Indonesia Dinilai Perlu Tingkatkan Kerja Sama Intelijen

Minggu, 18 September 2016 - 16:55 WIB
Indonesia Dinilai Perlu Tingkatkan Kerja Sama Intelijen
Indonesia Dinilai Perlu Tingkatkan Kerja Sama Intelijen
A A A
JAKARTA - Indonesia dinilai perlu meningkatkan hubungan kerja sama dengan negara lain. Tidak hanya kerja sama investasi, tapi juga intelijen. Namun, kerja sama harus didasarkan atas kepentingan nasional.

Staf Khusus Presiden, Diaz Hendropriyono menilai hubungan Indonesia dengan Amerika perlu ditingkatkan, tidak hanya dalam bidang investasi tetapi juga kerja sama intelijen.

Namun kerja sama itu, tidak saja dengan Amerika, tetapi juga dengan negara lain, harus didasarkan pada kepentingan nasional.

"Misalnya kerja sama masalah intelijen, terutama yang berhubungan dengan hal yang penting saat ini, seperti hal cyber. Sehingga ada banyak hal yang bisa ditingkatkan dalam hubungan bilateral antara Indonesia dan Amerika Serikat," tutur Diaz Hendropriyono dalam sebuah diskusi, Sabtu 17 September 2016.

Diaz juga memberikan pandangan terkait kontroversi penutupan penjara Guantanamo Bay, Kuba. Penjara Guantanamo menjadi penting karena adanya Hambali di sana.

Dalam kaitan dengan Pilpres yang sedang berlangsung di Amerika, Dia melihat, siapapun yang terpilih, apakah Donald Trump atau Hillary Clinton tidak akan berpengaruh terhadap kelanjutan penjara Guantanamo.

Pasalnya, Donald Trump tidak berniat menutup Guantanamo dan Hillary Clinton yang juga berniat membawa tahanan Guantanamo ke pengadilan Federal, maka tidak ada perbedaan siapa yang terpilih dalam masalah ini. Karena pada akhirnya Hambali tidak akan kembali ke Indonesia.

"Namun, Indonesia tidak menginginkan Hambali untuk kembali ke Indonesia, seperti juga dikatakan oleh Pak Luhut (Menko bidang Kemaritiman)," ujarnya.

Diaz mengingatkan, meski dirinya saat ini sebagai Staf Khusus Presiden, tetapi apa yang disampaikan ini adalah pendapat pribadi. "Ini tentu bukan sikap resmi pemerintah atau Istana, tetapi ini pendapat pribadi," tuturnya.

Diketahui, Hambali yang diduga seorang WNI merupakan satu dari ratusan tahanan yang masih mendekam di penjara Guantanamo sejak Desember 2014 silam.

Hambali mempunyai banyak nama samaran, dianggap sebagai tahanan berisiko tinggi karena kedekatannya dengan petinggi Al-Qaeda dan posisinya sebagai anggota senior Jemaah Islamiyah (JI) serta dituduh bertanggung jawab terhadap beberapa peristiwa pengeboman di Asia Tenggara.

Topik lain yang menjadi perhatian Diaz terkait Indonesia yang akan bergabung dalam Kemitraan Trans Pasifik atau Trans Pacific Partnership (TPP).

Dia menilai kedua calon Presiden Amerika Serikat (AS) tidak terlalu tertarik dengan gagasan Kemitraan Trans Pasisik ini.

“TPP penting diangkat karena Presiden Jokowi menyatakan keinginan untuk masuk ke TPP. Namun, kedua kandidat, Hillary dan Trump, tampak tidak tertarik untuk meneruskan agenda TPP ini,” kata Diaz.

Diaz menjadi pembicara dalam acara Seminar dengan topik In the era of Trump and Clinton, Do We Want the Us in Asia? Perspectives on America's Role in Indonesia and the Asia Pacific.

Acara yang digelar oleh Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) itu dihadiri mantan diplomat Indonesia, diplomat asing, dan mayoritas mahasiswa. FPCI adalah sebuah organisasi yang didirikan oleh mantan Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat Dino Patti Djalal pada 2014 silam.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7748 seconds (0.1#10.140)