Penguatan Organisasi KKP Solusi Persoalan Urbanisasi Laut
loading...
A
A
A
JAKARTA - Penguatan struktur organisasi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dengan memecah Ditjen Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut (Ditjen PKRL) menjadi dua bagian sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 193/2024 dinilai sebagai langkah tepat dan visioner.
Di masa mendatang Indonesia akan dihadapkan pada persoalan “Urbanization of the Sea” atau urbanisasi laut yang menimbulkan masalah yang kompleks dan dinamis dalam perencanaan, pemanfaatan, serta pengendalian ruang laut.
“Hadirnya Ditjen Penataan Ruang Laut merupakan jawaban yang tepat dalam menghadapi dan menangani Urbanization of The Sea saat ini dan di masa mendatang,” ujar Guru Besar IPB University Prof Akhmad Fauzi di Jakarta, Minggu (10/11/2024).
Sesuai Perpres Nomor 193 Tahun 2024 tentang Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang terbit pada Jumat 8 November lalu, terjadi perubahan nomenklatur pada Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut (PKRL).
Melalui regulasi itu, PKRL dimekarkan menjadi dua bagian yakni Ditjen Penataan Ruang Laut dan Ditjen Pengelolan Kelautan.
Menurut Akhmad Fauzi, urgensi Ditjen Penataan Ruang Laut bahkan sudah dikaji pihaknya sejak setahun lalu. Hal ini karena KKP mengalami masalah Wooden Bucket Syndrom di mana beban yang diemban dalam penataan ruang laut tidak sepadan dengan kewenangan kelembagaan yang dimiliki sehingga mengakibatkan kurang optimalnya kebijakan ruang laut, khsusunya yang berkaitan dengan sinergi dan kolaborasi antarlembaga.
Untuk itu, penguatan kapasitas kelembagaan yang khusus menangani penataan ruang laut menjadi suatu keniscayaan karena beban kerja yang dihadapi KKP saat ini.
Peningkatan kapasitas penataan ruang laut harus dilakukan baik dari sisi aspek Institutional Arrangement (lingkungan internal dan eksternal) maupun Institutional Governance (efektivitas beban kerja, potensi kontribusi terhadap KKP, dan lingkup kerja sama antarlembaga).
“Dari hasil kajian yang kami lakukan terkait isu-isu strategis yang dihadapi menunjukkan banyaknya masalah penataan ruang laut yang berada pada kuadran complex dan complicated yang berimplikasi pada kurang efektifnya kinerja KKP berkaitan dengan penataan ruang laut. Adanya Ditjen Penataan Ruang Laut akan berimplikasi cukup signifikan dalam mengelolan ruang laut yang lebih baik dan berkeadilan serta berkelanjutan,” ungkapnya.
Sebagai unit kerja baru dengan beban kerja strategis, Ditjen Penataan Ruang Laut KKP sebaiknya dipimpin oleh sosok yang memahami serta menguasai permasalahan dan kebijakan yang berkaitan dengan penataan ruang laut.
Selain itu, sosok tersebut harus memiliki leadership kuat dan integritas tinggi. Karena sosok pemimpin yang hanya memahami permasalahan namun tidak dibarengi dengan leadership kuat, tidak akan efektif dalam menjalankan fungsi Ditjen Penataan Ruang Laut.
“Pejabat karier yang sudah lama berkecimpung dalam konteks di atas tentu akan paham luar dalam masalah tata ruang laut. Saya masih berharap bahwa sipil yang memiliki kualifikasi memahami permasalahan dan memiliki pemikiran inovatif disertai kemampuan mengambil keputusan dan integritas yang tinggi merupakan sosok yang sangat dibutuhkan untuk seorang Dirjen Penataan Ruang Laut,” ujar Akhmad.
Di masa mendatang Indonesia akan dihadapkan pada persoalan “Urbanization of the Sea” atau urbanisasi laut yang menimbulkan masalah yang kompleks dan dinamis dalam perencanaan, pemanfaatan, serta pengendalian ruang laut.
“Hadirnya Ditjen Penataan Ruang Laut merupakan jawaban yang tepat dalam menghadapi dan menangani Urbanization of The Sea saat ini dan di masa mendatang,” ujar Guru Besar IPB University Prof Akhmad Fauzi di Jakarta, Minggu (10/11/2024).
Sesuai Perpres Nomor 193 Tahun 2024 tentang Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang terbit pada Jumat 8 November lalu, terjadi perubahan nomenklatur pada Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut (PKRL).
Melalui regulasi itu, PKRL dimekarkan menjadi dua bagian yakni Ditjen Penataan Ruang Laut dan Ditjen Pengelolan Kelautan.
Menurut Akhmad Fauzi, urgensi Ditjen Penataan Ruang Laut bahkan sudah dikaji pihaknya sejak setahun lalu. Hal ini karena KKP mengalami masalah Wooden Bucket Syndrom di mana beban yang diemban dalam penataan ruang laut tidak sepadan dengan kewenangan kelembagaan yang dimiliki sehingga mengakibatkan kurang optimalnya kebijakan ruang laut, khsusunya yang berkaitan dengan sinergi dan kolaborasi antarlembaga.
Untuk itu, penguatan kapasitas kelembagaan yang khusus menangani penataan ruang laut menjadi suatu keniscayaan karena beban kerja yang dihadapi KKP saat ini.
Peningkatan kapasitas penataan ruang laut harus dilakukan baik dari sisi aspek Institutional Arrangement (lingkungan internal dan eksternal) maupun Institutional Governance (efektivitas beban kerja, potensi kontribusi terhadap KKP, dan lingkup kerja sama antarlembaga).
“Dari hasil kajian yang kami lakukan terkait isu-isu strategis yang dihadapi menunjukkan banyaknya masalah penataan ruang laut yang berada pada kuadran complex dan complicated yang berimplikasi pada kurang efektifnya kinerja KKP berkaitan dengan penataan ruang laut. Adanya Ditjen Penataan Ruang Laut akan berimplikasi cukup signifikan dalam mengelolan ruang laut yang lebih baik dan berkeadilan serta berkelanjutan,” ungkapnya.
Sebagai unit kerja baru dengan beban kerja strategis, Ditjen Penataan Ruang Laut KKP sebaiknya dipimpin oleh sosok yang memahami serta menguasai permasalahan dan kebijakan yang berkaitan dengan penataan ruang laut.
Selain itu, sosok tersebut harus memiliki leadership kuat dan integritas tinggi. Karena sosok pemimpin yang hanya memahami permasalahan namun tidak dibarengi dengan leadership kuat, tidak akan efektif dalam menjalankan fungsi Ditjen Penataan Ruang Laut.
“Pejabat karier yang sudah lama berkecimpung dalam konteks di atas tentu akan paham luar dalam masalah tata ruang laut. Saya masih berharap bahwa sipil yang memiliki kualifikasi memahami permasalahan dan memiliki pemikiran inovatif disertai kemampuan mengambil keputusan dan integritas yang tinggi merupakan sosok yang sangat dibutuhkan untuk seorang Dirjen Penataan Ruang Laut,” ujar Akhmad.
(jon)