Kesetiakawanan Sosial, Wujudkan Perlindungan bagi Semua Pekerja
loading...
A
A
A
Berbeda dengan solidaritas mekanik yang diikat oleh “kesamaan” dalam bentuk kesadaran kolektif, solidaritas organik justru diikat oleh “perbedaan” dalam bentuk pembagian kerja. Dalam solidaritas organik, setiap orang memiliki tugas yang spesifik, dan saling bergantung antara satu dengan lainnya.
Dalam hal ini, kesetiakawanan sosial mengandung arti dari dua makna baik itu solidaritas mekanik dan organik. Artinya, pemberian perlindungan kepada pekerja yang dekat dengan orang yang mampu dapat berdasarkan dari adanya kesamaan, misal dari suku atau asal kelahiran yang sama.
Banyak keluarga di Indonesia mengambil tenaga kerja di rumahnya dengan merekrut berdasarkan kesamaan suku atau tempat kelahiran yang sama yang sifatnya tradisional. Juga atas solidaritas organik di mana ketergantungan mereka sangat tinggi sehingga sudah sewajarnya untuk memberikan jaminan perlindungan sosial yang memang menjadi hak setiap pekerja.
Dari pengertian juga terlihat kesetiakawanan sosial terkandung juga kegotongroyongan. Kedua hal tersebut telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia sejak zaman nenek moyang bangsa sehingga menjadi jiwa, semangat, dan prinsip kehidupan rakyat Indonesia. Sayangnya jika diperhatikan dengan cermat, sifat ini mulai berangsur-angsur menghilang. Maka, dengan program ‘Sertakan’ sifat gotong royong ini kembali dimunculkan dalam skala keluarga.
Memang, semua yang bekerja wajib dan berhak untuk mendapatkan jaminan perlindungan. Namun selama ini tidak semua pekerja mendapatkannya, utamanya para kaumvulnerable(rentan) yang bekerja di sektor informal.
Inilah saatnya untuk menjadikan momentum peringatan HKSN sebagai wujud kepedulian dan gotong royong bagi para pekerja yang tergolong kurang mampu dalam menopang kehidupan ekonomi untuk mendapatkan perlindungan. Harapannya, kegiatan ini akan dapat meningkatkan produktivitasnya dalam bekerja. Dengan, jaminan perlindungan sosial, maka akan membuat pekerja merasa nyaman, tidak pelu cemas saat dia harus bekerja dengan risiko yang dihadapinya.
Upaya menanamkan kembali nilai-nilai kesetiakawanan sosial harus dimulai sejak dini. Kita harus memulainya dari lingkungan sosial terdekat. Kita dapat melakukan internalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai kesetiakawanan sosial, mulai dari lingkungan keluarga, masyarakat, dan akhirnya pada tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Peringatan HKSN merupakan upaya untuk mengenang, menghayati dan meneladani semangat persatuan, kesatuan, kegotongroyongan, dan kekeluargaan rakyat Indonesia yang secara bahu-membahu mengetahui permasalahan dalam mempertahankan kedaulatan bangsa.
HKSN 2022 yang mengangkat tema “Bangkit Bersama Membangun Bangsa” menjadi satu titik di mana tujuan perlindungan sosial bagi seluruh pekerja Indonesia (universal coverage) dapat segera tercapai. Yaitu, untuk meningkatkan jumlah pekerja informal atau Bukan Penerima Upah (BPU) yang terlindungi program jaminan sosial ketenagakerjaan. Hal ini sekaligus menjawab profil tenaga kerja di Indonesia yang didominasi oleh pekerja di sektor informal yang menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) mencapai 77,9 juta orang.
Kepesertaan Jamsostek sejatinya bisa terus ditingkatkan. Sebagai gambaran, jika seluruh peserta penerima upah mendaftarkan dua orang pekerja BPU, maka sedikitnya ada 42 juta pekerja BPU yang telah terlindungi program Jamsostek, hanya dengan mengunduh aplikasi JMO atau melakukanupdateke versi terbaru. Kabar gembiranya hingga 13 Desember 2022 lalu telah terdafar peserta baru sejumlah 12.990 tenaga kerja melalui kegiatan ‘Sertakan’.
Dalam hal ini, kesetiakawanan sosial mengandung arti dari dua makna baik itu solidaritas mekanik dan organik. Artinya, pemberian perlindungan kepada pekerja yang dekat dengan orang yang mampu dapat berdasarkan dari adanya kesamaan, misal dari suku atau asal kelahiran yang sama.
Banyak keluarga di Indonesia mengambil tenaga kerja di rumahnya dengan merekrut berdasarkan kesamaan suku atau tempat kelahiran yang sama yang sifatnya tradisional. Juga atas solidaritas organik di mana ketergantungan mereka sangat tinggi sehingga sudah sewajarnya untuk memberikan jaminan perlindungan sosial yang memang menjadi hak setiap pekerja.
Dari pengertian juga terlihat kesetiakawanan sosial terkandung juga kegotongroyongan. Kedua hal tersebut telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia sejak zaman nenek moyang bangsa sehingga menjadi jiwa, semangat, dan prinsip kehidupan rakyat Indonesia. Sayangnya jika diperhatikan dengan cermat, sifat ini mulai berangsur-angsur menghilang. Maka, dengan program ‘Sertakan’ sifat gotong royong ini kembali dimunculkan dalam skala keluarga.
Memang, semua yang bekerja wajib dan berhak untuk mendapatkan jaminan perlindungan. Namun selama ini tidak semua pekerja mendapatkannya, utamanya para kaumvulnerable(rentan) yang bekerja di sektor informal.
Inilah saatnya untuk menjadikan momentum peringatan HKSN sebagai wujud kepedulian dan gotong royong bagi para pekerja yang tergolong kurang mampu dalam menopang kehidupan ekonomi untuk mendapatkan perlindungan. Harapannya, kegiatan ini akan dapat meningkatkan produktivitasnya dalam bekerja. Dengan, jaminan perlindungan sosial, maka akan membuat pekerja merasa nyaman, tidak pelu cemas saat dia harus bekerja dengan risiko yang dihadapinya.
Upaya menanamkan kembali nilai-nilai kesetiakawanan sosial harus dimulai sejak dini. Kita harus memulainya dari lingkungan sosial terdekat. Kita dapat melakukan internalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai kesetiakawanan sosial, mulai dari lingkungan keluarga, masyarakat, dan akhirnya pada tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Peringatan HKSN merupakan upaya untuk mengenang, menghayati dan meneladani semangat persatuan, kesatuan, kegotongroyongan, dan kekeluargaan rakyat Indonesia yang secara bahu-membahu mengetahui permasalahan dalam mempertahankan kedaulatan bangsa.
HKSN 2022 yang mengangkat tema “Bangkit Bersama Membangun Bangsa” menjadi satu titik di mana tujuan perlindungan sosial bagi seluruh pekerja Indonesia (universal coverage) dapat segera tercapai. Yaitu, untuk meningkatkan jumlah pekerja informal atau Bukan Penerima Upah (BPU) yang terlindungi program jaminan sosial ketenagakerjaan. Hal ini sekaligus menjawab profil tenaga kerja di Indonesia yang didominasi oleh pekerja di sektor informal yang menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) mencapai 77,9 juta orang.
Kepesertaan Jamsostek sejatinya bisa terus ditingkatkan. Sebagai gambaran, jika seluruh peserta penerima upah mendaftarkan dua orang pekerja BPU, maka sedikitnya ada 42 juta pekerja BPU yang telah terlindungi program Jamsostek, hanya dengan mengunduh aplikasi JMO atau melakukanupdateke versi terbaru. Kabar gembiranya hingga 13 Desember 2022 lalu telah terdafar peserta baru sejumlah 12.990 tenaga kerja melalui kegiatan ‘Sertakan’.