Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Turun, ICW: Campur Tangan Presiden Dibutuhkan

Senin, 13 Februari 2023 - 00:55 WIB
loading...
Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Turun, ICW: Campur Tangan Presiden Dibutuhkan
Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis (kanan) menyoroti turunnya Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia yang mengalami penurunan mendapat sorotan dari publik. Di mana IPK Indonesia merosot empat poin pada 2022.

Dalam indeks disebutkan Indonesia berada pada angka 34, turun dari sebelumnya 38. Selain itu, posisi Indonesia juga berada di posisi 110 dari 180 negara yang disurvei.

Transparency International Indonesia (TII) menyebut, rilis IPK Indonesia 2022 itu mengacu pada delapan sumber data dan penilaian ahli untuk mengukur korupsi sektor publik pada 180 negara dan teritori.



Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis menyebut, pemberantasan hukum memang politisasi. “Pertanyaannya, kemana politisasi itu mau dibawa? Keadilan itu jantung bangsa,” katanya dalam diskusi #Safari24 Total Politik bertajuk “Persepsi Korupsi Melorot, Kinerja Pemberantasan Korupsi Disorot” di Jakarta, Minggu (12/2/2023).



Dalam kasus pengadaan helikopter AW 101, Margarito menilai, ada proses hukum yang dipaksakan sejak kasus ini dimulai 2017. “Saya tergelitik, audit harusnya dilakukan BPKP, bukan internal KPK. Memang di pra peradilan sudah diakui kalau kasus ini layak untuk disidangkan, tapi menurut saya tetap ada masalah. Kita tidak mau ada pemberantasan korupsi yang prosesnya di luar kewenangan. Begitu hukum bobrok, habis bangsa ini,” ucapnya.

Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDI-Perjuangan Wayan Sudirta menyebut siapa pun yang menjadi pimpinan KPK tidak boleh menyimpang. “Lemahnya integritas dan kualitas penegak hukum di bidang-bidang seperti pengadaan barang dan jasa serta perizinan. Kita harus benahi, KPK juga kurang koordinasi dan supervisi. Reformasi birokrasi sudah dimulai tapi masih tertatih-tatih,” ungkap Wayan.

Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan hal tersebut adalah perkara teknis. “Terkait kasus AW itu perkara teknis, dalam hal perbedaan pendapat itu hal biasa. Nanti di persidangan bisa dibuktikan,” ungkap Fikri.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menilai harus ada perbaikan internal KPK. Presiden harus campur tangan untuk upaya pemberantasan korupsi saat ini. “Presiden adalah atasan administratif penegak hukum, campur tangannya sangat dibutuhkan saat ini,” katanya.
(cip)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1342 seconds (0.1#10.140)