Menyiapkan Kebaya sebagai Warisan Budaya Dunia
loading...
A
A
A
Nominasi Bersama
Sebelum satu tema budaya diusulkan untuk mendapatkan pengakuan UNESCO, syaratnya adalah dia harus melalui penetapan sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTB) secara nasional terlebih dahulu. Faktanya, hingga kini, baru dua jenis kebaya yang telah melewati tahapan tersebut, yakni kebaya Kerancang (Betawi) dan kebaya Labuh (Riau) yang tentu belum cukup untuk mewakili Indonesia. Dengan realitas tersebut, pertanyaannya apakah kita ingin maju sekarang ke UNESCO melalui mekanisme nominasi tunggal?
Pada dasarnya untuk mengajukan kebaya melalui mekanisme nominasi tunggal peluangnya masih terbuka. Hal ini mengingat Indonesia punya keragaman suku bangsa, yang semestinya juga punya keragaman tradisi yang sulit ditandingi negara manapun di dunia. Apalagi di wilayah Pulau Jawa yang memiliki sejarah panjang tentang tradisi kebaya dan berbeda dengan rumpun melayu. Indonesia pasti memiliki keunikan dan kelebihan tersendiri yang tidak dimiliki negara ASEAN lainnya.
Sebaliknya, jika pada akhirnya nanti keputusan pemerintah adalah ikut bergabung dengan negara lain melalui mekanisme nominasi bersama ke UNESCO, itu adalah didorong keterpaksaan yang disebabkan oleh kelalaian kita sendiri. Atau bisa dianggap sebagai satu upaya agar Indonesia tidak kehilangan muka karena sudah kadung didahului oleh negara lain.
Namun demikian, positifnya adalah, Indonesia bisa menjadikan momen bergabung dengan negara lain melaluimultinational nomination tersebut sebagai ajang memahami konteks yang tercakup dalam pengajuan kebaya mereka ke UNESCO. Tanpa ikut bergabung, kita tidak akan pernah bisa tahu apa yang nanti dibahas dalam proses penetapan di rapat-rapat UNESCO, kecuali setelah diputuskan.
Dengan bersedia bergabung dengan negara lain, juga bisa menjadi ajang bagi Indonesia untuk menegosiasikan konteks lain pada tema kebaya ke negara-negara lain tersebut. Indonesia bisa memberikan pemahaman bahwa ada konteks tertentu pada kebaya yang sangat kuat warna Indonesia-nya dan sangat spesifik sehingga nanti akan diajukan sendiri oleh Indonesia melalui mekanisme nominasi tunggal. Kemungkinan negara lain akan memahami karena pada dasarnya mereka tahu bahwa bangsa dengan tradisi berkebaya yang paling kuat adalah Indonesia.
Saya kira solusi ini layak diperjuangkan oleh segenap stakeholder kebaya di Indonesia kalau memang niatnya sungguh-sungguh ingin memperjuangkan kebaya sebagai warisan budaya dunia.
Sebelum satu tema budaya diusulkan untuk mendapatkan pengakuan UNESCO, syaratnya adalah dia harus melalui penetapan sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTB) secara nasional terlebih dahulu. Faktanya, hingga kini, baru dua jenis kebaya yang telah melewati tahapan tersebut, yakni kebaya Kerancang (Betawi) dan kebaya Labuh (Riau) yang tentu belum cukup untuk mewakili Indonesia. Dengan realitas tersebut, pertanyaannya apakah kita ingin maju sekarang ke UNESCO melalui mekanisme nominasi tunggal?
Pada dasarnya untuk mengajukan kebaya melalui mekanisme nominasi tunggal peluangnya masih terbuka. Hal ini mengingat Indonesia punya keragaman suku bangsa, yang semestinya juga punya keragaman tradisi yang sulit ditandingi negara manapun di dunia. Apalagi di wilayah Pulau Jawa yang memiliki sejarah panjang tentang tradisi kebaya dan berbeda dengan rumpun melayu. Indonesia pasti memiliki keunikan dan kelebihan tersendiri yang tidak dimiliki negara ASEAN lainnya.
Sebaliknya, jika pada akhirnya nanti keputusan pemerintah adalah ikut bergabung dengan negara lain melalui mekanisme nominasi bersama ke UNESCO, itu adalah didorong keterpaksaan yang disebabkan oleh kelalaian kita sendiri. Atau bisa dianggap sebagai satu upaya agar Indonesia tidak kehilangan muka karena sudah kadung didahului oleh negara lain.
Namun demikian, positifnya adalah, Indonesia bisa menjadikan momen bergabung dengan negara lain melaluimultinational nomination tersebut sebagai ajang memahami konteks yang tercakup dalam pengajuan kebaya mereka ke UNESCO. Tanpa ikut bergabung, kita tidak akan pernah bisa tahu apa yang nanti dibahas dalam proses penetapan di rapat-rapat UNESCO, kecuali setelah diputuskan.
Dengan bersedia bergabung dengan negara lain, juga bisa menjadi ajang bagi Indonesia untuk menegosiasikan konteks lain pada tema kebaya ke negara-negara lain tersebut. Indonesia bisa memberikan pemahaman bahwa ada konteks tertentu pada kebaya yang sangat kuat warna Indonesia-nya dan sangat spesifik sehingga nanti akan diajukan sendiri oleh Indonesia melalui mekanisme nominasi tunggal. Kemungkinan negara lain akan memahami karena pada dasarnya mereka tahu bahwa bangsa dengan tradisi berkebaya yang paling kuat adalah Indonesia.
Saya kira solusi ini layak diperjuangkan oleh segenap stakeholder kebaya di Indonesia kalau memang niatnya sungguh-sungguh ingin memperjuangkan kebaya sebagai warisan budaya dunia.
(bmm)