Belajar Makna Menang, Imbang, Kalah, dan Mengalah melalui Sepakbola

Jum'at, 16 Desember 2022 - 18:10 WIB
loading...
A A A
Kita yakin kompetisi kelas dunia seperti ini pasti fair, tidak ada rekayasa atau ditentukan pemenangnya di awal permulaan. Namun terkadang masih ada juga orang yang menduga laga-laga pertandingan isinya hanya permainan, masih dicurigai ada sutradara yang bisa mengatur kemenangan. Kalau kondisi ini masih terjadi, dipastikan ada salah satu klub ada yang diminta ngalah.

Kapan kondisi atau istilah ngalah muncul? Pertanyaan ini mengingatkan saya pada peristiwa beberapa tahun silam. Di sela-sela hadir sebagai pengunjung acara Muktamar NU di Pondok Pesantren Cipasung Tasikmalaya Jawa Barat pada 1994, saya menyempatkan berkunjung ke Pondok Pesantren al-Inabah yang diasuh oleh Syeikh Ahmad Shahibul Wafa Tajul Arifin atau yang dikenal dengan panggilan Abah Anom.

Saya tertarik berkunjung ke pondok pesantren ini karena mendengar cerita teman-teman dan pelbagai sumber yang saya baca terkait proses penyembuhan dengan metode inabah bagi eks pengguna dan pecandu narkoba. Alhamdulillah saya bisa sowan ke Abah Anom dan bisa bertemu cukup lama.

Ketika itu saya dapat penjelasan dari beliau mengenai makna gerakan zikir yang biasa diamalkan oleh pengamal Thariqah Qadiriyah Naqshabandiyah. Beliau menjelaskan makna-makna simbolik di balik gerakan-gerakan penganut thariqah ini ketika melafalkan kalimat la ilaaha iIlallah dengan menggelengkan kepalanya ke depan belakang, kiri kanan, dan atas bawah.

Setelah mendapat wejangan seputar thariqah, saya diizinkan menginap di kediaman beliau. Saya dipersilakan menuju barak di lantai dua. Betapa gagetnya, di ruang ini sudah banyak penghuni sebelumnya. Bukan banyaknya yang mengagetkan tetapi di antara mereka adalah orang-orang yang kurang waras secara fisik karena mereka adalah para korban pengguna narkoba yang masih dalam proses rehabilitasi. Ada yang ngomel-ngomel sendiri dan ada juga yang berteriak-teriak. Yang sebenarnya menjadi pertanyaan dalam hati saya adalah kenapa Abah Anom menempatkan saya tidur bersama mereka. Saya terus merenung-renung dan bertanya dalam hati.

Sebelumnya saya sering dengar ungkapan “yang waras ngalah”dan saya kurang memahami maknanya. Setelah saya bertemu kondisi ini baru saya menyadari. Dalam kondisi tertentu atau kondisi yang tidak normal yang waras memang harus ngalah.

Kita juga bisa melihat contoh lain, mengapa jargon satu kementerian yaitu utamakan keselamatan bukan utamakan kebenaran. Karena ternyata di jalan raya itu adalah termasuk kondisi yang tidak normal. Kadang-kadang kita bertemu dengan pengguna jalan yang ugal-ugalan, pengemudi mabuk, SIM-nya palsu, orang yang baru bisa mengemudi dan lain-lain. Dalam kondisi seperti ini, kita harus mengutamakan keselamatan bukan kebenaran. Benar tetapi bonyok gimana?

Bagaimana kalau ada yang ngomong dan komentar seperti ini, “Kalau yang waras ngalah yang gila yang berkuasa. Dan, terkadang ada yang menimpali, “Kalau yang waras tidak mau ngalah maka berarti sama gilanya. Lalu yang betul mana? Kita sama-sama berdoa saja. Semoga yang waras tidak ikut gila, yang gila segera waras.Gituaja kok repot.
(bmm)
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1713 seconds (0.1#10.140)