Money Politics Jelang Pemilu 2024, Ketua Bawaslu: Waspadai Pembagian Uang Transportasi
loading...
A
A
A
JAKARTA - DPR menyoroti politik uang atau money politics jelang Pemilu 2024. Hal itu menjadi catatan DPR RI kepada Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI saat rapat dengar pendapat.
Dalam rapat tersebut, DPR mempertanyakan ketegasan Bawaslu RI dalam menindak money politics kaitannya dengan uang yang diberikan tim sukses dalam bentuk pengganti transportasi.
Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja mengatakan, hal tersebut sebenarnya merupakan tugas Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI. Peraturan KPU, menyusun soal standar uang transportasi dan akomodasi saat pelaksanaan kampanye.
"Ya donk? Bawaslu tidak bisa berwenang untuk itu karena itu diserahkan kepada KPU. Berapa sih standardnya? Dulu kalau enggak salah Rp75.000 ya. Senilai Rp75.000 atau Rp50.000. Rp75.000 kalau engga salah. Sehingga kemudian apakah dalam bentuk uang? KPU bilang tidak dalam bentuk uang," ucapnya.
Namun demikian, kebijakan tersebut tidak bisa diterapkan di lapangan. Bagja mencontohkan pengganti transportasi itu diberi dalam bentuk bensin literan. "Mungkin nggak? Kan nggak mungkin. Voucher? Kita di Jakarta deket SPBU. Di daerah Sumatera jauh-jauh baru berapa kilometer ketemu SPBU. Nah itu kan tidak applicable di lapangan," katanya.
Terkait dengan hal ini memang belum ada landasannya. "Kan bingung nanti makanan senilai berapa ini, Rp50.000, Rp30.000, senilai berapa dikasih voucher makanan budget diresto mana enggak mungkin juga kan. Kemudian juga ya itu yang paling susah transport, dan uang tadi apakah kemudian penghasilan perharian ini bisa diganti atau tidak," katanya.
Pihaknya pun akan merundingkan dahulu soal kebijakan ini. Namun, yang perlu diawasi sebenarnya adalah pembagian uang transportasi itu. "Tidak boleh kemudian ke RT sebelahnya yang kemudian tidak ada acara, nah ini masuk money politics di sini. Nah itu tugas pengawas untuk mengawasi lingkungan sekitarnya," jelasnya.
Dalam rapat tersebut, DPR mempertanyakan ketegasan Bawaslu RI dalam menindak money politics kaitannya dengan uang yang diberikan tim sukses dalam bentuk pengganti transportasi.
Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja mengatakan, hal tersebut sebenarnya merupakan tugas Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI. Peraturan KPU, menyusun soal standar uang transportasi dan akomodasi saat pelaksanaan kampanye.
"Ya donk? Bawaslu tidak bisa berwenang untuk itu karena itu diserahkan kepada KPU. Berapa sih standardnya? Dulu kalau enggak salah Rp75.000 ya. Senilai Rp75.000 atau Rp50.000. Rp75.000 kalau engga salah. Sehingga kemudian apakah dalam bentuk uang? KPU bilang tidak dalam bentuk uang," ucapnya.
Namun demikian, kebijakan tersebut tidak bisa diterapkan di lapangan. Bagja mencontohkan pengganti transportasi itu diberi dalam bentuk bensin literan. "Mungkin nggak? Kan nggak mungkin. Voucher? Kita di Jakarta deket SPBU. Di daerah Sumatera jauh-jauh baru berapa kilometer ketemu SPBU. Nah itu kan tidak applicable di lapangan," katanya.
Terkait dengan hal ini memang belum ada landasannya. "Kan bingung nanti makanan senilai berapa ini, Rp50.000, Rp30.000, senilai berapa dikasih voucher makanan budget diresto mana enggak mungkin juga kan. Kemudian juga ya itu yang paling susah transport, dan uang tadi apakah kemudian penghasilan perharian ini bisa diganti atau tidak," katanya.
Pihaknya pun akan merundingkan dahulu soal kebijakan ini. Namun, yang perlu diawasi sebenarnya adalah pembagian uang transportasi itu. "Tidak boleh kemudian ke RT sebelahnya yang kemudian tidak ada acara, nah ini masuk money politics di sini. Nah itu tugas pengawas untuk mengawasi lingkungan sekitarnya," jelasnya.
(cip)