Target Partisipasi Pilkada Tinggi, Waspadai Politik Uang di Tengah Pandemi

Kamis, 09 Juli 2020 - 07:53 WIB
loading...
Target Partisipasi Pilkada Tinggi, Waspadai Politik Uang di Tengah Pandemi
Foto: dok/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Pilkada 2020 yang digelar di masa pandemi Covid-19 diperkirakan akan mengurangi animo pemilih untuk datang ke tempat pemungutan suara (TPS). Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian meminta semua pihak ikut serta melakukan sosialisasi agar partisipasi pemilih tetap tinggi. Tito juga mendorong masyarakat agar menggunakan hak pilihnya karena partisipasi yang tinggi akan membuat legitimasi pemimpin daerah menjadi kuat. Tito ingin agar angka partisipasi pemilih bisa menyamai Pilpres 2019, yakni 82%.

“Makin tinggi partisipasi pemilih menunjukkan bahwa legitimasi yang terpilih nanti akan sangat kuat. Kita mengharapkan partisipasi pemilih setinggi-tingginya,” ujar Mendagri melalui pernyataan tertulis Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), kemarin. (Baca: Terkonfirmasi, Turki tes S-400 Rusia dengan Jet Tempur Buatan AS)

Partisipasi tinggi bisa dicapai jika semua pihak bekerja keras, bukan hanya pemerintah, melainkan juga media massa. Mendagri juga meminta semua pihak menyosialisasikan pelaksanaan pilkada sesuai dengan protokol kesehatan, yakni mengenakan masker, menggunakan hand sanitizer, dan menjaga jarak. Dengan begitu pelaksanaan pilkada akan aman dari Covid-19.

Tito mendorong agar penanganan covid dijadikan isu utama dalam pilkada kali ini demi menarik minat para pemilih. Peran kepala daerah disebutnya sangat diperlukan dalam rangka menangani Covid-19 dan dampak sosial ekonominya. “Kalau kita bisa ramai-ramai mengusung isu itu, maka nanti terjadi kontestasi yang sehat dalam menangani Covid,” tuturnya.

Sementara itu, Direktur Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menyoroti politik uang dalam pilkada ini, terutama oleh kepala daerah petahana. Titi mengkritik pendekatan Mendagri yang menjadikan pilkada sebagai stimulus ekonomi. Menurutnya hal seperti itu bisa disalahmaknai di lapangan dengan menoleransi praktik politik uang dengan dalih bantuan sosial dan bentuk kepedulian pada warga terdampak Covid-19. (Baca juga: 17 Tahun Buron, Pelarian Maria Luwona Berakhir di Serbia)

Titi menyebut potensi penyalahgunaan bansos sangat besar. Itu terkonfirmasi dari hasil survei SMRC dan Indikator Politik Indonesia yang menyebut mayoritas bansos salah sasaran. Potensi politik uang makin besar lantaran kondisi objektif saat ini masyarakat mengalami kesulitan ekonomi.

Bila kondisi masyarakat itu bertemu dengan sikap pragmatisme kandidat, maka sangat membuka lebar celah parktik politik uang.

“Apalagi akibat adanya pandemi ruang gerak pengawasan warga dan petugas pengawas menjadi lebih terbatas. Ruang-ruang sunyi warga yang ekonominya terpuruk akan sangat rentan dimanipulasi oleh kandidiat yang pragmatis,” paparnya. (Lihat videonya: Kapal Tak Bisa Sandar, Sapi Dilempar ke Laut)

Menurut Titi, incumbency effect memang logis dalam sebuah kompetisi pemilu. Petahana banyak diuntungkan dibandingkan kompetitornya, baik dalam rangka menjalankan program negara maupun aktivitas formal pemerintahan lainnya.

“Namun jadi problematika di negara kita karena akses kompetisi yang setara kerapkali disimpangi oleh kecurangan maupun manipulasi oleh para oknum petahana,” ujarnya. (Dita Angga/Bakti)
(ysw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2026 seconds (0.1#10.140)