Mengenal Xinjiang dan Permasalahan yang Tersisa di China

Senin, 31 Oktober 2022 - 11:01 WIB
loading...
Mengenal Xinjiang dan Permasalahan yang Tersisa di China
Harryanto Aryodiguno. Foto/Istimewa
A A A
Harryanto Aryodiguno
Ph.D Dosen jurusan Hubungan Internasional President University, Jababeka-Cikarang
Wasekjen VI Bidang Perindustrian dan Perdagangan DPP Partai Perindo

Daerah Otonomi Uygur Xinjiang (XUAR) terletak di barat laut China , dan berbatasan dengan delapan negara yaitu Mongolia, Rusia, Kazakhstan, Kirgistan, Tajikistan, Afghanistan, Pakistan, dan India. Sama seperti Indonesia, China adalah negara multietnis atau suku, dan semua kelompok etnis di Xinjiang adalah bangsa dan warga negara China.

Dalam proses pembentukan negara China, sejarah Xinjiang tidak terlepas dari sejarah China. Namun, kelompok separatis dengan sengaja menyangkal bahwa Xinjiang adalah wilayah yang tak terpisahkan dari China, menyangkal fakta bahwa Xinjiang adalah sebuah wilayah di China yang terdiri dari multietnis, multibudaya, dan multiagama sejak zaman sebelum adanya Republik. Kelompok separatis selalu menggaungkan bahwa Xinjiang adalah "Turkestan Timur" dan mempropagandakan "kemerdekaan" Xinjiang.

Sejarah China menjelaskan bahwa awal adanya bangsa China berasal dari dinasti Xia, Shang, dan Zhou yang lahir di China bagian tengah. Kelompok etnis yang secara bertahap bergabung dengan dinasti-dinasti tersebut secara umum sering disebut sebagai Zhuxia atau Huaxia. Sampai saat ini pun, para cendikiawan masih ada yang menyebut China sebagai Huaxia. Dari zaman sebelum Samkok atau tiga negara, wilayah atau negara Qi, Chu, Yan, Han, Zhao, Wei, dan Qin telah menyebut diri mereka sebagai Huaxia. Pada 221 SM, Kaisar Qin Shihuang mendirikan dinasti feodal pertama yang bersatu dan berdaulat di China. Pada tahun 202 SM, nenek moyang Dinasti Han, Liu Bang, mendirikan Dinasti Han.



Dari Dinasti Han hingga akhir Dinasti Qing, Xinjiang, termasuk utara dan selatan Pegunungan Tianshan di Xinjiang, disebut sebagai Wilayah Barat. Sejak Dinasti Han, Xinjiang resmi menjadi bagian dari wilayah China. Dalam sejarah berdirinya Republik China pada tahun 1911, suku-suku di Xinjiang dan suku-suku lainnya turut berjuang bersama mendirikan Republik China yang sekarang masih memerintah di Taipei.

Republik Rakyat China, nama resmi negara China, berdiri pada tahun 1949 dan yang berhak mewakili China saat ini di dunia internasional, dan Daerah Otonomi Uigur Xinjiang dibentuk pada tahun 1955. Dalam proses sejarah China, wilayah China telah mengalami periode separatism, pemberontakan maupun persatuan secara bergantian. Seperti gerakan separatis atau pemberontakan untuk memisahkan diri dari dinasti dan mendirikan Republik.

Sejarah China sangat kompleks, dimana wilayah China pernah menjadi jajahan maupun pernah disewakan kepada bangsa barat. Jadi dalam sejarah China, tidak hanya terjadi konflik internal antara Xinjiang dan pemerintah pusat, kita tahu jelas konflik yang belum berakhir adalah perang saudara antara pemerintah Nasionalis yang berbasis di Taipei dan pemerintah Komunis yang berbasis di Beijing.

Masih dalam konflik internal, sepanjang tahun 2019, kita dikejutkan dengan demonstrasi di Hong Kong yang konon menuntut kebebasan demokrasi dan hak menentukan nasib sendiri seperti yang dijanjikan oleh para pemimpin Komunis sebelum Hong Kong kembali ke China. Kembali ke masalah Xinjiang, apa yang sebenarnya terjadi di Xinjiang? Konflik antar suku yang berbeda? Atau penindasan terhadap etnis minoritas dan agama minoritas?

Dalam memahami konflik yang terjadi di Xinjiang, seharusnya para pengamat tidak hanya mengamati dari kacamata media barat, tetapi harus seimbang. Artinya juga harus membaca dari sumber yang berbahasa China, terutama media lokal baik dari kelompok pro pemerintah maupun media sosial milik gerakan pro kemerdekaan. Akademisi maupun pengamat harusnya memilih referensi yang memiliki bukti ilmiah dan sumber yang dapat dipercaya, bukan artikel atau kabar burung yang tendensius dengan propaganda politik. Kalau media tidak bisa netral, seharusnya pembaca harus memiliki sikap kritis dan netral dalam memahami situasi di Xinjiang.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1699 seconds (0.1#10.140)