Perjanjian Ekstradisi RI-Singapura Dikecualikan untuk Tindak Pidana Berkarakter Politik
loading...
A
A
A
JAKARTA - Undang-Undang tentang Pengesahan Perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia (RI) dan Pemerintah Republik Singapura tentang Ekstradisi Buronan juga mengatur mengenai sejumlah tindak pidana yang dikecualikan.
Hal ini diatur pada Pasal 4 ayat (1) mengenai pengecualian wajib terhadap ekstradisi. Bahwa permintaan ekstradisi tidak dapat dikabulkan berdasarkan perjanjian dengan sejumlah keadaan. Salah satunya jika tindak pidana itu memiliki karakter politik sebagaimana diatur Pasal 4 ayat (1) huruf a. Baca juga: 31 Jenis Tindak Pidana yang Pelakunya Bisa Diekstradisi Indonesia-Singapura
Selain itu, ekstradisi juga tidak dapat dikabulkan jika buronan itu telah menjalani pidana sesuai hukum yang berlaku, orang yang akan diadili di pengadilan atau mahkamah khusus, tindak pidana militer berdasarkan berdasarkan hukum negara yang diminta, apabila pihak yang diminta memiliki alasan kuat bahwa orang tersebut dihukum karena ras, agama, kewarganegaraan dan pandangan politik. Juga buron tersebut mendapatkan perlakuan diskriminatif dalam proses peradilannya.
Pasal 4
Pengecualian Wajib Terhadap Ekstradisi
(1) Ekstradisi tidak dapat dikabulkan berdasarkan perjanjian ini dalam keadaan-keadaan sebagai berikut:
a. jika pihak diminta menetapkan bahwa tindak pidana yang dimintakan ekstradisi adalah tindak pidana yang memiliki karakter politik;
b. jika buronan yang telah menjalani pidana sesuai hukum yang berlaku, atau sebagian, di suatu negara atau telah dibebaskan atau dimaafkan oleh pengadilan atau otoritas yang berwenang terkait dengan tindak pidana tersebut atau tindak pidana lain yang diakibatkan oleh perbuatan atau pembiaran yang sama yang merupakan tindak pidana yang terhadap dirinya dimintakan ekstradisi;
c. jika orang yang dimintakan ekstradisi akan diadili di pengadilan atau mahkamah yang khusus atau secara ad-hoc dibentuk untuk mengadili kasusnya, atau dalam keadaan tertentu, diberi kewenangan untuk mengadili kasus tersebut, atau permintaan ekstradisi orang tersebut untuk tujuan pelaksanaan pidana yang dijatuhkan oleh pengadilan atau mahkamah semacam itu;
d. jika tindak pidana yang dimintakan ekstradisi adalah tindak pidana berdasarkan hukum militer pihak diminta, yang bukan merupakan tindak pidana berdasarkan hukum pidana umum;
e. jika pihak diminta memiliki alasan kuat untuk meyakini bahwa permintaan ekstradisi buronan tersebut, meskipun dimaksudkan dibuat agar permintaan ekstradisi dapat dikabulkan, dibuat untuk menuntut atau menghukum orang yang dicari berdasarkan alasan ras, agama, kewarganegaraan, suku, atau pandangan politiknya;
f. jika pihak diminta memiliki alasan kuat untuk meyakini bahwa buronan tersebut, apabila dikembalikan mendapatkan perlakuan diskriminatif pada proses peradilannya, atau dihukum, ditahan, dibatasi kebebasan pribadinya dengan alasan ras, agama, kewarganegaraan atau pandangan politiknya; atau
g. jika ekstradisi seorang buronan diminta untuk tujuan pelaksanaan suatu pidana dan ternyata putusannya dikeluarkan tanpa kehadirannya, kecuali:
一 (i) ia sebelumnya memiliki kesempatan untuk hadir dalam persidangan; dan
一 (ii) apabila diserahkan, ia memiliki hak untuk diadili kembali dengan kehadirannya.
Kemudian, Pasal 4 ayat (2) menjelaskan bahwa permintaan ekstradisi tidak dapat dipenuhi jika buronan tersebut dibutuhkan untuk penyidikan atau penuntutan yang sedang berlangsung. Atau sedang ditahan secara sah berdasarkan hukum dari pihak negara yang diminta.
Pasal 4
(2) Jika buronan:
a. dibutuhkan dalam suatu penyidikan yang sedang berlangsung atau penuntutan yang sedang dilakukan di pihak diminta berkaitan dengan suatu tindak pidana yang diduga telah dilakukan di yurisdiksi pihak diminta; atau
b. sedang ditahan secara sah berdasarkan hukum pihak diminta, permintaan ekstradisi tersebut akan ditolak, namun hal ini tidak menghalangi permintaan lain yang diajukan untuk mengekstradisi buronan tersebut atas tindak pidana yang sama apabila keadaan-keadaan tersebut di atas tidak lagi berlaku.
Lalu, Pasal 4 ayat (3) mengatur mengenai tidak pidana yang tidak termasuk memiliki karakter politik. Yakni, tindak pidana terhadap nyawa atau keselamatan kepala negara/kepala pemerintahan atau keluarga intinya; tindak pidana berdasarkan konvensi multilateral internasional yang mewajibkan kedua pihak mencegah kategori tindak pidana tertentu; pembunuhan; terorisme; dan percobaan, penyertaan atau pemufakatan terhadap tindak pidana huruf a sampai d dalam ayat ini.
Pasal 4 ayat (4) mengatur bahwa jika timbul pertanyaan apakah suatu tindak pidana memiliki karakter politik, maka keputusannya diserahkan kepada negara yang diminta.
Pasal 4
(3) Untuk tujuan Perjanjian ini, hal-hal berikut dianggap bukan merupakan tindak pidana yang memiliki karakter politik:
(a) tindak pidana terhadap nyawa atau keselamatan Kepala Negara atau Kepala Pemerintahan atau anggota keluarga intinya;
(b) tindak pidana yang berdasarkan suatu konvensi multilateral internasional kedua Pihak berkewajiban mencegah atau memberantas suatu kategori tindak pidana tertentu, untuk mengekstradisi orang yang dicari atau melimpahkan kasusnya sesegera mungkin kepada pejabat berwenang untuk tujuan penuntutan;
(c) pembunuhan;
(d) tindak pidana terkait tindakan terorisme; dan
(e) percobaan, penyertaan atau permufakatan untuk melakukan tindak pidana tersebut pada huruf (a) sampai dengan (d).
(4) Apabila timbul pertanyaan mengenai apakah suatu tindak pidana yang dilakukan oleh buronan merupakan tindak pidana yang memiliki karakter politik, keputusan dari pihak diminta yang akan menentukan.
Hal ini diatur pada Pasal 4 ayat (1) mengenai pengecualian wajib terhadap ekstradisi. Bahwa permintaan ekstradisi tidak dapat dikabulkan berdasarkan perjanjian dengan sejumlah keadaan. Salah satunya jika tindak pidana itu memiliki karakter politik sebagaimana diatur Pasal 4 ayat (1) huruf a. Baca juga: 31 Jenis Tindak Pidana yang Pelakunya Bisa Diekstradisi Indonesia-Singapura
Selain itu, ekstradisi juga tidak dapat dikabulkan jika buronan itu telah menjalani pidana sesuai hukum yang berlaku, orang yang akan diadili di pengadilan atau mahkamah khusus, tindak pidana militer berdasarkan berdasarkan hukum negara yang diminta, apabila pihak yang diminta memiliki alasan kuat bahwa orang tersebut dihukum karena ras, agama, kewarganegaraan dan pandangan politik. Juga buron tersebut mendapatkan perlakuan diskriminatif dalam proses peradilannya.
Pasal 4
Pengecualian Wajib Terhadap Ekstradisi
(1) Ekstradisi tidak dapat dikabulkan berdasarkan perjanjian ini dalam keadaan-keadaan sebagai berikut:
a. jika pihak diminta menetapkan bahwa tindak pidana yang dimintakan ekstradisi adalah tindak pidana yang memiliki karakter politik;
b. jika buronan yang telah menjalani pidana sesuai hukum yang berlaku, atau sebagian, di suatu negara atau telah dibebaskan atau dimaafkan oleh pengadilan atau otoritas yang berwenang terkait dengan tindak pidana tersebut atau tindak pidana lain yang diakibatkan oleh perbuatan atau pembiaran yang sama yang merupakan tindak pidana yang terhadap dirinya dimintakan ekstradisi;
c. jika orang yang dimintakan ekstradisi akan diadili di pengadilan atau mahkamah yang khusus atau secara ad-hoc dibentuk untuk mengadili kasusnya, atau dalam keadaan tertentu, diberi kewenangan untuk mengadili kasus tersebut, atau permintaan ekstradisi orang tersebut untuk tujuan pelaksanaan pidana yang dijatuhkan oleh pengadilan atau mahkamah semacam itu;
d. jika tindak pidana yang dimintakan ekstradisi adalah tindak pidana berdasarkan hukum militer pihak diminta, yang bukan merupakan tindak pidana berdasarkan hukum pidana umum;
e. jika pihak diminta memiliki alasan kuat untuk meyakini bahwa permintaan ekstradisi buronan tersebut, meskipun dimaksudkan dibuat agar permintaan ekstradisi dapat dikabulkan, dibuat untuk menuntut atau menghukum orang yang dicari berdasarkan alasan ras, agama, kewarganegaraan, suku, atau pandangan politiknya;
f. jika pihak diminta memiliki alasan kuat untuk meyakini bahwa buronan tersebut, apabila dikembalikan mendapatkan perlakuan diskriminatif pada proses peradilannya, atau dihukum, ditahan, dibatasi kebebasan pribadinya dengan alasan ras, agama, kewarganegaraan atau pandangan politiknya; atau
g. jika ekstradisi seorang buronan diminta untuk tujuan pelaksanaan suatu pidana dan ternyata putusannya dikeluarkan tanpa kehadirannya, kecuali:
一 (i) ia sebelumnya memiliki kesempatan untuk hadir dalam persidangan; dan
一 (ii) apabila diserahkan, ia memiliki hak untuk diadili kembali dengan kehadirannya.
Kemudian, Pasal 4 ayat (2) menjelaskan bahwa permintaan ekstradisi tidak dapat dipenuhi jika buronan tersebut dibutuhkan untuk penyidikan atau penuntutan yang sedang berlangsung. Atau sedang ditahan secara sah berdasarkan hukum dari pihak negara yang diminta.
Pasal 4
(2) Jika buronan:
a. dibutuhkan dalam suatu penyidikan yang sedang berlangsung atau penuntutan yang sedang dilakukan di pihak diminta berkaitan dengan suatu tindak pidana yang diduga telah dilakukan di yurisdiksi pihak diminta; atau
b. sedang ditahan secara sah berdasarkan hukum pihak diminta, permintaan ekstradisi tersebut akan ditolak, namun hal ini tidak menghalangi permintaan lain yang diajukan untuk mengekstradisi buronan tersebut atas tindak pidana yang sama apabila keadaan-keadaan tersebut di atas tidak lagi berlaku.
Lalu, Pasal 4 ayat (3) mengatur mengenai tidak pidana yang tidak termasuk memiliki karakter politik. Yakni, tindak pidana terhadap nyawa atau keselamatan kepala negara/kepala pemerintahan atau keluarga intinya; tindak pidana berdasarkan konvensi multilateral internasional yang mewajibkan kedua pihak mencegah kategori tindak pidana tertentu; pembunuhan; terorisme; dan percobaan, penyertaan atau pemufakatan terhadap tindak pidana huruf a sampai d dalam ayat ini.
Pasal 4 ayat (4) mengatur bahwa jika timbul pertanyaan apakah suatu tindak pidana memiliki karakter politik, maka keputusannya diserahkan kepada negara yang diminta.
Pasal 4
(3) Untuk tujuan Perjanjian ini, hal-hal berikut dianggap bukan merupakan tindak pidana yang memiliki karakter politik:
(a) tindak pidana terhadap nyawa atau keselamatan Kepala Negara atau Kepala Pemerintahan atau anggota keluarga intinya;
(b) tindak pidana yang berdasarkan suatu konvensi multilateral internasional kedua Pihak berkewajiban mencegah atau memberantas suatu kategori tindak pidana tertentu, untuk mengekstradisi orang yang dicari atau melimpahkan kasusnya sesegera mungkin kepada pejabat berwenang untuk tujuan penuntutan;
(c) pembunuhan;
(d) tindak pidana terkait tindakan terorisme; dan
(e) percobaan, penyertaan atau permufakatan untuk melakukan tindak pidana tersebut pada huruf (a) sampai dengan (d).
(4) Apabila timbul pertanyaan mengenai apakah suatu tindak pidana yang dilakukan oleh buronan merupakan tindak pidana yang memiliki karakter politik, keputusan dari pihak diminta yang akan menentukan.
(kri)