Penenggelaman Kapal Asing Bukan Solusi
loading...
A
A
A
Penenggelaman kapal bukan berarti ditafsirkan dihapuskan. Tetapi, pada kepemimpinan Edhy Prabowo, penenggelaman kapal tidak lagi menjadi prioritas. Meski begitu, Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo, juga sempat melanjutkan kebijakan yang pernah dilakukan pendahulunya yakni dengan menenggelamkan delapan kapal asing illegal tatkala tiga bulan di awal masa jabatannya.
Prioritas penanganan kapal-kapal tersebut dialihkan terhadap kesejahteraan nelayan, seperti melakukan pembinaan kepada nelayan dan pembudidaya ikan. Jadi, di era kepemimpinan KKP yang baru, penenggelaman kapal diganti dengan prioritas pemanfaatan kapal. Dengan menurunkan intensitas penenggelaman kapal dan memanfaatkan kapal-kapal tangkapan sebagai aset negara, Indonesia dapat memperoleh keuntungan atas polemik tersebut. Dengan memilih memanfaatkan, seperti menghibahkan kapal tangkapan kepada nelayan, universitas, maupun digunakan oleh KKP, sehingga negara bisa menghemat anggaran sekaligus menambah aset negara tanpa membeli kapal baru.
Pelanggaran Berdasarkan Aspek Hukum
Mengkaji dari aspek hukum tampak pula beberapa kebijakan yang dilanggar dengan melakukan penghancuran kapal di laut. Seperti, kebijakan penghancuran kapal bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 17/2008 tentang Pelayaran dalam Pasal 116 ayat (1) menjelaskan bahwa keselamatan dan keamanan pelayaran berkaitan dengan keselamatan dan keamanan angkutan di perairan, pelabuhan, serta perlindungan lingkungan maritim. Selanjutnya, yang terkandung dalam Pasal 123 tentang tanggung jawab perlindungan maritim meliputi sistem pengamanan fasilitas pelabuhan yang mencakup menjaga laut dari pencemaran limbah dan bahan berbahaya seperti bahan yang beracun. Kedua aspek yang ditegaskan tersebut, nyata diabaikan dengan kebijakan pengeboman kapal di laut.
Selain mengabaikan menjaga lingkungan laut dari bahan yang berbahaya. Tindakan penenggelaman kapal tersebut, sekali lagi ditegaskan, mengabaikan pula keselamatan aktivitas pelayaran akibat dari serpihan kapal. Bahkan, penenggelaman kapal juga melanggar aturan dari United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982 yang melarang bahan non organik dibuang ke laut. UNCLOS telah lama menjadi hukum positif di Indonesia setelah Indonesia melakukan ratifikasi, ini menunjukan bahwa dalam melakukan kegiatan di wilayah perairan dan laut, Indonesia harus pula melihat UNCLOS 1982 tersebut sebagai bagian ketentuan rujukan hukum. Disamping itu, jika kita merujuk pada Undang-Undang Nomor 45/2009 tentang Perikanan, dalam Pasal 7 ayat (1) huruf o adalah semestinya negara melakukan upaya pencegahan pencemaran dan kerusakan sumber daya ikan dan lingkungan.
Berdasarkan uraian diatas menunjukkan bahwa penenggelaman kapal, bukan saja tidak memperoleh efek jera, tetapi juga menyebabkan kerusakan lingkungan dan bahkan tindakan itu dianggap mengabaikan keselamatan dan keamanan pelayaran. Artinya, apa yang telah dilakukan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo, dengan tidak lagi menjadikan penenggelaman kapal sebagai prioritas, hemat penulis, telah tepat.
Tak Sebatas Penenggelaman Kapal
Melihat realitas yang telah dilakukan KKP yang lalu, penulis sepakat, apa yang dikatakan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan baru, Edhy Prabowo, bahwa penenggelaman kapal merupakan terobosan bagus di era Susi Pudjiastuti. Namun, menjaga dan mengelola laut bukan hanya sekadar penenggelaman kapal saja. Langkah KKP, hemat penulis, yang telah mengkaji kembali kebijakan penenggelaman kapal dan tidak lagi dijadikan prioritas, patut diapresiasi.
Bagi penulis lebih mendukung kapal yang terbukti melakukan pencurian ikan, disita oleh negara. Disertai pemanfaatan potensi dari penyitaan kapal asing itu, seperti untuk pemenuhan kesejahteraan para nelayan dan pemberdayaan masyarakat dengan memberi peluang ekonomi berkelanjutan. Dapat pula dengan melakukan pemenuhan kualitas pembelajaran para pelajar yang berkutat dengan teknik perkapalan dan sejenisnya. Jadi, pengelolaan laut tidak melulu menggunakan pendekatan reaktif dan represif dan mengutamakan pemanfaatan kapal eks asing dengan benar dan tepat untuk kepentingan perindustrian perikanan Indonesia adalah upaya yang baik dan turut menunjukkan negara berperan menjaga ekosistem laut, selain berperan menjaga perairan Indonesia.
Prioritas penanganan kapal-kapal tersebut dialihkan terhadap kesejahteraan nelayan, seperti melakukan pembinaan kepada nelayan dan pembudidaya ikan. Jadi, di era kepemimpinan KKP yang baru, penenggelaman kapal diganti dengan prioritas pemanfaatan kapal. Dengan menurunkan intensitas penenggelaman kapal dan memanfaatkan kapal-kapal tangkapan sebagai aset negara, Indonesia dapat memperoleh keuntungan atas polemik tersebut. Dengan memilih memanfaatkan, seperti menghibahkan kapal tangkapan kepada nelayan, universitas, maupun digunakan oleh KKP, sehingga negara bisa menghemat anggaran sekaligus menambah aset negara tanpa membeli kapal baru.
Pelanggaran Berdasarkan Aspek Hukum
Mengkaji dari aspek hukum tampak pula beberapa kebijakan yang dilanggar dengan melakukan penghancuran kapal di laut. Seperti, kebijakan penghancuran kapal bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 17/2008 tentang Pelayaran dalam Pasal 116 ayat (1) menjelaskan bahwa keselamatan dan keamanan pelayaran berkaitan dengan keselamatan dan keamanan angkutan di perairan, pelabuhan, serta perlindungan lingkungan maritim. Selanjutnya, yang terkandung dalam Pasal 123 tentang tanggung jawab perlindungan maritim meliputi sistem pengamanan fasilitas pelabuhan yang mencakup menjaga laut dari pencemaran limbah dan bahan berbahaya seperti bahan yang beracun. Kedua aspek yang ditegaskan tersebut, nyata diabaikan dengan kebijakan pengeboman kapal di laut.
Selain mengabaikan menjaga lingkungan laut dari bahan yang berbahaya. Tindakan penenggelaman kapal tersebut, sekali lagi ditegaskan, mengabaikan pula keselamatan aktivitas pelayaran akibat dari serpihan kapal. Bahkan, penenggelaman kapal juga melanggar aturan dari United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982 yang melarang bahan non organik dibuang ke laut. UNCLOS telah lama menjadi hukum positif di Indonesia setelah Indonesia melakukan ratifikasi, ini menunjukan bahwa dalam melakukan kegiatan di wilayah perairan dan laut, Indonesia harus pula melihat UNCLOS 1982 tersebut sebagai bagian ketentuan rujukan hukum. Disamping itu, jika kita merujuk pada Undang-Undang Nomor 45/2009 tentang Perikanan, dalam Pasal 7 ayat (1) huruf o adalah semestinya negara melakukan upaya pencegahan pencemaran dan kerusakan sumber daya ikan dan lingkungan.
Berdasarkan uraian diatas menunjukkan bahwa penenggelaman kapal, bukan saja tidak memperoleh efek jera, tetapi juga menyebabkan kerusakan lingkungan dan bahkan tindakan itu dianggap mengabaikan keselamatan dan keamanan pelayaran. Artinya, apa yang telah dilakukan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo, dengan tidak lagi menjadikan penenggelaman kapal sebagai prioritas, hemat penulis, telah tepat.
Tak Sebatas Penenggelaman Kapal
Melihat realitas yang telah dilakukan KKP yang lalu, penulis sepakat, apa yang dikatakan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan baru, Edhy Prabowo, bahwa penenggelaman kapal merupakan terobosan bagus di era Susi Pudjiastuti. Namun, menjaga dan mengelola laut bukan hanya sekadar penenggelaman kapal saja. Langkah KKP, hemat penulis, yang telah mengkaji kembali kebijakan penenggelaman kapal dan tidak lagi dijadikan prioritas, patut diapresiasi.
Bagi penulis lebih mendukung kapal yang terbukti melakukan pencurian ikan, disita oleh negara. Disertai pemanfaatan potensi dari penyitaan kapal asing itu, seperti untuk pemenuhan kesejahteraan para nelayan dan pemberdayaan masyarakat dengan memberi peluang ekonomi berkelanjutan. Dapat pula dengan melakukan pemenuhan kualitas pembelajaran para pelajar yang berkutat dengan teknik perkapalan dan sejenisnya. Jadi, pengelolaan laut tidak melulu menggunakan pendekatan reaktif dan represif dan mengutamakan pemanfaatan kapal eks asing dengan benar dan tepat untuk kepentingan perindustrian perikanan Indonesia adalah upaya yang baik dan turut menunjukkan negara berperan menjaga ekosistem laut, selain berperan menjaga perairan Indonesia.
(ras)