Reformulasi Agama dalam Geopolitik Global
loading...
A
A
A
Asep Saepudin Jahar
Guru Besar Sosiologi Hukum Islam
Direktur Sekolah Pascasarjana
UIN Jakarta
AGAMA menjadi isu sentral dalam masyarakat global saat ini. Perdamaian dunia dan geo-politik global berhubungan erat dengan keberagamaan masyarakat. Diskursus ini menjadi tema penting dalam Religion forum G20 yang diadakan di Bali, 2-3 November 2022.
Perhatian agama bagi masyarakat dunia terkait adanya harapan pada satu sisi dan kenyataan praktik agama pada sisi yang menunjukkan eksklusifisme serta kekerasan. Para delegasi dalam forum ini berbagi pengalaman kegamaan mereka untuk merumuskan dan menemukan nilai persamaan untuk perdamaian.
Pertemuan para tokoh agama dunia yang diinisiasi Nahdhatul Ulama bekerja sama dengan Liga Muslim Dunia (Muslim World League) membahas tema penting terkait dengan kondisi keagamaan dalam merespons geopolitik dunia dengan membangun titik temu nilai-nilai keadaban beragama.
Upaya ini menguat karena agama di beberapa belahan dunia menampilkan kekerasan dan ekstremisme yang diakibatkan oleh eksklusifisme doktrinal yang dibarengi dengan kepentingan politik. Forum pertemuan internasional para tokoh agama ini berbagi pengetahuan dan pengalaman yang terkait masalah-masalah keberagamaan.
Konfigurasi Sosial Agama
Kehadiran agama diawali sebagai landasan moral dan etik pemeluknya untuk menjadikan manusia dalam keadaban yang dilandasi ketuhanan. Setiap pemeluk meyakininya sebagai kebenaran dari Tuhan yang mengarah pada pembelaan atas nama agama.
Dimensi ini mengindikasikan teosentrisme pemeluk agama dengan pemahamannya yang beragam. Keberagamaan yang cenderung pada paradigma ini menfokuskan dirinya secara inward looking, pada ujungnya, menghadirkan agama secara eksklusif, yang gagal untuk menyandingkan agama-agama sebagai keragaman yang seimbang. Benturan dan konflik antara satu agama dengan agama lainnya yang dipertajam oleh pemeluknya memunculkan kekerasan dan ekstremisme.
Perspektif lain dengan dengan pendekatan antroposentrisme ditawarkan sebagai formula religious humanitarianism dalam mengadaptasikan ajaran agama secara universal. Agama hadir melayani kebutuhan dalam mencapai kebaikan kemanusiaan. Di sinilah penguatan agama yang diarahkan untuk melayani kedamaian penganutnya menjadi sentral kebermaknaan agama untuk perdamaian.
Pertemuan para tokoh agama dalam Religion Forum G20 menyadari fenomena keberagamaan yang masih memunculkan kekerasan dan konflik di masyarakat. Berbagai perspektif dalam konteks teologis dipaparkan dalam forum ini dibarengi dengan penjelasan pengalaman positif dan negative fenomena agama dari berbagai negara.
Namun kesadaran keberagamaan yang ditujukan untuk kedamaian dan kemanusiaan menjadi titik temu yang memunculkan harapan penting bagi dunia. Pengaruh agama mengindikasikan adanya komunitas yang terikat oleh nilai-nilai simbolik yang diajarkan agama, baik secara intra-pemeluk maupun antar-pemeluknya.
Guru Besar Sosiologi Hukum Islam
Direktur Sekolah Pascasarjana
UIN Jakarta
AGAMA menjadi isu sentral dalam masyarakat global saat ini. Perdamaian dunia dan geo-politik global berhubungan erat dengan keberagamaan masyarakat. Diskursus ini menjadi tema penting dalam Religion forum G20 yang diadakan di Bali, 2-3 November 2022.
Perhatian agama bagi masyarakat dunia terkait adanya harapan pada satu sisi dan kenyataan praktik agama pada sisi yang menunjukkan eksklusifisme serta kekerasan. Para delegasi dalam forum ini berbagi pengalaman kegamaan mereka untuk merumuskan dan menemukan nilai persamaan untuk perdamaian.
Pertemuan para tokoh agama dunia yang diinisiasi Nahdhatul Ulama bekerja sama dengan Liga Muslim Dunia (Muslim World League) membahas tema penting terkait dengan kondisi keagamaan dalam merespons geopolitik dunia dengan membangun titik temu nilai-nilai keadaban beragama.
Upaya ini menguat karena agama di beberapa belahan dunia menampilkan kekerasan dan ekstremisme yang diakibatkan oleh eksklusifisme doktrinal yang dibarengi dengan kepentingan politik. Forum pertemuan internasional para tokoh agama ini berbagi pengetahuan dan pengalaman yang terkait masalah-masalah keberagamaan.
Konfigurasi Sosial Agama
Kehadiran agama diawali sebagai landasan moral dan etik pemeluknya untuk menjadikan manusia dalam keadaban yang dilandasi ketuhanan. Setiap pemeluk meyakininya sebagai kebenaran dari Tuhan yang mengarah pada pembelaan atas nama agama.
Dimensi ini mengindikasikan teosentrisme pemeluk agama dengan pemahamannya yang beragam. Keberagamaan yang cenderung pada paradigma ini menfokuskan dirinya secara inward looking, pada ujungnya, menghadirkan agama secara eksklusif, yang gagal untuk menyandingkan agama-agama sebagai keragaman yang seimbang. Benturan dan konflik antara satu agama dengan agama lainnya yang dipertajam oleh pemeluknya memunculkan kekerasan dan ekstremisme.
Perspektif lain dengan dengan pendekatan antroposentrisme ditawarkan sebagai formula religious humanitarianism dalam mengadaptasikan ajaran agama secara universal. Agama hadir melayani kebutuhan dalam mencapai kebaikan kemanusiaan. Di sinilah penguatan agama yang diarahkan untuk melayani kedamaian penganutnya menjadi sentral kebermaknaan agama untuk perdamaian.
Pertemuan para tokoh agama dalam Religion Forum G20 menyadari fenomena keberagamaan yang masih memunculkan kekerasan dan konflik di masyarakat. Berbagai perspektif dalam konteks teologis dipaparkan dalam forum ini dibarengi dengan penjelasan pengalaman positif dan negative fenomena agama dari berbagai negara.
Namun kesadaran keberagamaan yang ditujukan untuk kedamaian dan kemanusiaan menjadi titik temu yang memunculkan harapan penting bagi dunia. Pengaruh agama mengindikasikan adanya komunitas yang terikat oleh nilai-nilai simbolik yang diajarkan agama, baik secara intra-pemeluk maupun antar-pemeluknya.