Mentransformasi Jaminan Sosial sebagai Budaya Masyarakat

Rabu, 26 Oktober 2022 - 12:17 WIB
loading...
Mentransformasi Jaminan Sosial sebagai Budaya Masyarakat
H Yayat Syariful Hidayat (Foto: Ist)
A A A
H Yayat Syariful Hidayat
Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan

SEJUTA kisah tentang hubungan santri-kiai, tak akan pernah habis untuk diceritakan, selalu seru dan selalu ada yang “dimaafkan” teutama oleh kiai kepada santrinya. Kisah harta kiai adalah harta santri, menjadi satu cerita yang paling sering dikemukakan. Kebiasaan di pondok pesantren dulu memang seperti itu, semua yang ada di lingkungan pondok, seakan menjadi “perlindungan sosial” bagi para santri yang sedang lapar dan masih menunggu kiriman orangtuanya.

Di saat kritis seperti itu, moda terpenting adalah beras tersedia. Apalagi di lingkungan ke RT-an atau RW budaya perelek masih berjalan dengan tertib dan baik.

Perelek merupakan istilah di Jawa Barat, khususnya di Priangan Timur. Budaya menyimpan sekepal beras di depan rumah-rumah warga yang menjadi kewajiban tak tertulis. Perelek disimpan dalam tabung bambu yang ditempelkan di depan pintu setiap rumah. Ini adalah cara warga dalam rangka mempertahankan kelangsungan hidupnya.

Baca Juga: koran-sindo.com

Sejalan dengan pendapat Bronislaw Malinowski (1884-1942) yang mendefinisikan kebudayaan sebagai penyelesaian manusia terhadap lingkungan hidupnya serta usaha untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya sesuai dengan tradisi yang terbaik, perelek tumbuh subur dalam upaya survival.

Perelek juga menjadi sebuah budaya semacam “jaminan sosial” bagi warga sekitar yang membutuhkan. Atau bagi warga yang kekurangan. Pun demikian dengan cerita para santri, santri-santri ini kerap mendapatkan bagian dari perelek, ditambah dengan kerelaan kiai menjadikan ikan-ikan di kolamnya, buah-buahan di pekarangannya, sebagai perlindungan sosial bagi para santrinya sembari menunggu kiriman bulanan orangtuanya datang.

Dalam konteks negara, budaya perlindungan sosial ini dihadirkan dalam bentuk jaminan sosial. Hadirnya Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) Nomor 40 Tahun 2004 diiringi dengan UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), sejatinya mengadopsi pola yang sudah terbentuk dalam budaya Indonesia.

Dengan berbagai ketentuan dan perluasan manfaat yang ada, yang di dalamnya secara tegas tersirat bahwa kehadiran regulasi ini dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar hidup masyarakat Indonesia dengan mengacu pada 9 (sembilan) prinsip yang salah satunya adalah gotong royong, sekali lagi adalah budaya yang sudah ada sejak Indonesia belum ada.

Dalam konteks global, International Social Security Association (ISSA) yang lahir di bawah naungan International Labour Organization (ILO) pada 1927 terus mengembangkan berbagai preferensi untuk mewujudkan jaminan sosial yang bisa dirasakan manfaatnya oleh seluruh warga dunia.

Termasuk dalam hal membangun budaya jaminan sosial, di mana dalam ISSA Guideline 20 yaitu Fostering a strong culture of social security and contribution responsibility, salah satu poinnya adalah membangun budaya jaminan sosial dalam rangka menumbuhkan kesadaran masyarakat akan pentingnya jaminan sosial buat dirinya dan juga keluarganya. Namun pada praktiknya, sampai saat ini khususnya di Indonesia, masih belum menunjukkan ke arah sebagaimana yang di harapkan.

Ada beberapa hal yang bisa kita elaborasi dari persoalan tersebut; pertama image jaminan sosial yang identik dengan asuransi pada umumnya dan kedua adalah persoalan trust (kepercayaan) pada lembaga jaminan sosial dan lembaga asuransi.

Image Jaminan Sosial
Di sebagian masyarakat, keyakinan tentang penjaminan akan risiko baik kecelakaan kerja, kematian, dan hari tua masih merupakan “kewenangan” Yang Maha Kuasa. Doktrin tentang rezeki dan mati ada di tangan Tuhan melekat dan secara harfiah diterima begitu saja. Sehingga membangun persepsi, ketika menggantungkan persoalan tersebut pada rencana-rencana manusia seolah menegasikan peran utama Tuhan. Bahkan secara ekstrem bisa dianggap sedang mengambil peran itu.

Tentu hal ini tidak salah semuanya, namun harus diimbangi dengan literasi yang kuat tentang kewenangan Tuhan yang diberikan pada manusia untuk melakukan ikhtiar maksimal agar manusia sampai pada kesempurnaannya. Seperti di tuliskan oleh Taofik Yusmansyah (2008) bahwa ikhtiar merupakan proses usaha yang dilakukan dengan segala upaya dan kemampuan untuk mencapai hasil terbaik sesuai dengan keinginan. Jika merujuk pada salah satu kitab suci misalnya, seringkali Tuhan menyampaikan ajakan untuk berpikir, berbuat, menggunakan akal, dan banyak perintah-perintah af`aliyah yang harus dikerjakan oleh manusia.

Dalam konteks itu, merencanakan, menyiapkan, mengerjakan sesuatu untuk kebutuhan manusia itu sendiri diperintahkan oleh Sang Khaliq pada Makhluknya. Pun demikian dalam konteks jaminan sosial. Bahkan banyak hal yang ada dalam konteks itu, bukan hanya untuk menjamin dirinya sendiri dan keluarganya tetapi juga untuk bersama-sama saling menolong di antara para peserta, sesama masyarakat.

Budaya tolong menolong, saling asah, saling asih, dan saling asuh yang sejatinya sudah ada dan melekat dalam budaya bangsa ini, membutuhkan pemahaman tranformasial dari pengelolaan yang bersifat seadanya dengan hasil dan manfaat yang juga seadanya, pada pengelolaan yang lebih inklusif, tertata dengan dengan rapi, dan menghasilkan manfaat yang lebih besar untuk masyarakat.

Proses transformasi ini, perlu didorong kuat oleh semua stakeholder dan tokoh-tokoh masyarakat, agama, dan lintas organisasi lainnya agar pemahaman masyarakat bisa segera mewujud dalam bentuk kesadaran penuh, bukan hanya pada sisi kebutuhan namun pada ujungnya budaya yang menjadikan “rasa malu” sebagai bentengnya.

Kepercayaan Publik
Sejalan dengan membangun budaya dalam rangka menumbuhkan kesadaran masyarakat ini, lembaga jaminan sosial yang sampai saat ini masih identik-sebangun dengan asuransi terus memperbaiki diri dengan memberikan citra positif akan pengelolaan kelembagaanya, baik dari sisi layanan maupun dalam memegang amanah dana masyarakat yang dikumpulkan melalui iuran atau premi dalam istilah asuransi.

Sheth (2004) mendefiniskan trust atau kepercayaan sebagai kesediaan untuk mengandalkan kemampuan, integritas, dan motivasi pihak lain untuk bertindak melayani kebutuhan dan kepentingan yang telah disepakati secara implisit atau eksplisit.

Beberapa kejadian yang menimpa lembaga keuangan asuransi seperti yang pernah didengar seperti Jiwasraya, AJB Bumiputera 1912, dan masih mungkin ada yang lain, yang merugikan masyarakat pengiur tentu perlu mendapatkan perhatian yang lebih serius dari pemerintah sebagai regulator untuk mengurangi dampak ketidakpercayaan publik kepada lembaga yang semisal.

Termasuk kasus yang belakangan muncul di beberapa media yakni dugaan korupsi di Taspen Life, dengan sendirinya akan menimbulkan pertanyaan publik, “Amankah uang saya?”. Atau dalam konteks asuransi lainnya, “Apakah lembaga ini mampu menutupi kewajibannya pada para peserta terkait manfaat-manfaat yang dijanjikan?” dan akan banyak lagi pertanyaan yang tidak hanya memerlukan jawaban verbal, melainkan juga dengan tindakan.

Komitmen Transformasi
Lembaga jaminan sosial seperti BPJS Ketenagakerjaan memiliki regulasi yang begitu ketat di samping tata aturan yang sudah dibuat dalam konteks internasioal yakni ISSA Guidelines sebagai pegangan para pengelola jaminan sosial di dunia yang saat ini anggotanya lebih dari 160 negara.

Menyambut ISSA World Forum 2022, akhir Oktober ini di Marakes, salah satu kota tua di Maroko yang menjadi salah satu ikon budaya di dunia, memberikan harapan kuat untuk menjadikan budaya jaminan sosial yang di-endors oleh seluruh negara dan dalam struktur negara dengan melibatkan semua stakeholder dan tokoh-tokohnya, baik tokoh agama, masyarakat, pemuda dan pimpinan-pimpinan organisasi lintas sektoral. Proses transformasi budaya menjadi resolusi dan masuk dalam peta universal coverage. Semoga.

Selamat berkumpul dan berdiskusi dengan semangat sharing knowledge di World Social Security Forum – ISSA di Marakes, Maroko.
(bmm)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1238 seconds (0.1#10.140)