Soal RKUHP, Pakar Sebut Warisan Kolonial Belanda

Rabu, 16 November 2022 - 23:52 WIB
loading...
Soal RKUHP, Pakar Sebut...
Sosialisasi RUU KUHP, di Palu, Selasa 15 November 2022. Foto/Istimewa
A A A
JAKARTA - Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berlaku di Indonesia saat ini merupakan warisan kolonial Belanda. Hal ini ditegaskan oleh Guru Besar Universitas Negeri Semarang, Prof Benny Riyanto dalam Sosialisasi RUU KUHP , di Palu, Selasa 15 November 2022.

Warisan kolonial Belanda tersebut yaitu Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch Indie (WvS) yang sudah dinaturalisasi menjadi Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.

"Walaupun sudah dinaturalisasi, karena itu merupakan produk kolonial Belanda, pasti belum mendasarkan pada nilai-nilai budaya bangsa, apalagi terkait perlindungan dasar falsafah negara Pancasila," kata Prof Benny dalam keterangannya, Rabu (16/11/2022).



Kata Benny, kritik-kritik yang mengatakan bahwa RUU KUHP over kriminalisasi atau banyak perbuatan yang diatur menjadi tindak pidana adalah tidak benar. Karena menurutnya, pasal-pasal yang ada di Buku II RUU KUHP lebih sedikit dari pada Buku II dan Buku III KUHP WvS digabungkan.

Lebih jauh Benny mengatakan, ada beberapa urgensitas terkait perlunya dilahirkan KUHP Nasional. Antara lain telah terjadi pergeseran paradigma dari keadilan retributif menjadi paradigma keadilan korektif, restoratif, dan rehabilitatif.

"Dengan pergeseran paradigma ini, memang menuntut KUHP WvS untuk segera diganti. Karena sudah tidak mampu lagi mengakomodasi kebutuhan hukum pidana saat ini. Karena tuntutan dari paradigma baru berlaku secara universal di seluruh belahan dunia," jelasnya.

Selain itu kata dia, hukum tertulis juga selalu tertinggal dari fakta peristiwanya, KUHP WvS sudah berumur 100 tahun lebih sehingga perkembangan masyarakat dan kebutuhan hukumnya pasti sudah bergeser. KUHP WvS juga belum mencerminkan nilai-nilai budaya bangsa, apalagi terhadap dasar falsafah negara Pancasila.

"Lahirnya KUHP Nasional juga merupakan perwujudan reformasi sistem hukum pidana nasional secara menyeluruh. Hal ini merupakan kesempatan untuk melahirkan untuk melahirkan sistem hukum pidana nasional yang komprehensif, yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila, budaya bangsa, serta hak asasi manusia yang sifatnya universal," ujar Benny.

Sementara itu, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Diponegoro Prof Pujiyono mengatakan, pada saat dulu RKUHP dibuat memiliki misi tunggal yaitu dekolonisasi, tetapi kemudian berkembang menjadi demokratisasi, konsolidasi, adaptasi, dan harmonisasi.

"Ketika berbicara pembaharuan KUHP, pada hakikatnya bukan pembaharuan norma, tetapi pembaharuan sistem nilai, atau pembaharuan ide dasar. Karena KUHP yang kita miliki saat ini sebetulnya berdasarkan pada ide dasar individualis liberal yang bertentangan dengan konsep ide dasar kita yaitu monodualistik," jelasnya.



Ia mengatakan, di dalam RKUHP menganut asas keseimbangan, salah satunya adalah asas keseimbangan penentuan tindak pidana.

"Sangatlah naif ketika kita menentukan suatu perbuatan sebagai tindak pidana hanya yang bersumber dalam KUHP, sedangkan masih banyak perbuatan yang merupakan tindak pidana tetapi tidak tertampung di dalam undang-undang," ungkapnya.

Oleh karena itu kata Prof Pujiyono, di dalam rangka penentuan tentang tindak pidana tidak hanya berdasar pada UU yang formal, tetapi juga hukum yang hidup di dalam masyarakat atau living law.

"Pada pembaruan RKUHP, perumusan tindak pidana tidak lagi secara tegas mencantumkan unsur 'dengan sengaja'. Menurutnya, semua tindak pidana diasumsikan dilakukan dengan sengaja, kecuali ditentukan bahwa itu sebagai dolus, maka itu dicantumkan di dalamnya," tutupnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, beberapa kegiatan sosialisasi RUU KUHP antara lain Kick Off Dialog Publik RKUHP, dan dialog publik di 11 kota di Indonesia, yang diselenggarakan untuk menyebarkan informasi perkembangan terkini draf RUU KUHP, sekaligus membuka ruang dialog, serta menghimpun masukan dari seluruh elemen masyarakat.
(maf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1262 seconds (0.1#10.140)