TV Lokal Tak Bisa Siaran Digital, Komisi I: ASO Perlu Kebijakan yang Adil
loading...
A
A
A
Hal ini diperparah dengan kondisi industri televisi saat ini yang harus bersaing dengan platform-platform baru media berbasis internet untuk mampu mendatangkan pengiklan. "Kalau yang umum harganya Rp25 juta per bulan. Kalau stasiun besar mungkin bisa bayar, kalau stasiun TV lokal kan berat sekali. Itulah yang saya bilang nggak adil. Kayaknya sulit sekali TV lokal untuk bertahan hidup," ujarnya.
Nico mengusulkan kepada pemerintah untuk memberikan kelonggaran kepada lembaga penyiaran lokal, misalnya menyediakan kanal khusus TV lokal secara gratis dalam jangka waktu tertentu. Cara ini dinilainya mampu membantu TV lokal untuk bertahan dan mengikuti siaran berbasis digital. "Perlu ada keberpihakan pemerintah dalam hal ini untuk TV lokal. Itu penting sekali," pungkasnya.
Di tempat terpisah, Ketua Umum Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI) Bambang Santoso menyesalkan tidak adanya kejelasan bahkan perlindungan hukum terhadap TV lokal terkait sewa-menyewa MUX atau frekuensi.
"Banyak TV lokal di daerah-daerah sudah teriak soal ini. Kami tidak mau dijerat hukum. Kami menuntut keadilan agar TV-TV lokal dapat bersiaran dengan nyaman dan tidak dirugikan,” tegasnya.
Bambang kembali menyinggung putusan MA yang tidak memperbolehkan sewa-menyewa MUX. DPR pun pernah menyatakan sewa-menyewa MUX dapat terindikasi pidana. Di sisi lain, Menkominfo pernah menyatakan hal itu adalah Business to Business (B to B). “Frekuensi kan ranah publik. Bagaimana bisa sekadar B to B? Harus diatur oleh pemerintah dong jangan hanya diserahkan ke pihak swasta," tegas Bambang.
Menurut dia, idealnya Menkominfo mengeluarkan surat edaran terkait sewa-menyewa MUX yang bisa menjadi pegangan bagi TV-TV lokal apabila terjadi masalah hukum di kemudian hari. Dalam hal ini, pemerintah harus ikut bertanggung jawab. Karena itu, ATVLI sudah menyurati Menkominfo, Menko Polhukam hingga Presiden. “Kami masih menunggu respons,” pungkasnya.
Lihat Juga: Dihadiri 40 Legislator, Raker Komisi I DPR Bersama Prabowo Terbanyak dalam Setahun Terakhir
Nico mengusulkan kepada pemerintah untuk memberikan kelonggaran kepada lembaga penyiaran lokal, misalnya menyediakan kanal khusus TV lokal secara gratis dalam jangka waktu tertentu. Cara ini dinilainya mampu membantu TV lokal untuk bertahan dan mengikuti siaran berbasis digital. "Perlu ada keberpihakan pemerintah dalam hal ini untuk TV lokal. Itu penting sekali," pungkasnya.
Di tempat terpisah, Ketua Umum Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI) Bambang Santoso menyesalkan tidak adanya kejelasan bahkan perlindungan hukum terhadap TV lokal terkait sewa-menyewa MUX atau frekuensi.
"Banyak TV lokal di daerah-daerah sudah teriak soal ini. Kami tidak mau dijerat hukum. Kami menuntut keadilan agar TV-TV lokal dapat bersiaran dengan nyaman dan tidak dirugikan,” tegasnya.
Bambang kembali menyinggung putusan MA yang tidak memperbolehkan sewa-menyewa MUX. DPR pun pernah menyatakan sewa-menyewa MUX dapat terindikasi pidana. Di sisi lain, Menkominfo pernah menyatakan hal itu adalah Business to Business (B to B). “Frekuensi kan ranah publik. Bagaimana bisa sekadar B to B? Harus diatur oleh pemerintah dong jangan hanya diserahkan ke pihak swasta," tegas Bambang.
Menurut dia, idealnya Menkominfo mengeluarkan surat edaran terkait sewa-menyewa MUX yang bisa menjadi pegangan bagi TV-TV lokal apabila terjadi masalah hukum di kemudian hari. Dalam hal ini, pemerintah harus ikut bertanggung jawab. Karena itu, ATVLI sudah menyurati Menkominfo, Menko Polhukam hingga Presiden. “Kami masih menunggu respons,” pungkasnya.
Lihat Juga: Dihadiri 40 Legislator, Raker Komisi I DPR Bersama Prabowo Terbanyak dalam Setahun Terakhir
(cip)