Ekspor Benih Lobster, Langkah KKP Diapresiasi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Dekan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanudin, Jamaludin Jompa mengapresiasi kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) soal mengizinkan ekspor benih lobster. Menurutnya, kebijakan itu sangat tepat, karena selain menguntungkan negara, hal itu juga dapat meningkatkan ekonomi nelayan di tengah pandemi Covid-19.
Dia pun sependapat dengan Menteri KKP, Edhy Prabowo jumlah benih lobster yang melimpah bisa dimanfaatkan agar bernilai ekonomis dan tidak mati sia sia karena potensi hidupnya di alam sangat kecil. "Sembari proses mengembangkan teknologi (budidaya lobster), menyekolahkan SDM dan sebagainya, lebih bagus (benih lobster) dioptimalkan dari pada mati percuma,” tuturnya, Senin 6 Juli 2020.
Sebelumnya, kebijakan dari KKP ini menjadi polemik, lantaran ada pro dan kontra. Namun, KKP tetap melakukannya dengan syarat ekspor secara terbatas dan harus berdasarkan Permen KP Nomor 12 tahun 2020 yang terbit pada 4 Mei 2020.
Terlebih dengan pembelian bibit lobster tidak akan menjadi kaya di kemudian hari, karena indonesia tidak mengambil benih ini, dan tidak bakal mati juga. “Saya berharap kita berhenti berpolemik kalau belum mengerti masalahnya," kata Jamaludin.
Ia tak sependapat dengan pernyataan bahwa ekspor benih lobster merugikan negara. Menurutnya, negara akan sangat untung jika melakukannya saat pandemi demi meningkatkan pemasukan. Di sisi lain, hal itu juga dapat membuka lapangan kerja baru, sehingga yang menganggur bisa bekerja lagi.
"Kalau kita bilang ini merugikan negara, justru dengan tidak ekspor kita merugikan negara. Kenapa? karena kalau tidak kita manfaatkan, maka (lobster) mati, nelayan tidak dapat duit, penyelundupan juga tetap ada, siapa yang rugi. Negara rugi kalau itu tidak dimanfaatkan," tuturnya.
Dia pun membantah kalau ekspor benih lobster juga untuk menguntungkan korporasi tertentu saja. Sebab, kata dia semua punya peluang yang sama untuk menjadi pelaku ekspor, asal harus sesuai dengan aturan yang ada, yakni berbadan hukum.
"Kita harus sadar, nelayan tidak mungkin mengekspor. Dia tidak punya pasar, tidak punya link, maka harus ada pengusaha. Pengusaha ini kan harus akuntabel, tidak boleh individu, harus punya entitas yang sifatnya lebih bertanggung jawab supaya lebih mudah dilacak, punya tanggung jawab kepada negara, dan harus bayar pajak, sehingga wajar harus dalam bentuk korporasi," tutupnya.
Lihat Juga: Luncurkan Percontohan PIT di Maluku, KKP Gandeng Telkomsat Perkuat Konektivitas Komunikasi
Dia pun sependapat dengan Menteri KKP, Edhy Prabowo jumlah benih lobster yang melimpah bisa dimanfaatkan agar bernilai ekonomis dan tidak mati sia sia karena potensi hidupnya di alam sangat kecil. "Sembari proses mengembangkan teknologi (budidaya lobster), menyekolahkan SDM dan sebagainya, lebih bagus (benih lobster) dioptimalkan dari pada mati percuma,” tuturnya, Senin 6 Juli 2020.
Sebelumnya, kebijakan dari KKP ini menjadi polemik, lantaran ada pro dan kontra. Namun, KKP tetap melakukannya dengan syarat ekspor secara terbatas dan harus berdasarkan Permen KP Nomor 12 tahun 2020 yang terbit pada 4 Mei 2020.
Terlebih dengan pembelian bibit lobster tidak akan menjadi kaya di kemudian hari, karena indonesia tidak mengambil benih ini, dan tidak bakal mati juga. “Saya berharap kita berhenti berpolemik kalau belum mengerti masalahnya," kata Jamaludin.
Ia tak sependapat dengan pernyataan bahwa ekspor benih lobster merugikan negara. Menurutnya, negara akan sangat untung jika melakukannya saat pandemi demi meningkatkan pemasukan. Di sisi lain, hal itu juga dapat membuka lapangan kerja baru, sehingga yang menganggur bisa bekerja lagi.
"Kalau kita bilang ini merugikan negara, justru dengan tidak ekspor kita merugikan negara. Kenapa? karena kalau tidak kita manfaatkan, maka (lobster) mati, nelayan tidak dapat duit, penyelundupan juga tetap ada, siapa yang rugi. Negara rugi kalau itu tidak dimanfaatkan," tuturnya.
Dia pun membantah kalau ekspor benih lobster juga untuk menguntungkan korporasi tertentu saja. Sebab, kata dia semua punya peluang yang sama untuk menjadi pelaku ekspor, asal harus sesuai dengan aturan yang ada, yakni berbadan hukum.
"Kita harus sadar, nelayan tidak mungkin mengekspor. Dia tidak punya pasar, tidak punya link, maka harus ada pengusaha. Pengusaha ini kan harus akuntabel, tidak boleh individu, harus punya entitas yang sifatnya lebih bertanggung jawab supaya lebih mudah dilacak, punya tanggung jawab kepada negara, dan harus bayar pajak, sehingga wajar harus dalam bentuk korporasi," tutupnya.
Lihat Juga: Luncurkan Percontohan PIT di Maluku, KKP Gandeng Telkomsat Perkuat Konektivitas Komunikasi
(mhd)