3 Tahun Jokowi-Ma’ruf: Jalan Terjal Pulihkan Ekonomi
loading...
A
A
A
Seperti kurang masalah, pemerintahan Jokowi-Ma’ruf dimulai dengan pandemi Covid-19. Progres pengentasan kemiskinan yang sudah berjalan baik kembali mundur bersamaan dengan status upper-middle income dari World Bank.
Pandemi ini juga memaksa pemerintah untuk menaikkan defisit APBN menjadi sekitar 6%. Kondisi global pascapandemi menjadi semakin tidak pasti seiring dengan serangan Rusia ke Ukraina.
Ekonomi Republik Rakyat Tiongkok (RRT) sebagai partner dagang utama mengalami perlambatan. Sementara Inflasi di negara-negara maju memaksa berbagai bank sentral, termasuk BI, untuk menaikkan suku bunga. Di tengah keinginan Presiden Jokowi untuk terus meningkatkan investasi, pasar global malah mengalami kesulitan pendanaan.
Beberapa Kebijakan Ekonomi
Namun demikian, pandemi ini justru menjadi momentum melakukan “restart” pada ekonomi Indonesia. Pemerintahan Jokowi-Ma’ruf berhasil meloloskan Undang-Undang Cipta Kerja (UU CK) yang sangat kontroversial. UUCK mengganti sekitar 76 Undang-undang (UU) dan ribuan peraturan turunan lainnya, yang dianggap dapat mengurangi obesitas regulasi di pemerintah pusat maupun daerah.
Undang-undang ini diharapkan oleh pemerintah untuk mempermudah investasi dan menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat Indonesia.
UU CK memperkenalkan dua konsep yang sangat penting di bidang ekonomi. Yang pertama adalah Risk-Based Assessment (RBA) untuk memulai investasi baru. Konsep ini menilai risiko di berbagai industri, dan izin investasi di industri yang risikonya rendah memiliki syarat yang relatif lebih mudah. RBA dilakukan secara satu pintu melalui aplikasi Online Single Submission (OSS).
Konsep kedua adalah neraca komoditas (NK) yang diharapkan dapat menyediakan data supply-demand yang akurat dan akan digunakan untuk menentukan kuota ekspor dan impor.
NK juga akan menghilangkan syarat rekomendasi teknis dari Kementerian yang berpotensi mengurangi waktu tunggu perizinan ekspor impor, sesuatu yang sering dikeluhkan industri terutama yang membutuhkan bahan baku impor.
UU CK juga juga mengamanahkan pembentukan lembaga baru untuk mempercepat investasi, yaitu Indonesia Investment Authority (INA). INA merupakan pengelola dana investasi milik negara, Sovereign Wealth Fund (SWF). Modal awalnya bersumber dari APBN dan saham BUMN, namun sudah ada beberapa negara yang tertarik untuk berkontribusi di SWF.
Di sisi lain, Jokowi-Ma’ruf semakin mendorong hilirisasi ekonomi yang cenderung mengandalkan kebijakan proteksionis. Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) semakin diperluas dan diperdalam, terutama dalam pengadaan belanja pemerintah. Larangan ekspor nikel diperlakukan dengan lebih agresif untuk menarik minat investor asing untuk membangun industri hilir di dalam negeri. Belum lagi penggunaan Food Estate sebagai solusi ketahanan pangan, alih-alih menggunakan impor.
Pandemi ini juga memaksa pemerintah untuk menaikkan defisit APBN menjadi sekitar 6%. Kondisi global pascapandemi menjadi semakin tidak pasti seiring dengan serangan Rusia ke Ukraina.
Ekonomi Republik Rakyat Tiongkok (RRT) sebagai partner dagang utama mengalami perlambatan. Sementara Inflasi di negara-negara maju memaksa berbagai bank sentral, termasuk BI, untuk menaikkan suku bunga. Di tengah keinginan Presiden Jokowi untuk terus meningkatkan investasi, pasar global malah mengalami kesulitan pendanaan.
Beberapa Kebijakan Ekonomi
Namun demikian, pandemi ini justru menjadi momentum melakukan “restart” pada ekonomi Indonesia. Pemerintahan Jokowi-Ma’ruf berhasil meloloskan Undang-Undang Cipta Kerja (UU CK) yang sangat kontroversial. UUCK mengganti sekitar 76 Undang-undang (UU) dan ribuan peraturan turunan lainnya, yang dianggap dapat mengurangi obesitas regulasi di pemerintah pusat maupun daerah.
Undang-undang ini diharapkan oleh pemerintah untuk mempermudah investasi dan menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat Indonesia.
UU CK memperkenalkan dua konsep yang sangat penting di bidang ekonomi. Yang pertama adalah Risk-Based Assessment (RBA) untuk memulai investasi baru. Konsep ini menilai risiko di berbagai industri, dan izin investasi di industri yang risikonya rendah memiliki syarat yang relatif lebih mudah. RBA dilakukan secara satu pintu melalui aplikasi Online Single Submission (OSS).
Konsep kedua adalah neraca komoditas (NK) yang diharapkan dapat menyediakan data supply-demand yang akurat dan akan digunakan untuk menentukan kuota ekspor dan impor.
NK juga akan menghilangkan syarat rekomendasi teknis dari Kementerian yang berpotensi mengurangi waktu tunggu perizinan ekspor impor, sesuatu yang sering dikeluhkan industri terutama yang membutuhkan bahan baku impor.
UU CK juga juga mengamanahkan pembentukan lembaga baru untuk mempercepat investasi, yaitu Indonesia Investment Authority (INA). INA merupakan pengelola dana investasi milik negara, Sovereign Wealth Fund (SWF). Modal awalnya bersumber dari APBN dan saham BUMN, namun sudah ada beberapa negara yang tertarik untuk berkontribusi di SWF.
Di sisi lain, Jokowi-Ma’ruf semakin mendorong hilirisasi ekonomi yang cenderung mengandalkan kebijakan proteksionis. Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) semakin diperluas dan diperdalam, terutama dalam pengadaan belanja pemerintah. Larangan ekspor nikel diperlakukan dengan lebih agresif untuk menarik minat investor asing untuk membangun industri hilir di dalam negeri. Belum lagi penggunaan Food Estate sebagai solusi ketahanan pangan, alih-alih menggunakan impor.