan, dan negeri di Maluku.

"Negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia," kata Menteri Marwan.

Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Desa Adat diatur dengan Ketentuan Khusus dalam Bab XIII Pasal 103 sampai Pasal 110 yang pada intinya mengatur kewenangan Desa Adat berdasarkan hak asal-usul yang dimiliki oleh Desa Adat. Termasuk Pengaturan dan pengurusan ulayat/wilayah adat (Pasal 103 huruf b).

"Putusan Mahkamah Konstitusi ini tentunya harus dijadikan momentum untuk memperhatikan eksistensi desa adat dan hak ulayatnya yang selama ini seringkali diabaikan oleh kepentingan komersial dalam pengelolaan sumber daya alam," tutur Marwan.

Tidak terakomodasinya kepentingan masyarakat desa adat dalam pengelolaan sumber daya alam sudah lama terjadi dan menimbulkan konflik antara pemilik modal dengan masyarakat desa adat.

Namun pada akhirnya kepentingan masyarakat desa adat yang seringkali dikalahkan. "Kita ingin masyarakat desa adat ikut merasakan hasil kekayaan sumber daya alam yang ada di wilayahnya," ungkapnya.

Dia menambahkan, jangan sampai hasil kekayaan sumber daya alam itu hanya dinikmati pemilik modal.

Sementara, lanjut dia, masyarakat desa adat yang kemudian menanggung dampak buruk akibat eksploitasi yang tidak melestarikan lingkungan, meminggirkan hak dan kepentingan masyarakat setempat, dan mengabaikan kearifan lokal.

Padahal dalam Undang-Undang Desa tegas sekali sudah diakui hak-hak kesatuan masyarakat adat, termasuk hak mengurus dirinya sendiri terkait dengan hak ulayatnya atas sumber daya alam yang ada di wilayah hukum adatnya.

"Justru keberadaan desa adat harus terus diperkuat dan masyarakatnya harus lebih diberdayakan agar mampu memanfaatkan sumber daya alam di atas tanahnya yang telah diwarisi dari leluhur selama ratusan tahun," ujarnya.

Marwan pun mengingatkan dalam Undang-Undang Desa telah dinyatakan bahwa pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan oleh desa adat merupakan salah satu aspek untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat desa.

Kesejahteraan rakyat itu termasuk memperbanyak lapangan kerja, menekan laju urbanisasi, dan mengurangi kemiskinan di desa.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8025 seconds (0.1#10.140)