Satu Tahun yang Menentukan bagi Jokowi-Ma'ruf
loading...
A
A
A
Kedua, menggencarkan pembangunan sumber daya manusia (SDM). Ketiga, menyiapkan lapangan kerja dan kemudahan investasi. Keempat, reformasi birokrasi agar lembaga-lembaga negara semakin sederhana dan lincah. Dan kelima, alokasi dan penggunaan APBN secara efektif dan efisien.
Belum lagi bila kita tambahkan proyek pembanguan Ibu Kota Negara yang digadang-gadang akan menjadi milestone peradaban Indonesia masa depan.
Munculnya Dua Fakta Alamiah
Semua target pembangunan tersebut, bagaimanapun harus tercapai. Sebab, ada dua fakta alamiah yang muncul saat ini – yang bila tidak direspon atau dituntaskan – akan menjadi beban bagi kepemimpinan yang akan datang, serta akan membuat cita-cita Indonesia emas tahun 2045 bisa tidak tercapai.
Pertama, surplus demografi. Menurut Bappenas, Indonesia diprediksi akan mengalami masa bonus demografi pada 2030-2040 di mana jumlah penduduk usia produktif (berusia 15-64 tahun) lebih besar dibandingkan penduduk usia tidak produktif (berusia di bawah 15 tahun dan di atas 64 tahun). Pada periode tersebut, penduduk usia produktif diprediksi mencapai 64% dari total jumlah penduduk yang diproyeksikan sebesar 297 juta jiwa. (bappenas.go.id)
Fakta ini, melahirkan harapan (optimisme) di satu sisi, tapi juga tantangan di sisi lain. Agar Indonesia dapat memetik manfaat maksimal dari bonus demografi, ketersediaan sumber daya manusia usia produktif yang melimpah harus diimbangi dengan peningkatan kualitas dari sisi pendidikan dan keterampilan, termasuk kaitannya dalam menghadapi keterbukaan pasar tenaga kerja.
Kedua, masa depan yang datang lebih cepat. Selama masa pandemi Covid-19 ini kita menyaksikan di tiap negara, jutaan orang kehilangan pekerjaan, rantai suplai global terputus, negara-negara mengalami defisit keuangan yang serius, dan potensi ancaman keamanan datang dari mana-mana. Tapi sebagaimana kita saksikan bersama, secara perlahan kita semua diselamatkan oleh “masa depan” yang datang lebih cepat dari seharusnya.
Dalam beberapa dekade terakhir, perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, mengalami lompatan yang siginifikan, sebut saja; kemajuan dalam bidang komunikasi dan informatika, artificial intelligence (AI), bio-technology, nano-technology, aerospace technology, dan energy alternatif nonfosil.
Semua pecapaian ini, memang belum optimal dan sempurna. Tapi kita sadari, inilah infrastruktur masa depan yang akan kita tuju nantinya. Itu sebabnya kita secara perlahan berbenah dan mulai beradaptasi.
Tapi pandemi Covid-19 yang melanda dunia saat ini, membuat masa depan itu datang lebih cepat dari yang seharusnya. Dalam ngarai kebingungan yang melanda, pecapaian teknologi masa depan itu menjadi jawaban.
Ketika semua orang disuruh untuk mejaga jarak dan berdiam di dalam rumah (lockdown), global inter-connectivity menjadi jawabannya; AI menggantikan kerja-kerja fundamental manusia yang tidak maksimal di masa pandemi; bio-technologi melalui derivasinya (genomic, recombinant gene techniques, applied immunology, and development of pharmaceutical therapies and diagnostic test), terus menembus batas untuk menemukan vaksin dan solusi lainnya yang berguna bagi manusia.
Belum lagi bila kita tambahkan proyek pembanguan Ibu Kota Negara yang digadang-gadang akan menjadi milestone peradaban Indonesia masa depan.
Munculnya Dua Fakta Alamiah
Semua target pembangunan tersebut, bagaimanapun harus tercapai. Sebab, ada dua fakta alamiah yang muncul saat ini – yang bila tidak direspon atau dituntaskan – akan menjadi beban bagi kepemimpinan yang akan datang, serta akan membuat cita-cita Indonesia emas tahun 2045 bisa tidak tercapai.
Pertama, surplus demografi. Menurut Bappenas, Indonesia diprediksi akan mengalami masa bonus demografi pada 2030-2040 di mana jumlah penduduk usia produktif (berusia 15-64 tahun) lebih besar dibandingkan penduduk usia tidak produktif (berusia di bawah 15 tahun dan di atas 64 tahun). Pada periode tersebut, penduduk usia produktif diprediksi mencapai 64% dari total jumlah penduduk yang diproyeksikan sebesar 297 juta jiwa. (bappenas.go.id)
Fakta ini, melahirkan harapan (optimisme) di satu sisi, tapi juga tantangan di sisi lain. Agar Indonesia dapat memetik manfaat maksimal dari bonus demografi, ketersediaan sumber daya manusia usia produktif yang melimpah harus diimbangi dengan peningkatan kualitas dari sisi pendidikan dan keterampilan, termasuk kaitannya dalam menghadapi keterbukaan pasar tenaga kerja.
Kedua, masa depan yang datang lebih cepat. Selama masa pandemi Covid-19 ini kita menyaksikan di tiap negara, jutaan orang kehilangan pekerjaan, rantai suplai global terputus, negara-negara mengalami defisit keuangan yang serius, dan potensi ancaman keamanan datang dari mana-mana. Tapi sebagaimana kita saksikan bersama, secara perlahan kita semua diselamatkan oleh “masa depan” yang datang lebih cepat dari seharusnya.
Dalam beberapa dekade terakhir, perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, mengalami lompatan yang siginifikan, sebut saja; kemajuan dalam bidang komunikasi dan informatika, artificial intelligence (AI), bio-technology, nano-technology, aerospace technology, dan energy alternatif nonfosil.
Semua pecapaian ini, memang belum optimal dan sempurna. Tapi kita sadari, inilah infrastruktur masa depan yang akan kita tuju nantinya. Itu sebabnya kita secara perlahan berbenah dan mulai beradaptasi.
Tapi pandemi Covid-19 yang melanda dunia saat ini, membuat masa depan itu datang lebih cepat dari yang seharusnya. Dalam ngarai kebingungan yang melanda, pecapaian teknologi masa depan itu menjadi jawaban.
Ketika semua orang disuruh untuk mejaga jarak dan berdiam di dalam rumah (lockdown), global inter-connectivity menjadi jawabannya; AI menggantikan kerja-kerja fundamental manusia yang tidak maksimal di masa pandemi; bio-technologi melalui derivasinya (genomic, recombinant gene techniques, applied immunology, and development of pharmaceutical therapies and diagnostic test), terus menembus batas untuk menemukan vaksin dan solusi lainnya yang berguna bagi manusia.