Kesetiakawanan Sosial, Wujudkan Perlindungan bagi Semua Pekerja
loading...
A
A
A
Muhammad Zuhri Bahri
Ketua Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan
Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional (HKSN) yang selalu diperingati oleh Komunitas Penyelenggara Pembangunan Kesejahteraan Sosial pada 20 Desember setiap tahunnya, tentu bukan hanya seremonial yang wajib diingat oleh semua lapisan masyarakat. Hari tersebut juga digunakan untuk mendorong semua warga yang mampu secara ekonomi dalam memberikan apresiasi dan semangat serta dukungan kepada sesamanya yang kurang mampu.
Peringatan tersebut juga sebagai ungkapan untuk menggambarkan rasa persaudaraan, solidaritas sesama manusia. Kesetiakawanan adalah perasaan seseorang yang bersumber dari rasa cinta kepada kehidupan bersama atau sesama kawan sehingga diwujudkan dengan amal nyata berupa pengorbanan dan kesediaan menjaga, membela, membantu, maupun melindungi terhadap kehidupan bersama.
Kesetiakawanan biasanya dikaitkan dengan kata sosial sehingga menjadi kesetiakawanan sosial. Frasa ini di dalamnya mengandung makna solidaritas sosial yang merupakan wujud dari potensi spiritual, komitmen bersama sekaligus jati diri bangsa.
Kesetiakawanan sosial merupakan nurani bangsa Indonesia yang teraplikasikan oleh sikap dan perilaku yang dilandasi oleh pengertian, kesadaran, keyakinan tanggung jawab, dan partisipasi sosial sesuai dengan kemampuan dari masing-masing warga negara masyarakat dengan semangat kebersamaan, kerelaan untuk berkorban demi sesama, kegotongroyongan dalam kebersamaan dan kekeluargaan.
Sebagai perwujudan nyata, masyarakat dapat mengungkapkannya dengan berbagai cara. Salah satunya dengan melakukan kepedulian dengan memberikan kepada orang-orang di sekitar kita pelindungan jaminan sosial ketenagakerjaan.
Baru-baru ini melalui aplikasi Jamsotek Mobile (JMO), BPJS Ketejagakerjaan atau BP Jamsotek meluncurkan program ‘Sertakan’, kependekan dari Sejahterakan Pekerja Sekitar Anda. Pada program ini semua orang yang memiliki kemampuan ekonomi lebih, dapat mewujudkan kepeduliannya terhadap pekerja di sekitarnya yang membantu di lingkungan kesehariannya yaitu di sekitar rumah mereka.
Dengan mengunduh dan menggunakan aplikasimobileyang mudah dan cepat, kepedulian terhadap sesama itu dapat dilakukan dari genggaman, mulai mendaftarkan dan membayarkan iuran yang akan melindungi orang-orang terdekat itu dalam menjalani risiko saat bekerja. Mereka adalah pekerja informal yang terdekat dengan kita seperti pembantu atau asisten rumah tangga, tukang kebun, atau sopir pribadi yang sehari-harinya mensupport kehidupan di rumah.
Solidaritas untuk Semua
Kegiatan semacam itu seperti yang dikemukakan oleh Emile Durkheim (1858–1917) dalamThe Division of Labor in Society, yang membahas tentang pembagian kerja spesifik dan kondisi solidaritas masyarakat. Ada dua konsep solidaritas dari pembagian kerja tersebut. Yaitu, solidaritas mekanik dan solidaritas organik. Ia menyatakan bahwa solidaritas mekanik identik dengan masyarakat tradisional, sedangkan solidaritas organik identik dengan masyarakat modern.
Dalam solidaritas mekanik, masyarakat diikat oleh sebuah konsep bernama kesadaran kolektif, atau “seluruh kepercayaan dan perasaan bersama yang dianggap umum dalam sebuah masyarakat”.
Berbeda dengan solidaritas mekanik yang diikat oleh “kesamaan” dalam bentuk kesadaran kolektif, solidaritas organik justru diikat oleh “perbedaan” dalam bentuk pembagian kerja. Dalam solidaritas organik, setiap orang memiliki tugas yang spesifik, dan saling bergantung antara satu dengan lainnya.
Dalam hal ini, kesetiakawanan sosial mengandung arti dari dua makna baik itu solidaritas mekanik dan organik. Artinya, pemberian perlindungan kepada pekerja yang dekat dengan orang yang mampu dapat berdasarkan dari adanya kesamaan, misal dari suku atau asal kelahiran yang sama.
Banyak keluarga di Indonesia mengambil tenaga kerja di rumahnya dengan merekrut berdasarkan kesamaan suku atau tempat kelahiran yang sama yang sifatnya tradisional. Juga atas solidaritas organik di mana ketergantungan mereka sangat tinggi sehingga sudah sewajarnya untuk memberikan jaminan perlindungan sosial yang memang menjadi hak setiap pekerja.
Dari pengertian juga terlihat kesetiakawanan sosial terkandung juga kegotongroyongan. Kedua hal tersebut telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia sejak zaman nenek moyang bangsa sehingga menjadi jiwa, semangat, dan prinsip kehidupan rakyat Indonesia. Sayangnya jika diperhatikan dengan cermat, sifat ini mulai berangsur-angsur menghilang. Maka, dengan program ‘Sertakan’ sifat gotong royong ini kembali dimunculkan dalam skala keluarga.
Memang, semua yang bekerja wajib dan berhak untuk mendapatkan jaminan perlindungan. Namun selama ini tidak semua pekerja mendapatkannya, utamanya para kaumvulnerable(rentan) yang bekerja di sektor informal.
Inilah saatnya untuk menjadikan momentum peringatan HKSN sebagai wujud kepedulian dan gotong royong bagi para pekerja yang tergolong kurang mampu dalam menopang kehidupan ekonomi untuk mendapatkan perlindungan. Harapannya, kegiatan ini akan dapat meningkatkan produktivitasnya dalam bekerja. Dengan, jaminan perlindungan sosial, maka akan membuat pekerja merasa nyaman, tidak pelu cemas saat dia harus bekerja dengan risiko yang dihadapinya.
Upaya menanamkan kembali nilai-nilai kesetiakawanan sosial harus dimulai sejak dini. Kita harus memulainya dari lingkungan sosial terdekat. Kita dapat melakukan internalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai kesetiakawanan sosial, mulai dari lingkungan keluarga, masyarakat, dan akhirnya pada tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Peringatan HKSN merupakan upaya untuk mengenang, menghayati dan meneladani semangat persatuan, kesatuan, kegotongroyongan, dan kekeluargaan rakyat Indonesia yang secara bahu-membahu mengetahui permasalahan dalam mempertahankan kedaulatan bangsa.
HKSN 2022 yang mengangkat tema “Bangkit Bersama Membangun Bangsa” menjadi satu titik di mana tujuan perlindungan sosial bagi seluruh pekerja Indonesia (universal coverage) dapat segera tercapai. Yaitu, untuk meningkatkan jumlah pekerja informal atau Bukan Penerima Upah (BPU) yang terlindungi program jaminan sosial ketenagakerjaan. Hal ini sekaligus menjawab profil tenaga kerja di Indonesia yang didominasi oleh pekerja di sektor informal yang menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) mencapai 77,9 juta orang.
Kepesertaan Jamsostek sejatinya bisa terus ditingkatkan. Sebagai gambaran, jika seluruh peserta penerima upah mendaftarkan dua orang pekerja BPU, maka sedikitnya ada 42 juta pekerja BPU yang telah terlindungi program Jamsostek, hanya dengan mengunduh aplikasi JMO atau melakukanupdateke versi terbaru. Kabar gembiranya hingga 13 Desember 2022 lalu telah terdafar peserta baru sejumlah 12.990 tenaga kerja melalui kegiatan ‘Sertakan’.
Data ini menunjukkan kepedulian kepada sesama untuk kenyamanan pekerja di sekeliling kita. Selamat Mencoba dan menjadi bagian dari orang yang peduli terhadap sesamnya untuk kesejahteraan seluruh pekerja di Indonesia. Terakhir penulis mengucapkan selamat merayakan HKSN untuk bangsa Indonesia kita tercinta.
Ketua Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan
Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional (HKSN) yang selalu diperingati oleh Komunitas Penyelenggara Pembangunan Kesejahteraan Sosial pada 20 Desember setiap tahunnya, tentu bukan hanya seremonial yang wajib diingat oleh semua lapisan masyarakat. Hari tersebut juga digunakan untuk mendorong semua warga yang mampu secara ekonomi dalam memberikan apresiasi dan semangat serta dukungan kepada sesamanya yang kurang mampu.
Peringatan tersebut juga sebagai ungkapan untuk menggambarkan rasa persaudaraan, solidaritas sesama manusia. Kesetiakawanan adalah perasaan seseorang yang bersumber dari rasa cinta kepada kehidupan bersama atau sesama kawan sehingga diwujudkan dengan amal nyata berupa pengorbanan dan kesediaan menjaga, membela, membantu, maupun melindungi terhadap kehidupan bersama.
Kesetiakawanan biasanya dikaitkan dengan kata sosial sehingga menjadi kesetiakawanan sosial. Frasa ini di dalamnya mengandung makna solidaritas sosial yang merupakan wujud dari potensi spiritual, komitmen bersama sekaligus jati diri bangsa.
Kesetiakawanan sosial merupakan nurani bangsa Indonesia yang teraplikasikan oleh sikap dan perilaku yang dilandasi oleh pengertian, kesadaran, keyakinan tanggung jawab, dan partisipasi sosial sesuai dengan kemampuan dari masing-masing warga negara masyarakat dengan semangat kebersamaan, kerelaan untuk berkorban demi sesama, kegotongroyongan dalam kebersamaan dan kekeluargaan.
Sebagai perwujudan nyata, masyarakat dapat mengungkapkannya dengan berbagai cara. Salah satunya dengan melakukan kepedulian dengan memberikan kepada orang-orang di sekitar kita pelindungan jaminan sosial ketenagakerjaan.
Baru-baru ini melalui aplikasi Jamsotek Mobile (JMO), BPJS Ketejagakerjaan atau BP Jamsotek meluncurkan program ‘Sertakan’, kependekan dari Sejahterakan Pekerja Sekitar Anda. Pada program ini semua orang yang memiliki kemampuan ekonomi lebih, dapat mewujudkan kepeduliannya terhadap pekerja di sekitarnya yang membantu di lingkungan kesehariannya yaitu di sekitar rumah mereka.
Dengan mengunduh dan menggunakan aplikasimobileyang mudah dan cepat, kepedulian terhadap sesama itu dapat dilakukan dari genggaman, mulai mendaftarkan dan membayarkan iuran yang akan melindungi orang-orang terdekat itu dalam menjalani risiko saat bekerja. Mereka adalah pekerja informal yang terdekat dengan kita seperti pembantu atau asisten rumah tangga, tukang kebun, atau sopir pribadi yang sehari-harinya mensupport kehidupan di rumah.
Solidaritas untuk Semua
Kegiatan semacam itu seperti yang dikemukakan oleh Emile Durkheim (1858–1917) dalamThe Division of Labor in Society, yang membahas tentang pembagian kerja spesifik dan kondisi solidaritas masyarakat. Ada dua konsep solidaritas dari pembagian kerja tersebut. Yaitu, solidaritas mekanik dan solidaritas organik. Ia menyatakan bahwa solidaritas mekanik identik dengan masyarakat tradisional, sedangkan solidaritas organik identik dengan masyarakat modern.
Dalam solidaritas mekanik, masyarakat diikat oleh sebuah konsep bernama kesadaran kolektif, atau “seluruh kepercayaan dan perasaan bersama yang dianggap umum dalam sebuah masyarakat”.
Berbeda dengan solidaritas mekanik yang diikat oleh “kesamaan” dalam bentuk kesadaran kolektif, solidaritas organik justru diikat oleh “perbedaan” dalam bentuk pembagian kerja. Dalam solidaritas organik, setiap orang memiliki tugas yang spesifik, dan saling bergantung antara satu dengan lainnya.
Dalam hal ini, kesetiakawanan sosial mengandung arti dari dua makna baik itu solidaritas mekanik dan organik. Artinya, pemberian perlindungan kepada pekerja yang dekat dengan orang yang mampu dapat berdasarkan dari adanya kesamaan, misal dari suku atau asal kelahiran yang sama.
Banyak keluarga di Indonesia mengambil tenaga kerja di rumahnya dengan merekrut berdasarkan kesamaan suku atau tempat kelahiran yang sama yang sifatnya tradisional. Juga atas solidaritas organik di mana ketergantungan mereka sangat tinggi sehingga sudah sewajarnya untuk memberikan jaminan perlindungan sosial yang memang menjadi hak setiap pekerja.
Dari pengertian juga terlihat kesetiakawanan sosial terkandung juga kegotongroyongan. Kedua hal tersebut telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia sejak zaman nenek moyang bangsa sehingga menjadi jiwa, semangat, dan prinsip kehidupan rakyat Indonesia. Sayangnya jika diperhatikan dengan cermat, sifat ini mulai berangsur-angsur menghilang. Maka, dengan program ‘Sertakan’ sifat gotong royong ini kembali dimunculkan dalam skala keluarga.
Memang, semua yang bekerja wajib dan berhak untuk mendapatkan jaminan perlindungan. Namun selama ini tidak semua pekerja mendapatkannya, utamanya para kaumvulnerable(rentan) yang bekerja di sektor informal.
Inilah saatnya untuk menjadikan momentum peringatan HKSN sebagai wujud kepedulian dan gotong royong bagi para pekerja yang tergolong kurang mampu dalam menopang kehidupan ekonomi untuk mendapatkan perlindungan. Harapannya, kegiatan ini akan dapat meningkatkan produktivitasnya dalam bekerja. Dengan, jaminan perlindungan sosial, maka akan membuat pekerja merasa nyaman, tidak pelu cemas saat dia harus bekerja dengan risiko yang dihadapinya.
Upaya menanamkan kembali nilai-nilai kesetiakawanan sosial harus dimulai sejak dini. Kita harus memulainya dari lingkungan sosial terdekat. Kita dapat melakukan internalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai kesetiakawanan sosial, mulai dari lingkungan keluarga, masyarakat, dan akhirnya pada tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Peringatan HKSN merupakan upaya untuk mengenang, menghayati dan meneladani semangat persatuan, kesatuan, kegotongroyongan, dan kekeluargaan rakyat Indonesia yang secara bahu-membahu mengetahui permasalahan dalam mempertahankan kedaulatan bangsa.
HKSN 2022 yang mengangkat tema “Bangkit Bersama Membangun Bangsa” menjadi satu titik di mana tujuan perlindungan sosial bagi seluruh pekerja Indonesia (universal coverage) dapat segera tercapai. Yaitu, untuk meningkatkan jumlah pekerja informal atau Bukan Penerima Upah (BPU) yang terlindungi program jaminan sosial ketenagakerjaan. Hal ini sekaligus menjawab profil tenaga kerja di Indonesia yang didominasi oleh pekerja di sektor informal yang menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) mencapai 77,9 juta orang.
Kepesertaan Jamsostek sejatinya bisa terus ditingkatkan. Sebagai gambaran, jika seluruh peserta penerima upah mendaftarkan dua orang pekerja BPU, maka sedikitnya ada 42 juta pekerja BPU yang telah terlindungi program Jamsostek, hanya dengan mengunduh aplikasi JMO atau melakukanupdateke versi terbaru. Kabar gembiranya hingga 13 Desember 2022 lalu telah terdafar peserta baru sejumlah 12.990 tenaga kerja melalui kegiatan ‘Sertakan’.
Data ini menunjukkan kepedulian kepada sesama untuk kenyamanan pekerja di sekeliling kita. Selamat Mencoba dan menjadi bagian dari orang yang peduli terhadap sesamnya untuk kesejahteraan seluruh pekerja di Indonesia. Terakhir penulis mengucapkan selamat merayakan HKSN untuk bangsa Indonesia kita tercinta.
(ynt)