Jalan Ilegal ke Tanah Sakral

Senin, 29 Agustus 2016 - 13:19 WIB
Jalan Ilegal ke Tanah Sakral
Jalan Ilegal ke Tanah Sakral
A A A
Faisal Ismail
Guru Besar Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

DALAM struktur doktrin Islam, ibadah haji merupakan rukun Islam kelima yang wajib dilaksanakan di Tanah Suci Mekkah. Pelaksanaan ibadah haji di luar Tanah Suci adalah tidak sah. Ibadah haji ini diwajibkan kepada muslim yang sudah akil balig, sehat rohani-jasmani, dan mampu secara finansial. Bagi muslim yang tidak mampu secara finansial, ia tidak diwajibkan untuk berhaji. Ibadah haji hanya diwajibkan sebanyak satu kali seumur hidup dan muslim yang melaksanakan ibadah haji lebih dari satu kali, ibadah hajinya dinilai sunat.

Setelah bangunan Masjidilharam direnovasi dan diperluas dan fasilitas untuk para jamaah haji di Tanah Suci ditambah, maka kuota calon jamaah haji (calhaj) untuk negara-negara muslim ditambah pula. Sekarang ini kuota haji untuk Indonesia diperkirakan mencapai 168.000 jamaah. Bagian terbesar dari calhaj ini dikelola dan diberangkatkan secara resmi oleh Kemenag sebagai tugas nasional. Sebagian dari kuota haji ini dibagikan kepada biro perjalanan haji khusus yang dikelola oleh kalangan swasta. Diperkirakan jamaah haji yang dapat ditampung di Tanah Suci Mekkah sekitar 2,5-3 juta orang. Dengan jumlah ini, para jamaah haji tidak terlalu berjubel dan berdesakan dalam melaksanakan ibadah sehingga hal-hal yang tidak diinginkan dapat dicegah atau diminimalisasi.

***
Secara doktrinal teologis, haji merupakan ibadah murni yang oleh para pelakunya semata-mata ditujukan kepada Allah dan mereka secara tulus ikhlas mengharapkan pahala daripada-Nya. Tetapi di sisi lain, secara teknis operasional, penyelenggaraan ibadah haji mengandung unsur bisnis di mana biro perjalanan haji dapat memperoleh keuntungan. Di celah inilah, biro perjalanan haji tertentu yang tidak bertanggung jawab melakukan penipuan terhadap sebagian calhaj. Sekadar menyebut beberapa contoh, berikut ini praktik penipuan yang dilakukan oleh biro perjalanan haji yang tidak bertanggung jawab terhadap para calhaj. Dalam setiap praktik penipuan, tentu saja pihak yang sangat dirugikan adalah korban penipuan itu sendiri.

Di tahun 1960-an, Yayasan Ya Mualim (yayasan swasta) dituding melakukan penipuan terhadap calhaj. Banyak calhaj pada waktu itu yang sudah menyetor biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) dalam jumlah yang besar, tetapi mereka tidak bisa berangkat berhaji karena adanya penipuan yang dilakukan oleh biro itu. Biaya yang telah mereka setor dalam jumlah yang banyak kepada Yayasan tersebut tidak dikembalikan. Ketika Kemenag masih memberlakukan paspor khusus (warna ungu) kepada calhaj, ada sebagian calhaj yang menggunakan paspor hijau dan lolos berangkat naik haji. Biro perjalanan haji tertentu yang tidak bertanggung jawab “bermain” dan berhasil mengupayakan paspor hijau itu untuk para calhaj sehingga mereka dapat lolos pergi haji ke Tanah Suci.

Pada masa kepemimpinan Menag Suryadharma Ali (SDA), Menag mensinyalir banyaknya jamaah haji ilegal yang menunaikan ibadah haji di Tanah Suci. Menag SDA saat itu menggunakan istilah “haji nonkuota” yang sebenarnya merupakan jamaah haji ilegal karena pengurusan dokumen keimigrasian dan keberangkatan mereka ke Tanah Suci di luar sistem yang telah diatur dan ditetapkan oleh Kemenag. Bisa jadi karena mereka diiming-imingi oleh biro perjalanan haji yang tidak bertanggung jawab itu atau karena keawaman mereka tentang lika-liku urusan perhajian, para calhaj itu mendaftar melalui biro-biro perjalanan haji itu dan tidak mendaftar melalui sistem yang ada di Kemenag. Itulah sebabnya, mereka disebut haji nonkuota (ilegal) karena mereka tidak mendaftar dan tidak secara resmi diberangkatkan oleh Kemenag atau oleh biro perjalanan haji plus yang resmi dan terdaftar di Kemenag. Keberadaan jamaah haji ilegal tentu membuat Tanah Suci Mekkah semakin sesak, padat, dan overloaded.

Penipuan oleh biro perjalanan haji tertentu yang tidak bertanggung jawab terhadap para calhaj terus berlanjut sampai sekarang ini. Para korbannya adalah para calhaj yang bisa jadi tidak “well-informed “ tentang masalah lika-liku urusan perhajiaan atau mereka hendak menempuh jalan pintas yang tidak legal untuk segera bisa berhaji. Sama seperti motif praktik penipuan dalam bentuk apa pun dan terhadap siapa pun, motif praktik penipuan terhadap para calhaj adalah UUD (ujung-ujungnya duit).

Kali ini yang menjadi korban penipuan adalah sebanyak 177 calhaj Indonesia yang menggunakan paspor Filipina. Mereka telah tertahan beberapa hari lamanya di kantor imigrasi Filipina setelah pihak keimigrasian Filipina melakukan proses pemeriksaan terhadap paspor dan dokumen keimigrasian mereka yang ternyata dilaporkan tidak benar alias ilegal.

Diduga ada kerja sama antara sindikat biro pengirim calhaj di Indonesia dengan sindikat di Filipina yang mengupayakan paspor Filipina. Mereka dilaporkan membayar sekitar Rp150 juta per jamaah. Dengan cara itu, 177 calhaj WNI itu bisa memiliki paspor Filipina untuk berhaji ke Tanah Suci.

Menanggapi kasus calhaj WNI dengan paspor ilegal itu, Menag Lukman Hakim Saifuddin baru-baru ini mengatakan, praktik penipuan terhadap 177 calhaj WNI yang berpaspor Filipina itu merupakan kejahatan transnasional yang terorganisasi. Menang Lukman mengatakan pula bahwa para calhaj WNI tidak bisa berangkat haji dari negara lain. Menag juga mengingatkan dan memperingatkan agar para calhaj berhati-hati dalam memilih biro perjalanan haji agar tidak tertipu. Masyarakat diserukan untuk memilih biro perjalanan haji yang resmi, bertanggung jawab, dan terdaftar di Kemenag untuk menghindari adanya praktik-praktik penipuan.

Ibadah haji adalah ritual suci yang dikerjakan dan dilaksanakan oleh para jamaah haji semata-mata dengan motif dan niat karena Allah, ibadat murni yang ditujukan dan dipersembahkan semata-mata kepada Allah, dan para pelakunya secara tulus ikhlas mengharapkan pahala semata-mata dari Allah. Haji mabrur adalah harapan dan dambaan yang diinginkan oleh setiap jamaah haji. Sedangkan haji mardud (ditolak) adalah sama sekali bukan harapan dan dambaan setiap jamaah haji. Sudah seharusnya dan semestinya ibadat haji yang suci dan sakral itu dikerjakan dengan niat, motif, cara, dan prosedur yang baik, legal, dan benar.
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6258 seconds (0.1#10.140)