Mengenal Soemitro, Jenderal TNI Bintang Empat Mantan Prajurit PETA Bentukan Jepang

Sabtu, 17 Desember 2022 - 14:44 WIB
loading...
Mengenal Soemitro, Jenderal TNI Bintang Empat Mantan Prajurit PETA Bentukan Jepang
Jenderal TNI (Purn) Soemitro pernah menjabat sebagai Pangkopkamtib merangkap Wakil Panglima ABRI di zaman Orde Baru. FOTO/REPRO Buku Soemitro dari Pangdam Mulawarman sampai Pangkopkamtib
A A A
JAKARTA - Soemitro merupakan Jenderal TNI yang sangat berpengaruh di masa awal kepemimpinan Presiden Soeharto. Memulai karier sebagai tentara sukarela Pembela Tanah Air (PETA) bentukan penjajah Jepang, Soemitro dipercaya menduduki dua jabatan penting sekaligus, Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) dan Wakil Panglima ABRI.

Namun Soemitro harus mengakhiri karier militernya setelah peristiwa Malari meletus. Kerusuhan yang terjadi pada 15 Januari 1974 itu menyebabkan 11 orang tewas, 300 luka-luka, dan 775 ditangkap. Sebagai pertanggungjawaban, Soemitro mundur dari jabatan Pangkopkamtib. Dua bulan setelahnya, ia juga melepaskan jabatan Wakil Panglima ABRI.

Nama lengkapnya Soemitro Sastrodihardjo. Ia lahir di Probolinggo, Jawa Timur, 13 Januari 1927. Ayahnya adalah seorang kasir di Pabrik Gula Gending sekaligus aktivis Partai Nasional Indonesia (PNI), sementara ibunya merupakan ibu rumah tangga biasa.

Baca juga: Rivalitas 2 Jenderal Kepercayaan Presiden, Penuh Intrik dan Saling Jegal

Soemitro kecil mengenyam pendidikan dasar di Hollandsch Inlandsche School (HIS), sekolah untuk bumiputera di zaman penjajahan Belanda. Selesai dari HIS, ia melanjutkan pendidikan di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) dan lulus pada 1944.

Selepas sekolah menengah pertama, Soemitro mendaftar sebagai tentara sukarela Pembela Tanah Air (PETA). Waktu itu, satuan militer bentukan Jepang membuka lowongan sebagai prajurit pembantu. Soemitro diterima dan diberangkatkan ke Bogor, Jawa Barat untuk mengikuti pendidikan.

Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada 1945, seperti kebanyakan tentara PETA, Soemitro juga bergabung dengan Badan Keamanan Rakyat (BKR), cikal bakal Tentara Nasional Indonesia (TNI). Saat Agresi Belanda II, Soemitro menjabat sebagai Wakil Komandan Sub-Wehkreise di Malang. Dia sukses melakukan perang wingate atau perang gerilya sesuai instruksi Panglima Komando Jawa, Kolonel Nasution, untuk mengamankan wilayahnya.

Sadar pendidikan mendukung karier di militer, pada 1952, Soemitro masuk Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (Seskoad) di Bandung, Jawa Barat. Namun di tengah Soemitro menjalani pendidikan, terjadi peristiwa 17 Oktober 1952 yang dipicu konflik internal Angkatan Darat dan partai politik. Saat itu, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Kolonel AH Nasution menempatkan tank-tank di sekitar Istana Presiden untuk mendesak Presiden Soekarno membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat Sementara (DPRS).

Seperti diceritakan dalam buku Jenderal Purnawirana Soemitro: Mengungkap Masalah, Menatap Masa Depan (Sebuah Refleksi), Soemitro yang diperintah membela pemerintah pusat, termasuk orang yang dikejar-kejar. Namun ia berhasil melarikan diri ke Jawa Timur. Setelah situasi mereda, ia kembali ke Bandung untuk menyelesaikan pendidikan Seskoad.

Lulus dari Seskoad, karier Soemitro moncer. Ia diangkat menjadi Asisten 2 Panglima Tentara Teritorium (TT) V/Brawijaya. Kemudian jabatannya naik menjadi Kepala Staf Resimen pada 1953 dan Komandan Resimen pada 1955. Setahun kemudian, Soemitro kembali Bandung menjadi pengajar di Seskoad sekaligus mengambil Sekolah Lanjutan Perwira II.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1273 seconds (0.1#10.140)