Urgensi Majelis Kemaritiman Muhammadiyah
loading...
A
A
A
Gerak langkah MPM Muhammadiyah ke depan harus terus didukung agar terus melahirkan karya nyata untuk membela kaum lemah. Pada Muktamar Muhammadiyah Ke-48 di Solo nanti, kiranya juga perlu dipertimbangkan untuk melahirkan majelis khusus yang mengurus bidang kemaritiman.
Sebagaimana diketahui bahwa Indonesia memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada. Garis pantai Kanada adalah sepanjang 202.080 km. Sementara panjang garis pantai Indonesia adalah 108.000 km. Angka tersebut merupakan hasil riset Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dengan melibatkan Badan Informasi Geo Spasial (BIG) dan Pusat Hidrografi dan Oseanografi (Pushidros) TNI Angkatan Laut pada 2018.
Menurut data statitik Kementerian Kelautan dan Perikanan (2020), jumlah nelayan laut, nelayan perairan umum daratan (PUD), dan pembudidaya di seluruh Indonesia adalah 5.088.581 jiwa. Sementara jumlah nelayan laut adalah 2.359.064 jiwa. Dari tahun ke tahun, jumlah nelayan semakin berkurang. Hal ini disebabkan minat pemuda untuk
menjadi nelayan semakin rendah.
Fakta juga menunjukkan bahwa kebanyakan nelayan berada dalam ambang batas garis kemiskinan. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan (2018) menunjukkan jumlah nelayan di Indonesia masih berjumlah 2,7 juta orang dan ternyata nelayan menyumbang angka 25 % dari angka kemiskinan nasional.
Pada Februari 2017, Presiden Jokowi mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16 Tahun 2017 tentang Kebijakan Kelautan Indonesia. Satu di antara dasar pertimbangannya bahwa pengelolaan sumber daya kelautan dilakukan dalam rangka mewujudkan cita-cita Indonesia sebagai poros maritim dunia dan dalam upaya memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.
Kebijakan kelautan Indonesia tersebut memiliki tujuh pilar, yaitu; i) Pengelolaan sumber daya kelautan dan pengembangan sumber daya manusia; ii) Pertahanan, keamanan, penegakan hukum, dan keselamatan di laut; iii) Tata kelola dan kelembagaan laut; iv) Ekonomi dan infrastruktur kelautan dan peningkatan kesejahteraan; v) Pengelolaan ruang laut dan perlindungan lingkungan laut.; vi) Budaya bahari; dan vii) Diplomasi maritim.
Pada 2019, pemerintah telah meluncurkan “Program Satu Juta Nelayan Berdaulat” yang bertujuan meningkatkan kedaulatan ekonomi nelayan Indonesia melalui dukungan teknologi 4.0, meningkatkan tingkat pemanfaatan sumber daya laut dari 7% menjadi minimal 17%, mengurangi angka kemiskinan nasional hingga 25%, dan meningkatkan kedaulatan maritim Indonesia dengan melibatkan nelayan sebagai garda terdepan penjaga kedaulatan negara. Tentang bagaimana hasilnya? Kita bisa evaluasi bersama secara objektif.
Berbagai peraturan, kebijakan, dan program yang diluncurkan pemerintah tentunya berangkat dari fakta dan kesadaran bahwa Indonesia merupakan negara besar dengan 70% wilayahnya adalah lautan. Kesadaran untuk menjadikan Indonesia sebagai poros martim dunia juga tidak lepas dari bentang sejarah kelautan Indonesia, dimana Ir Djuanda Kartawidjaja sebagai aktor utamanya.
Pada 13 Desember 1957, Ir Djuanda Kartawidjaja yang menjabat sebagai Perdana Menteri Indonesia saat itu mencetuskan sebuah deklarasi yang menyatakan kepada dunia bahwa laut Indonesia adalah termasuk laut sekitar, di antara dan di dalam kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Deklarasi Djuanda” menghentak dunia, dan menjadi titik balik kelautan Indonesia, dengan berani dan tegas menyatakan: 1) Bahwa Indonesia menyatakan sebagai negara kepulauan yang mempunyai corak tersendiri; 2) Bahwa sejak dahulu kala Kepulauan Nusantara ini sudah merupakan satu kesatuan; 3) Ketentuan ordonansi 1939 tentang Ordonansi dapat memecah belah keutuhan wilayah Indonesia.
Sebagaimana diketahui bahwa Indonesia memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada. Garis pantai Kanada adalah sepanjang 202.080 km. Sementara panjang garis pantai Indonesia adalah 108.000 km. Angka tersebut merupakan hasil riset Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dengan melibatkan Badan Informasi Geo Spasial (BIG) dan Pusat Hidrografi dan Oseanografi (Pushidros) TNI Angkatan Laut pada 2018.
Menurut data statitik Kementerian Kelautan dan Perikanan (2020), jumlah nelayan laut, nelayan perairan umum daratan (PUD), dan pembudidaya di seluruh Indonesia adalah 5.088.581 jiwa. Sementara jumlah nelayan laut adalah 2.359.064 jiwa. Dari tahun ke tahun, jumlah nelayan semakin berkurang. Hal ini disebabkan minat pemuda untuk
menjadi nelayan semakin rendah.
Fakta juga menunjukkan bahwa kebanyakan nelayan berada dalam ambang batas garis kemiskinan. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan (2018) menunjukkan jumlah nelayan di Indonesia masih berjumlah 2,7 juta orang dan ternyata nelayan menyumbang angka 25 % dari angka kemiskinan nasional.
Pada Februari 2017, Presiden Jokowi mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16 Tahun 2017 tentang Kebijakan Kelautan Indonesia. Satu di antara dasar pertimbangannya bahwa pengelolaan sumber daya kelautan dilakukan dalam rangka mewujudkan cita-cita Indonesia sebagai poros maritim dunia dan dalam upaya memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.
Kebijakan kelautan Indonesia tersebut memiliki tujuh pilar, yaitu; i) Pengelolaan sumber daya kelautan dan pengembangan sumber daya manusia; ii) Pertahanan, keamanan, penegakan hukum, dan keselamatan di laut; iii) Tata kelola dan kelembagaan laut; iv) Ekonomi dan infrastruktur kelautan dan peningkatan kesejahteraan; v) Pengelolaan ruang laut dan perlindungan lingkungan laut.; vi) Budaya bahari; dan vii) Diplomasi maritim.
Pada 2019, pemerintah telah meluncurkan “Program Satu Juta Nelayan Berdaulat” yang bertujuan meningkatkan kedaulatan ekonomi nelayan Indonesia melalui dukungan teknologi 4.0, meningkatkan tingkat pemanfaatan sumber daya laut dari 7% menjadi minimal 17%, mengurangi angka kemiskinan nasional hingga 25%, dan meningkatkan kedaulatan maritim Indonesia dengan melibatkan nelayan sebagai garda terdepan penjaga kedaulatan negara. Tentang bagaimana hasilnya? Kita bisa evaluasi bersama secara objektif.
Berbagai peraturan, kebijakan, dan program yang diluncurkan pemerintah tentunya berangkat dari fakta dan kesadaran bahwa Indonesia merupakan negara besar dengan 70% wilayahnya adalah lautan. Kesadaran untuk menjadikan Indonesia sebagai poros martim dunia juga tidak lepas dari bentang sejarah kelautan Indonesia, dimana Ir Djuanda Kartawidjaja sebagai aktor utamanya.
Pada 13 Desember 1957, Ir Djuanda Kartawidjaja yang menjabat sebagai Perdana Menteri Indonesia saat itu mencetuskan sebuah deklarasi yang menyatakan kepada dunia bahwa laut Indonesia adalah termasuk laut sekitar, di antara dan di dalam kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Deklarasi Djuanda” menghentak dunia, dan menjadi titik balik kelautan Indonesia, dengan berani dan tegas menyatakan: 1) Bahwa Indonesia menyatakan sebagai negara kepulauan yang mempunyai corak tersendiri; 2) Bahwa sejak dahulu kala Kepulauan Nusantara ini sudah merupakan satu kesatuan; 3) Ketentuan ordonansi 1939 tentang Ordonansi dapat memecah belah keutuhan wilayah Indonesia.