Mengenal Soemitro, Jenderal TNI Bintang Empat Mantan Prajurit PETA Bentukan Jepang

Sabtu, 17 Desember 2022 - 14:44 WIB
loading...
A A A
Pada 1958, Soemitro mengikuti Sekolah Infanteri Angkatan Darat Amerika Serikat di Fort Benning. Sekembali dari negeri Paman Sam, ia mendapat jabatan sebagai Komandan Pusat Senjata Infanteri. Soemitro memegang jabatan itu hingga 1963 sekaligus merangkap sebagai Ketua Dewan Perencanaan Angkatan Darat.

Soemitro kembali melanjutkan pendidikan militernya. Ia masuk Sekolah Staf dan Komando ABRI. Setelah selesai, Soemitro berangkat ke luar negeri untuk belajar di Fuhrungsakademie der Bundeswehr di Hamburg, Jerman Barat.

Pulang ke Tanah Air, pada 1965, Soemitro diangkat menjadi Panglima Kodam IX/Mulawarman yang membawahi wilayah Kalimantan Timur. Ia membangun reputasi sebagai jenderal antikomunis dengan menangkapi para pejabat yang terkait Partai Komunis Indonesia (PKI) di Kalimantan Timur. Tindakan itu mendapat teguran dari Presiden Soekarno.

Pada akhir 1965, Panglima Angkatan Darat Mayor Jenderal Soeharto yang tengah berupaya mengambil alih kekuasaan, kemudian menarik Soemitro ke Jakarta untuk menjadi stafnya. Penarikan ini sebagai strategi mendapatkan dukungan dari para perwira dari berbagai etnis. Soemitro dan Basuki Rahmat mewakili Provinsi Jawa Timur.

Ketegangan politik yang terjadi pada Maret 1996 mendorong Soeharto mengumpulkan perwira Angkatan Darat. Soeharto menyampaikan bahwa Presiden Soekarno perlu dipisahkan dengan sejumlah menteri yang diduga terlibat dalam G30S/PKI. Dalam pertemuan itu diputuskan melakukan penangkapan terhadap menteri-menteri tersebut saat sidang pelantikan Kabinet Dwikora pada 11 Maret 1966. Sebagai pelaksananya adalah Resimen Parakommando Angkatan Darat (RPKAD).

Soemitro yang bertugas mencatat perintah kemudian meneruskannya kepada pasukan. Saat pasukan sudah mulai bergerak, salah satu staf pribadi Soeharto, Alamsyah Ratu Prawiranegara menelepon Soemitro untuk menarik pasukan karena Soeharto berubah pikiran. Namun perintah Soeharto itu terlambat, operasi sudah berjalan, Soemitro tak bisa menarik pasukan. Pergerakan ini kemudian yang mendasari Presiden Soekarno mengeluarkan Surat 11 Maret atau dikenal Supersemar.

Soemitro yang loyal kepada Soeharto kemudian ditugaskan kembali ke Jawa Timur menjadi Panglima Kodam VIII/Brawijaya pada pertengahan 1966. Bukan tugas mudah untuk mengamankan Jawa Timur mengingat wilayah ini merupakan provinsi asal Soekarno. Namun dengan kemampuan yang dimiliki, Soemitro berhasil menghilangkan sentimen pro Soekarno dalam komandonya.

Ketika Soeharto dilantik menjadi Plt Presiden RI pada 1967, Soemitro ditarik ke Jakarta. Dia ditempatkan menjadi Asisten Operasi Panglima Angkatan Darat. Karier Soemitro terus menanjak. Dua tahun kemudian, ia dipercaya menjabat Kepala Staf Menteri Pertahanan dan Keamanan.

Berdasarkan buku Soemitro dari Pangdam Mulawarman sampai Pangkopkamtib karya Ramadhan KH (1994), semrawutnya organisasi militer dan melemahnya kewibawaan tentara pasca peristiwa G30S/PKI, mendorong dilakukan reorganisasi pada 1969. Situasi ini mengantarkan Soemitro menduduki jabatan Wakil Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Wapangkopkamtib) yang memiliki tugas mengembalikan kondisi keamanan dan ketertiban.

Soemitro meraih pangkat jenderal penuh, empat bintang, pada 1970. Setahun kemudian dia juga mencapai puncak karier militernya, menjadi Panglima Kopkamtib merangkap Wakil Panglima ABRI. Jabatan Pangkopkamtib sangat prestisius karena memiliki kewenangan penuh atas keamanan dan ketertiban di Indonesia.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1180 seconds (0.1#10.140)