Mantan Wali Kota Bandar Lampung Diduga Ikut Titip Calon Mahasiswa Masuk Unila
loading...
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga mantan Wali Kota Bandar Lampung Herman Hasanusi alias Herman HN terlibat dalam praktik suap penerimaan calon mahasiswa baru di Universitas Lampung (Unila) . Ketua DPW Nasdem Lampung tersebut diduga turut menitipkan calon mahasiswa baru untuk masuk Fakultas Kedokteran Unila tanpa lewat jalur resmi.
Penyidik KPK kemudian mengonfirmasi langsung dugaan tersebut kepada Herman HN dalam kapasitasnya sebagai saksi pada Kamis 17 November 2022 kemarin. Penyidik telah mengantongi pengakuan dari Herman HN.
"Informasi yang kami terima, benar yang bersangkutan (17/11) telah hadir dan selesai dilakukan pemeriksaan sebagai saksi. Saksi ini dikonfirmasi antara lain terkait dengan penitipan dan penerimaan Maba Fakultas Kedokteran Unila," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, Jumat (18/11/2022).
Sekadar informasi, nama Herman HN pernah muncul di sidang penyuap mantan Rektor Unila Karomani dan Andi Desfiandi beberapa waktu lalu. Herman disebut sebagai salah satu pihak yang menitipkan calon mahasiswa untuk masuk Unila lewat anak buah Karomani.
Herman kemudian membantah telah memberikan uang sebesar Rp150 juta ke sejumlah pejabat di Unila untuk meloloskan calon mahasiswa masuk Fakultas Kedokteran.
Untuk diketahui, KPK saat ini sedang mengembangkan kasus dugaan suap terkait penerimaan calon mahasiswa baru tahun 2022 di Unila. KPK bahkan tak segan menjerat pihak lain dalam kasus ini jika ditemukan bukti permulaan yang cukup.
Sejauh ini, KPK baru menetapkan empat orang sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait penerimaan calon mahasiswa baru di Unila tahun 2022. Keempat tersangka tersebut yakni, Rektor Unila nonaktif Karomani (KRM).
Kemudian, Wakil Rektor (Warek) 1 Bidang Akademik Unila, Heryandi (HY); Ketua Senat Unila, M Basri (MB); serta pihak swasta, Andi Desfiandi (AD). Karomani, Heryandi, dan Basri, ditetapkan sebagai tersangka penerima suap. Sedangkan Andi Desfiandi, tersangka pemberi suap.
Dalam perkara ini, Karomani diduga mematok atau memasang tarif Rp100 juta hingga Rp350 juta bagi para orang tua yang menginginkan anaknya masuk di Unila. Karomani diduga telah berhasil mengumpulkan Rp5 miliar dari tarif yang ditentukan tersebut.
Adapun, uang dugaan suap itu diterima Karomani melalui sejumlah pihak perantara, di antaranya, Heryandi dan M Basri. Salah satu pihak swasta yang menyuap Karomani yakni, Andi Desfiandi.
Atas perbuatannya, Andi selaku pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001.
Sedangkan Karomani, Heryandi, dan M Basri, selaku penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Penyidik KPK kemudian mengonfirmasi langsung dugaan tersebut kepada Herman HN dalam kapasitasnya sebagai saksi pada Kamis 17 November 2022 kemarin. Penyidik telah mengantongi pengakuan dari Herman HN.
"Informasi yang kami terima, benar yang bersangkutan (17/11) telah hadir dan selesai dilakukan pemeriksaan sebagai saksi. Saksi ini dikonfirmasi antara lain terkait dengan penitipan dan penerimaan Maba Fakultas Kedokteran Unila," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, Jumat (18/11/2022).
Sekadar informasi, nama Herman HN pernah muncul di sidang penyuap mantan Rektor Unila Karomani dan Andi Desfiandi beberapa waktu lalu. Herman disebut sebagai salah satu pihak yang menitipkan calon mahasiswa untuk masuk Unila lewat anak buah Karomani.
Herman kemudian membantah telah memberikan uang sebesar Rp150 juta ke sejumlah pejabat di Unila untuk meloloskan calon mahasiswa masuk Fakultas Kedokteran.
Untuk diketahui, KPK saat ini sedang mengembangkan kasus dugaan suap terkait penerimaan calon mahasiswa baru tahun 2022 di Unila. KPK bahkan tak segan menjerat pihak lain dalam kasus ini jika ditemukan bukti permulaan yang cukup.
Sejauh ini, KPK baru menetapkan empat orang sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait penerimaan calon mahasiswa baru di Unila tahun 2022. Keempat tersangka tersebut yakni, Rektor Unila nonaktif Karomani (KRM).
Kemudian, Wakil Rektor (Warek) 1 Bidang Akademik Unila, Heryandi (HY); Ketua Senat Unila, M Basri (MB); serta pihak swasta, Andi Desfiandi (AD). Karomani, Heryandi, dan Basri, ditetapkan sebagai tersangka penerima suap. Sedangkan Andi Desfiandi, tersangka pemberi suap.
Dalam perkara ini, Karomani diduga mematok atau memasang tarif Rp100 juta hingga Rp350 juta bagi para orang tua yang menginginkan anaknya masuk di Unila. Karomani diduga telah berhasil mengumpulkan Rp5 miliar dari tarif yang ditentukan tersebut.
Adapun, uang dugaan suap itu diterima Karomani melalui sejumlah pihak perantara, di antaranya, Heryandi dan M Basri. Salah satu pihak swasta yang menyuap Karomani yakni, Andi Desfiandi.
Atas perbuatannya, Andi selaku pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001.
Sedangkan Karomani, Heryandi, dan M Basri, selaku penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
(kri)