Belajar Makna Menang, Imbang, Kalah, dan Mengalah melalui Sepakbola
loading...
A
A
A
Imam Safe’i
Karo AUPK UIN SGD Bandung
SALAH satu jenis olahraga yang banyak penggemarnya dan memiliki event besar adalah sepak bola. Level penyelenggaraannya dari tingkat desa hingga dunia. Penonton, penggemar dan pencintanya dari anak-anak hingga orang dewasa. Penggemar dan pencinta sepak bola sangat beragam dari semua profesi, pendidikan, etnis, suku, dan agama. Semua latar ini akan sangat mewarnai ketika tim yang didukungnya berlaga.
Bagi negara yang ditunjuk atau ditetapkan sebagai penyelenggara turnamen sepakbola, apalagi pada level dunia, ini sungguh prestasi dan prestise yang luar biasa.
Baca Juga: koran-sindo.com
Seperti yang kita saksikan pada pembukaan World Cup 2022 Qatar, sungguh memukau apa yang dipersiapkan oleh tuan rumah. Ternyata semua yang disediakan bisa melebihi ekspektasi dari masyarakat persepabolaan dunia. Kita sangat berharap, melalui event pertandingan sepak bola dunia ini, dampaknya bisa meningkatkan kesejahteraan warga, mempererat hubungan antarnegara dan memperkokoh persaudaraan antar bangsa. Sehingga sepak bola bukan hanya semata olah raga tetapi juga menjadi sarana membangun perdamaian dunia.
Qatar, Nobar, Ngobar
Di acara pembukaan World Cup 2022 Qatar, banyak sekali ucapan-ucapan pujian apresiatif terhadap kesungguhan tuan rumah yang mampu memberikan layanan kepada penonton, pemain, dan pecinta sepak bola yang tidak bisa langsung hadir di lapangan terbuka.
Menyaksikan World Cup tahun ini bisa hadir langsung di negara Qatar, bisa pula melalui smartphone, televisi dan tidak sedikit yang dikemas dengan acara nonton bareng (nobar). Dalam Nobar ini biasanya juga disertai ngopi bareng (ngobar). Inilah salah satu dampak ekonominya. Kafe-kafe, warung kopi dan beberapa hotel menyediakan fasilitas ngobar.
Menonton sepak bola pada laga Piala Dunia ini memang beragam dampaknya. Ada yang sangat terhibur sehingga mereka betul-betul merencakan dan menikmati di setiap pertandingan, dan ada pula yang sekadar ikut-ikutan yang penting bisa kumpul ngopi bareng dengan kawan-kawan. Dan kita semua yakin bahwa di setiap kompetisi dan pertandingan pasti ada hikmah dan pelajaran bagi mereka yang bisa membuka akal dan pikiran.
Menang, Kalah, Berimbang dan Mengalah
Mari sama-sama belajar dan merenungkan, dalam laga World Cup 2022 tahun ini, kita bisa menyaksikan semua tim sepak bola bekerja keras untuk memenangkan pertandingan. Tim manapun akan bergembira dan menerima bila dinyatakan sebagai pemenang. Tetapi jika kalah atau seri, terkadang tidak ikhlas dan bahkan mencari kesalah-kesalahan pihak lain. Bisa wasit yang disalahkan atau musuh yang dianggap melakukan kecurangan.
Padahal, kalau saja mau ikhlas menerima kekalahan dan berupaya bersikap jujur untuk melakukan koreksi yang komprehensif, bisa jadi akan mengubah posisi berbalik menjadi pemenang pada laga yang akan datang.
Kita yakin kompetisi kelas dunia seperti ini pasti fair, tidak ada rekayasa atau ditentukan pemenangnya di awal permulaan. Namun terkadang masih ada juga orang yang menduga laga-laga pertandingan isinya hanya permainan, masih dicurigai ada sutradara yang bisa mengatur kemenangan. Kalau kondisi ini masih terjadi, dipastikan ada salah satu klub ada yang diminta ngalah.
Kapan kondisi atau istilah ngalah muncul? Pertanyaan ini mengingatkan saya pada peristiwa beberapa tahun silam. Di sela-sela hadir sebagai pengunjung acara Muktamar NU di Pondok Pesantren Cipasung Tasikmalaya Jawa Barat pada 1994, saya menyempatkan berkunjung ke Pondok Pesantren al-Inabah yang diasuh oleh Syeikh Ahmad Shahibul Wafa Tajul Arifin atau yang dikenal dengan panggilan Abah Anom.
Saya tertarik berkunjung ke pondok pesantren ini karena mendengar cerita teman-teman dan pelbagai sumber yang saya baca terkait proses penyembuhan dengan metode inabah bagi eks pengguna dan pecandu narkoba. Alhamdulillah saya bisa sowan ke Abah Anom dan bisa bertemu cukup lama.
Ketika itu saya dapat penjelasan dari beliau mengenai makna gerakan zikir yang biasa diamalkan oleh pengamal Thariqah Qadiriyah Naqshabandiyah. Beliau menjelaskan makna-makna simbolik di balik gerakan-gerakan penganut thariqah ini ketika melafalkan kalimat la ilaaha iIlallah dengan menggelengkan kepalanya ke depan belakang, kiri kanan, dan atas bawah.
Setelah mendapat wejangan seputar thariqah, saya diizinkan menginap di kediaman beliau. Saya dipersilakan menuju barak di lantai dua. Betapa gagetnya, di ruang ini sudah banyak penghuni sebelumnya. Bukan banyaknya yang mengagetkan tetapi di antara mereka adalah orang-orang yang kurang waras secara fisik karena mereka adalah para korban pengguna narkoba yang masih dalam proses rehabilitasi. Ada yang ngomel-ngomel sendiri dan ada juga yang berteriak-teriak. Yang sebenarnya menjadi pertanyaan dalam hati saya adalah kenapa Abah Anom menempatkan saya tidur bersama mereka. Saya terus merenung-renung dan bertanya dalam hati.
Sebelumnya saya sering dengar ungkapan “yang waras ngalah”dan saya kurang memahami maknanya. Setelah saya bertemu kondisi ini baru saya menyadari. Dalam kondisi tertentu atau kondisi yang tidak normal yang waras memang harus ngalah.
Kita juga bisa melihat contoh lain, mengapa jargon satu kementerian yaitu utamakan keselamatan bukan utamakan kebenaran. Karena ternyata di jalan raya itu adalah termasuk kondisi yang tidak normal. Kadang-kadang kita bertemu dengan pengguna jalan yang ugal-ugalan, pengemudi mabuk, SIM-nya palsu, orang yang baru bisa mengemudi dan lain-lain. Dalam kondisi seperti ini, kita harus mengutamakan keselamatan bukan kebenaran. Benar tetapi bonyok gimana?
Bagaimana kalau ada yang ngomong dan komentar seperti ini, “Kalau yang waras ngalah yang gila yang berkuasa. Dan, terkadang ada yang menimpali, “Kalau yang waras tidak mau ngalah maka berarti sama gilanya. Lalu yang betul mana? Kita sama-sama berdoa saja. Semoga yang waras tidak ikut gila, yang gila segera waras.Gituaja kok repot.
Karo AUPK UIN SGD Bandung
SALAH satu jenis olahraga yang banyak penggemarnya dan memiliki event besar adalah sepak bola. Level penyelenggaraannya dari tingkat desa hingga dunia. Penonton, penggemar dan pencintanya dari anak-anak hingga orang dewasa. Penggemar dan pencinta sepak bola sangat beragam dari semua profesi, pendidikan, etnis, suku, dan agama. Semua latar ini akan sangat mewarnai ketika tim yang didukungnya berlaga.
Bagi negara yang ditunjuk atau ditetapkan sebagai penyelenggara turnamen sepakbola, apalagi pada level dunia, ini sungguh prestasi dan prestise yang luar biasa.
Baca Juga: koran-sindo.com
Seperti yang kita saksikan pada pembukaan World Cup 2022 Qatar, sungguh memukau apa yang dipersiapkan oleh tuan rumah. Ternyata semua yang disediakan bisa melebihi ekspektasi dari masyarakat persepabolaan dunia. Kita sangat berharap, melalui event pertandingan sepak bola dunia ini, dampaknya bisa meningkatkan kesejahteraan warga, mempererat hubungan antarnegara dan memperkokoh persaudaraan antar bangsa. Sehingga sepak bola bukan hanya semata olah raga tetapi juga menjadi sarana membangun perdamaian dunia.
Qatar, Nobar, Ngobar
Di acara pembukaan World Cup 2022 Qatar, banyak sekali ucapan-ucapan pujian apresiatif terhadap kesungguhan tuan rumah yang mampu memberikan layanan kepada penonton, pemain, dan pecinta sepak bola yang tidak bisa langsung hadir di lapangan terbuka.
Menyaksikan World Cup tahun ini bisa hadir langsung di negara Qatar, bisa pula melalui smartphone, televisi dan tidak sedikit yang dikemas dengan acara nonton bareng (nobar). Dalam Nobar ini biasanya juga disertai ngopi bareng (ngobar). Inilah salah satu dampak ekonominya. Kafe-kafe, warung kopi dan beberapa hotel menyediakan fasilitas ngobar.
Menonton sepak bola pada laga Piala Dunia ini memang beragam dampaknya. Ada yang sangat terhibur sehingga mereka betul-betul merencakan dan menikmati di setiap pertandingan, dan ada pula yang sekadar ikut-ikutan yang penting bisa kumpul ngopi bareng dengan kawan-kawan. Dan kita semua yakin bahwa di setiap kompetisi dan pertandingan pasti ada hikmah dan pelajaran bagi mereka yang bisa membuka akal dan pikiran.
Menang, Kalah, Berimbang dan Mengalah
Mari sama-sama belajar dan merenungkan, dalam laga World Cup 2022 tahun ini, kita bisa menyaksikan semua tim sepak bola bekerja keras untuk memenangkan pertandingan. Tim manapun akan bergembira dan menerima bila dinyatakan sebagai pemenang. Tetapi jika kalah atau seri, terkadang tidak ikhlas dan bahkan mencari kesalah-kesalahan pihak lain. Bisa wasit yang disalahkan atau musuh yang dianggap melakukan kecurangan.
Padahal, kalau saja mau ikhlas menerima kekalahan dan berupaya bersikap jujur untuk melakukan koreksi yang komprehensif, bisa jadi akan mengubah posisi berbalik menjadi pemenang pada laga yang akan datang.
Kita yakin kompetisi kelas dunia seperti ini pasti fair, tidak ada rekayasa atau ditentukan pemenangnya di awal permulaan. Namun terkadang masih ada juga orang yang menduga laga-laga pertandingan isinya hanya permainan, masih dicurigai ada sutradara yang bisa mengatur kemenangan. Kalau kondisi ini masih terjadi, dipastikan ada salah satu klub ada yang diminta ngalah.
Kapan kondisi atau istilah ngalah muncul? Pertanyaan ini mengingatkan saya pada peristiwa beberapa tahun silam. Di sela-sela hadir sebagai pengunjung acara Muktamar NU di Pondok Pesantren Cipasung Tasikmalaya Jawa Barat pada 1994, saya menyempatkan berkunjung ke Pondok Pesantren al-Inabah yang diasuh oleh Syeikh Ahmad Shahibul Wafa Tajul Arifin atau yang dikenal dengan panggilan Abah Anom.
Saya tertarik berkunjung ke pondok pesantren ini karena mendengar cerita teman-teman dan pelbagai sumber yang saya baca terkait proses penyembuhan dengan metode inabah bagi eks pengguna dan pecandu narkoba. Alhamdulillah saya bisa sowan ke Abah Anom dan bisa bertemu cukup lama.
Ketika itu saya dapat penjelasan dari beliau mengenai makna gerakan zikir yang biasa diamalkan oleh pengamal Thariqah Qadiriyah Naqshabandiyah. Beliau menjelaskan makna-makna simbolik di balik gerakan-gerakan penganut thariqah ini ketika melafalkan kalimat la ilaaha iIlallah dengan menggelengkan kepalanya ke depan belakang, kiri kanan, dan atas bawah.
Setelah mendapat wejangan seputar thariqah, saya diizinkan menginap di kediaman beliau. Saya dipersilakan menuju barak di lantai dua. Betapa gagetnya, di ruang ini sudah banyak penghuni sebelumnya. Bukan banyaknya yang mengagetkan tetapi di antara mereka adalah orang-orang yang kurang waras secara fisik karena mereka adalah para korban pengguna narkoba yang masih dalam proses rehabilitasi. Ada yang ngomel-ngomel sendiri dan ada juga yang berteriak-teriak. Yang sebenarnya menjadi pertanyaan dalam hati saya adalah kenapa Abah Anom menempatkan saya tidur bersama mereka. Saya terus merenung-renung dan bertanya dalam hati.
Sebelumnya saya sering dengar ungkapan “yang waras ngalah”dan saya kurang memahami maknanya. Setelah saya bertemu kondisi ini baru saya menyadari. Dalam kondisi tertentu atau kondisi yang tidak normal yang waras memang harus ngalah.
Kita juga bisa melihat contoh lain, mengapa jargon satu kementerian yaitu utamakan keselamatan bukan utamakan kebenaran. Karena ternyata di jalan raya itu adalah termasuk kondisi yang tidak normal. Kadang-kadang kita bertemu dengan pengguna jalan yang ugal-ugalan, pengemudi mabuk, SIM-nya palsu, orang yang baru bisa mengemudi dan lain-lain. Dalam kondisi seperti ini, kita harus mengutamakan keselamatan bukan kebenaran. Benar tetapi bonyok gimana?
Bagaimana kalau ada yang ngomong dan komentar seperti ini, “Kalau yang waras ngalah yang gila yang berkuasa. Dan, terkadang ada yang menimpali, “Kalau yang waras tidak mau ngalah maka berarti sama gilanya. Lalu yang betul mana? Kita sama-sama berdoa saja. Semoga yang waras tidak ikut gila, yang gila segera waras.Gituaja kok repot.
(bmm)