Efek Gema Gangster
loading...
A
A
A
Sugeng Winarno
Dosen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Muhammadiyah Malang
FENOMENA gangster telah menjalar dari satu daerah ke daerah lain. Informasi seputar aksi para gangster itu menyebar lewat media massa dan beragam platform media sosial (medsos). Efek gema atau gaung (echo chamber effect) informasi aksi para gangster seakan menjadi ajakan kepada remaja lain untuk ikut bergabung. Viralnya sejumlah aksi gangster di beberapa kota punya efek gema yang kuat dan berpotensi diimitasi remaja lain.
Echo chamber dalam penjelasan singkat bisa diartikan sebagai ruang di dunia maya, tempat orang berteriak tanpa mau tahu dengan kondisi nyatanya. Echo chamber, efek gema atau gaung merupakan deskripsi metafora (metaphorical description) dari situasi yang membuat orang percaya pada sesuatu karena adanya pengulangan yang terus menerus. Informasi yang terus direpetisi berpeluang menimbulkan orang lain, terutama para remaja yang sedang mencari jati diri untuk meniru.
Baca Juga: koran-sindo.com
Gambar-gambar aksi anarkistis gangster banyak disebar lewat akun Facebook, Twitter, Instagram, TikTok, dan WhatsApp (WA). Tak hanya foto, sejumlah video juga bermunculan di medsos. Bahkan, beberapa video editan juga ramai di laman YouTube dan TikTok. Gambar bergerak aksi penangkapan gangster jadi adegan yang cukup heroik. Beragam materi visual dan audio visual aksi gangster menyita perhatian banyak remaja.
Gema Aksi Gangster
Semua informasi terkait aksi gangster yang beredar lewat medsos menjadi gema yang semakin kuat. Bisa jadi informasi yang beredar di medsos itu awalnya sebuah peristiwa biasa-biasa saja. Namun, karena pesan itu terus bergema, lantas sesuatu itu menjadi luar biasa. Kemampuan menggemakan informasi yang dimiliki medsos tak jarang menjerumuskan sejumlah remaja pada penilaian dan pemaknaan pesan yang keliru. Gema pesan di medsos itu bisa membuat banyak remaja terkadang tak mampu berpikir jernih dan logis.
Beredar viralnya beragam informasi tentang aksi dan penangkapan gangster di sejumlah wilayah justru berpotensi menjadikan sejumlah remaja tertarik menjadi gangster. Kesan bahwa menjadi gangster itu keren bisa menimbulkan keinginan remaja tertarik mencoba. Beragam narasi tentang gangster di medsos yang keliru perlu dilawan dengan pesan-pesan tandingan yang positif.
Informasi terkait aksi gangster terus menggema dan menggelembung karena sistem algoritma di medsos akan terus menyajikan berita dan informasi yang paling sering diklik. Ketika para pengguna medsos itu pernah mengakses informasi tentang aksi gangster tertentu misalnya, informasi terkait hal itu akan secara otomatis terus menjejali konten pesan di ruang maya mereka. Hal ini persis dengan pola penayangan iklan online yang terus mencekoki iklan sejenis pada mereka yang pernah mencari produk iklan tertentu.
Kebiasaan orang mengakses materi tertentu di linimasa akan menentukan algoritma dalam membagi-bagikan materi serupa kepada pengguna tersebut. Ketika segala berita dan informasi tentang gangster itu viral dan banyak diakses orang, otomatis algoritma akan menyuplai informasi sejenis secara rutin pada mereka yang awalnya mengakses tema tersebut.
Sayangnya, sistem algoritma tak mampu memilah informasi yang terkirim itu baik atau buruk efeknya, valid atau tidak, berdasar fakta atau hanya abal-abal. Semua disajikan berdasarkan kata kunci (keyword) tertentu yang sering dicari oleh pengguna internet. Kondisi inilah yang mampu menciptakan ruang gaung dalam interaksi di dunia maya. Seperti halnya suara gaung di dunia nyata, efek gaung tentu dapat mendistorsi suara aslinya. Demikian halnya dengan gaung informasi di dunia maya, efeknya bahkan bisa langsung ke dunia nyata.
Imitasi
Maraknya berita dan informasi seputar aksi gangster yang terus menggema lewat medsos dapat memicu proses peniruan (imitasi) di kalangan remaja. Tak sedikit remaja yang turut terpanggil dan ikut turun ke jalan dan mencoba menjadi gangster. Rasa penasaran muncul karena efek gaung yang didengungkan lewat medsos. Efek echo chamber informasi aksi gangster mampu memengaruhi sejumlah remaja di tempat lain.
Aksi kebrutalan para gangster telah meresahkan banyak warga. Di sejumlah daerah, sekelompok anak muda telah beraksi bengis melukai korbannya. Para gangster yang kebanyakan berusia remaja itu melakukan aksi brutal demi menunjukkan eksistensi dirinya. Tak semua aksi gangster dengan tujuan merebut harta korban. Banyak di antara aksi gangster yang puas saat melihat korbannya terluka.
Fenomena maraknya gangster karena ada unsur peniruan. Tak sedikit remaja yang meniru aksi gangster karena menjadi gangster terlihat keren. Seperti halnya banyak narasi yang digambarkan dalam konten-konten di medsos. Tak sedikit pula video dan film-film action di YouTube yang menggambarkan aksi para gangster dengan menunggang motor yang keren dan menyita perhatian banyak orang yang melihatnya.
Para gerombolan remaja yang telah tergabung menjadi gangster kecenderungannya apabila melakukan pelanggaran hukum, mereka akan merasa kuat karena mereka melakukannya secara bersama-sama. Kehadiran mereka secara berkelompok inilah yang menjadikan segerombolan gangster merasa kelompoknya sulit dikalahkan sehingga tak jarang gangster yang menganiaya dan melukai korbannya.
Kemunculan gangster di sejumlah tempat akhir-akhir ini memang harus dipahami dengan bijak. Masyarakat perlu membedakan antara begal atau rampok dan segerombolan gangster yang beranggotakan anak-anak muda yang sedang mencari jati diri dan butuh eksistensi. Sejatinya, para gangster yang terdiri atas anak-anak muda ini perlu dibina dan dibuatkan wadah untuk menunjukkan eksistensi diri mereka dan menampung potensi dirinya agar tersalurkan dengan baik.
Aksi para gangster bisa jadi akan sulit terbendung karena kuatnya efek echo chamber informasi di medsos. Untuk itu, membuat kontra narasi tentang gangster perlu dilakukan agar menutup peluang terjadinya peniruan. Narasi yang mengandung pesan bahwa gangster itu keren dan patut dicontoh perlu dilawan dengan aneka narasi baru yang lebih berdampak positif. Dengan kontra narasi maka algoritma komputer dan medsos akan muncul narasi gangster yang tak memicu terjadinya imitasi oleh para remaja.
Saat penetrasi medsos yang sangat kuat di kalangan masyarakat dan remaja perlu dibangun kesadaran dan kewaspadaan. Melalui kemampuan literasi media digital para pengguna medsos bisa menjadi kekuatan penting dalam memecah terjadinya gelembung informasi yang tercipta karena efek echo chamber.
Dosen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Muhammadiyah Malang
FENOMENA gangster telah menjalar dari satu daerah ke daerah lain. Informasi seputar aksi para gangster itu menyebar lewat media massa dan beragam platform media sosial (medsos). Efek gema atau gaung (echo chamber effect) informasi aksi para gangster seakan menjadi ajakan kepada remaja lain untuk ikut bergabung. Viralnya sejumlah aksi gangster di beberapa kota punya efek gema yang kuat dan berpotensi diimitasi remaja lain.
Echo chamber dalam penjelasan singkat bisa diartikan sebagai ruang di dunia maya, tempat orang berteriak tanpa mau tahu dengan kondisi nyatanya. Echo chamber, efek gema atau gaung merupakan deskripsi metafora (metaphorical description) dari situasi yang membuat orang percaya pada sesuatu karena adanya pengulangan yang terus menerus. Informasi yang terus direpetisi berpeluang menimbulkan orang lain, terutama para remaja yang sedang mencari jati diri untuk meniru.
Baca Juga: koran-sindo.com
Gambar-gambar aksi anarkistis gangster banyak disebar lewat akun Facebook, Twitter, Instagram, TikTok, dan WhatsApp (WA). Tak hanya foto, sejumlah video juga bermunculan di medsos. Bahkan, beberapa video editan juga ramai di laman YouTube dan TikTok. Gambar bergerak aksi penangkapan gangster jadi adegan yang cukup heroik. Beragam materi visual dan audio visual aksi gangster menyita perhatian banyak remaja.
Gema Aksi Gangster
Semua informasi terkait aksi gangster yang beredar lewat medsos menjadi gema yang semakin kuat. Bisa jadi informasi yang beredar di medsos itu awalnya sebuah peristiwa biasa-biasa saja. Namun, karena pesan itu terus bergema, lantas sesuatu itu menjadi luar biasa. Kemampuan menggemakan informasi yang dimiliki medsos tak jarang menjerumuskan sejumlah remaja pada penilaian dan pemaknaan pesan yang keliru. Gema pesan di medsos itu bisa membuat banyak remaja terkadang tak mampu berpikir jernih dan logis.
Beredar viralnya beragam informasi tentang aksi dan penangkapan gangster di sejumlah wilayah justru berpotensi menjadikan sejumlah remaja tertarik menjadi gangster. Kesan bahwa menjadi gangster itu keren bisa menimbulkan keinginan remaja tertarik mencoba. Beragam narasi tentang gangster di medsos yang keliru perlu dilawan dengan pesan-pesan tandingan yang positif.
Informasi terkait aksi gangster terus menggema dan menggelembung karena sistem algoritma di medsos akan terus menyajikan berita dan informasi yang paling sering diklik. Ketika para pengguna medsos itu pernah mengakses informasi tentang aksi gangster tertentu misalnya, informasi terkait hal itu akan secara otomatis terus menjejali konten pesan di ruang maya mereka. Hal ini persis dengan pola penayangan iklan online yang terus mencekoki iklan sejenis pada mereka yang pernah mencari produk iklan tertentu.
Kebiasaan orang mengakses materi tertentu di linimasa akan menentukan algoritma dalam membagi-bagikan materi serupa kepada pengguna tersebut. Ketika segala berita dan informasi tentang gangster itu viral dan banyak diakses orang, otomatis algoritma akan menyuplai informasi sejenis secara rutin pada mereka yang awalnya mengakses tema tersebut.
Sayangnya, sistem algoritma tak mampu memilah informasi yang terkirim itu baik atau buruk efeknya, valid atau tidak, berdasar fakta atau hanya abal-abal. Semua disajikan berdasarkan kata kunci (keyword) tertentu yang sering dicari oleh pengguna internet. Kondisi inilah yang mampu menciptakan ruang gaung dalam interaksi di dunia maya. Seperti halnya suara gaung di dunia nyata, efek gaung tentu dapat mendistorsi suara aslinya. Demikian halnya dengan gaung informasi di dunia maya, efeknya bahkan bisa langsung ke dunia nyata.
Imitasi
Maraknya berita dan informasi seputar aksi gangster yang terus menggema lewat medsos dapat memicu proses peniruan (imitasi) di kalangan remaja. Tak sedikit remaja yang turut terpanggil dan ikut turun ke jalan dan mencoba menjadi gangster. Rasa penasaran muncul karena efek gaung yang didengungkan lewat medsos. Efek echo chamber informasi aksi gangster mampu memengaruhi sejumlah remaja di tempat lain.
Aksi kebrutalan para gangster telah meresahkan banyak warga. Di sejumlah daerah, sekelompok anak muda telah beraksi bengis melukai korbannya. Para gangster yang kebanyakan berusia remaja itu melakukan aksi brutal demi menunjukkan eksistensi dirinya. Tak semua aksi gangster dengan tujuan merebut harta korban. Banyak di antara aksi gangster yang puas saat melihat korbannya terluka.
Fenomena maraknya gangster karena ada unsur peniruan. Tak sedikit remaja yang meniru aksi gangster karena menjadi gangster terlihat keren. Seperti halnya banyak narasi yang digambarkan dalam konten-konten di medsos. Tak sedikit pula video dan film-film action di YouTube yang menggambarkan aksi para gangster dengan menunggang motor yang keren dan menyita perhatian banyak orang yang melihatnya.
Para gerombolan remaja yang telah tergabung menjadi gangster kecenderungannya apabila melakukan pelanggaran hukum, mereka akan merasa kuat karena mereka melakukannya secara bersama-sama. Kehadiran mereka secara berkelompok inilah yang menjadikan segerombolan gangster merasa kelompoknya sulit dikalahkan sehingga tak jarang gangster yang menganiaya dan melukai korbannya.
Kemunculan gangster di sejumlah tempat akhir-akhir ini memang harus dipahami dengan bijak. Masyarakat perlu membedakan antara begal atau rampok dan segerombolan gangster yang beranggotakan anak-anak muda yang sedang mencari jati diri dan butuh eksistensi. Sejatinya, para gangster yang terdiri atas anak-anak muda ini perlu dibina dan dibuatkan wadah untuk menunjukkan eksistensi diri mereka dan menampung potensi dirinya agar tersalurkan dengan baik.
Aksi para gangster bisa jadi akan sulit terbendung karena kuatnya efek echo chamber informasi di medsos. Untuk itu, membuat kontra narasi tentang gangster perlu dilakukan agar menutup peluang terjadinya peniruan. Narasi yang mengandung pesan bahwa gangster itu keren dan patut dicontoh perlu dilawan dengan aneka narasi baru yang lebih berdampak positif. Dengan kontra narasi maka algoritma komputer dan medsos akan muncul narasi gangster yang tak memicu terjadinya imitasi oleh para remaja.
Saat penetrasi medsos yang sangat kuat di kalangan masyarakat dan remaja perlu dibangun kesadaran dan kewaspadaan. Melalui kemampuan literasi media digital para pengguna medsos bisa menjadi kekuatan penting dalam memecah terjadinya gelembung informasi yang tercipta karena efek echo chamber.
(bmm)