Marginalisasi dan Metamorfosis IDI

Rabu, 26 Oktober 2022 - 17:03 WIB
loading...
Marginalisasi dan Metamorfosis IDI
Iqbal Mochtar (Foto: Ist)
A A A
Iqbal Mochtar
Pengurus PB IDI, PP IAKMI, Ketua Perhimpunan Dokter Indonesia Timur Tengah

PADA 24 Oktober 2022 lalu, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) berulang tahun ke-72. Bagi ukuran manusia, usia 72 tahun sudah termasuk kategori uzur. Namun bagi organisasi profesi dokter, usia ini masih terbilang muda.

Organisasi profesi dokter di negara lain usianya malah ratusan tahun. American Medical Association berusia 197 tahun; British Medical Association 200 tahun dan India Medical Association 234 tahun. Dalam perjalanan tujuh dekade ini, IDI telah menoreh banyak milestone sekaligus merasakan pahit getir perjalanan sebuah organisasi.

Multi-peran IDI
Sejak kemunculannya, IDI telah mengambil peran krusial dalam beragam perjuangan. Setidaknya, perannya tertoreh dalam dua domain penting.

Pertama, agent of profesionalism. Hingga saat ini, IDI merupakan satu-satunya organisasi profesi dokter yang sah dan diakui pemerintah. Pengakuan ini ini disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 dan diperkuat oleh keputusan Mahkamah Konstitusi. Artinya, kalau bicara mengenai profesi dokter, IDI merupakan proper channel of communication and representation.

Baca Juga: koran-sindo.com

Saat ini, IDI merupakan rumah besar bagi 200.000 dokter Indonesia, 89 Perhimpunan dan 37 Kolegium. Ini sebuah militansi besar. Secara internal, IDI mengurus adminsitrasi serta penegakan standar-standar profesi dan moral dokter. Secara eksternal, IDI merupakan representasi dokter saat berhadapan dengan pemerintah dan institusi lain. Keberadaannya juga diakui oleh lembaga profesi dokter dunia, yaitu World Medical Association. Klop, IDI adalah representatif dokter. Artinya, saat bicara profesi dokter, IDI mestinya menjadi rujukan.

Kedua, agent of change and improvement. Sejarah IDI tidak lepas dari perjuangan mendukung perubahan dan perbaikan. Sebagai organisasi profesi tertua di negeri ini, ia telah menjadi mitra strategis pemerintah dalam setiap zaman. Saat awal didirikan, dokter-dokter Indonesia dan IDI menjadi elemen krusial dalam mempertahankan kemerdekaan negara.

Selanjutnya, IDI berperan dalam berbagai upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat, termasuk mendukung kegiatan Keluarga Berencana yang saat awalnya ditolak masyarakat. Saat dunia diterabas pandemi baru-baru ini, IDI dan anggotanya berdiri pada garda terdepan menghadapi Covid-19. Padahal saat itu, penyakit Covid-19 baru muncul, sangat menakutkan dengan angka kematian yang tinggi, minim informasi ilmiahnya serta belum tersedia obat dan vaksinnya.

Saat kebanyakan masyarakat berdiam dirumah atau working from home, IDI dan anggotanya terus berjuang di rumah sakit dengan APD minim. Mereka bahkan rela tidak berjumpa keluarganya berhari-hari saat bertugas. Akhirnya banyak di antara mereka yang terinfeksi dan meninggal; 751 dokter gugur dalam perang melawan Covid. Saat vaksin Covid-19 pertama kali muncul, IDI langsung menyatakan dukungannya terhadap penggunaan vaksin; padahal saat itu masyarakat dalam kebingungan dan ketakutan. Ini sejumlah milestone yang ditoreh IDI bagi kesehatan dan keselamatan manusia.

Ironisnya, di tengah multi-peran kemanusiaan dan kesehatan tersebut, tiba-tiba muncul sekelompok orang yang menggugat eksistensi dan keabsahan IDI sebagai satu-satunya organisasi profesi. Gugatannya bahkan hingga ke Mahkamah Konstitusi.

Salah satu alasannya, IDI terlalu powerful dan memonopoli rekomendasi izin praktik. Mereka ingin adanya organisasi dokter lain selain IDI (poli-organisasi profesi). Selain itu, akhir-akhir ini muncul pula narasi dan upaya yang terkesan ingin memarginalkan, memfragmentasi atau mengamputasi organisasi besar ini. Peran krusialnya ingin dipreteli dan dibatasi. Bila perlu, IDI hanya menjadi organisasi paguyuban tanpa peran krusial. Narasi ini jelas tersirat dalam RUU Kesehatan yang baru-baru ini beredar.

Amputasi Peran dan Reaksi Metamorfosis
Upaya memarginalkan dan memfragmentasi IDI sangat tidak relevan dan kontra-produktif di era saat ini. Ada beberapa alasannya.

Pertama, IDI adalah elemen penting dalam bidang kesehatan dan profesionalisme. Organisasi ini menaungi kelompok profesional dokter yang pendidikan, ketrampilan dan pekerjaannya bersifat khusus dan tidak bisa dijalankan oleh profesi lain. Wewenang mengobati, mengoperasi atau melakukan tindakan pada orang sakit ada pada profesi ini.

Karena perannya yang sangat krusial, IDI mestinya selalu dijadikan mitra strategis dalam pembangunan; bukan kompetitor strategis. Bersama dengan organisasi profesi kesehatan lain, IDI mesti diberi peran proporsional dalam bidang kesehatan dan bukan dimarginalkan atau difragmentasi. Pemerintah memiliki kewajiban mengayomi, membina dan mendukung organisasi profesi yang ada, termasuk IDI.

Kedua, esensi tuduhan negatif yang diarahkan ke IDI bisa benar, bisa salah. Perlu dilakukan penelusuran dan klarifikasi; apakah terbukti atau sekedar hoaks. Kalaupun ternyata benar; tuduhan ini tidak dapat dijadikan alasan memarginalkan, memfragmentasi apalagi membubarkan IDI. Alasannya, esensinya tidak substansial dan sistematik. Penyelesaiannya bisa secara internal.

Selain itu, tidak ada organisasi yang benar-benar sempurna. Bisa saja memang ada oknum yang menggunakan kendaraan organisasi dan kewenangannya untuk tujuan tidak elok. Namun ini dilakukan oleh oknum; jangan karena ulah oknum, organisasi ingin dikebiri perannya. Bila seorang hakim agung kedapatan korupsi, apakah peran Mahkamah Agung harus dikerdilkan atau dibubarkan? Bila banyak anggota partai terlibat korupsi, apakah peran partai harus dikebiri dan dibubarkan? Bila seorang rektor kedapatan menerima suap, apakah satu universitas harus ditutup?

Ketiga, organisasi profesi IDI diikat oleh kesejawatan yang kuat. Jauh lebih kuat dari “kesejawatan” kumpulan pencinta kopi klotok atau pecinta motor tertentu. Para dokter memiliki spirit universal tepo seliro karena kesamaan latar belakang : menjalani pendidikan yang sulit, berhadapan dengan tugas dan tanggung jawab berat serta seringnya dihumiliasi.

Spirit kesejawatan ini berfluktuasi dari waktu ke waktu; satu saat bisa renggang, tapi saat lain menjadi sangat kuat. Bila sangat kuat, spirit kesejawatan bisa menjadi militansi hebat. Efeknya bisa destruktif. Bila organisasi profesi merasa terzalimi, mereka bisa minta anggotanya mogok kerja. Kalau dokter mogok, chaos-lah negeri ini. Bila supir mogok, mungkin aparatur sipil negara (ASN) atau tentara bisa menggantikan pekerjaan supir. Kalau dokter mogok, siapa yang mau melakukan operasi dan penanganan gawat darurat?

Keempat, belum pernah terdengar adanya organisasi profesi dokter di negara lain yang bubar. Faktanya, kebanyakan organisasi profesi dokter rutin mengalami proses metamorfosis. Bila ditekan atau dimarginalkan, mereka bisa mengubah bentuk dan peran. Semacam mutasi; mutasinya bisa jadi membuatnya lebih kuat dan solid. American Medical Association dan British Medical Association adalah contoh dua organisasi profesi yang perannya sangat powerful saat ini. Mereka bisa sampai pada fase ini setelah menjalani perjalanan ratusan tahun.

Selama perjalanan panjang tersebut, organisasi profesi ini telah didera oleh beragam cobaan dan penelikungan. Perannya diganti, dicopot atau dimarginalkan. Tetapi selama ratusan tahun proses gangguan tersebut, kedua organisasi ini tetap survive dan bahkan perannya menjadi updated dan kian dominan.

Intinya, selain tidak tepat dan relevan, upaya memarginalisasi dan memfragmentasi IDI tidak akan membuat organisasi ini mandul fungsi. IDI bisa bermetamorfosis dalam perubahan ruang dan waktu; ia tidak mati. Mereka akan survive dan bahkan bisa makin eksis; termasuk dengan reposisi peran yang makin strategis.

Bagi IDI, upaya memarginalkan peran mereka merupakan riak-riak perjuangan. Kapal organisasi besar ini tidak akan tenggelam karena riak-riak ini. Riak ini justru membuat mereka makin kuat; sejalan dengan prinsip “pelaut ulung tidak pernah lahir dari laut yang tenang”. Riak-riak gelombang ini justru membuat mereka menjadi makin matang. Dengan kematangan itu, proses metamorfosis mereka menjadi lebih strategik dan indah. Sepertinya indahnya metamorfosis ulat yang menjadi kepompong dan akhirnya menjadi kupu-kupu. Dirgahayu ke-72 IDI. Semoga selalu sukses dan amanah.
(bmm)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1822 seconds (0.1#10.140)