Ini 11 Alasan Anggota DPR dan DPRD Sumbar Gugat UU Pilkada

Senin, 06 Juli 2020 - 13:37 WIB
loading...
A A A
Lima, selain itu terdapat mekanisme pergantian antarwaktu yang menjadi kewenangan partai politik. Mekanisme ini dapat digunakan untuk mengganti anggota legislatif yang tidak menjalankan amanah rakyat dan melanggar prinsip-prinsip pemilihan dalam pencalonannya.

Enam, penegasan peserta pemilu untuk memilih anggota legislatif adalah partai politik. Artinya anggota legislatif representasi partai politik di lembaga parlemen, yang eksistensinya terikat pada sumpah jabatan, mekanisme kontrol baik bersifat internal maupun eksternal dari Mahkamah Partai Politik, Mahkamah Kehormatan Dewan, jajaran Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dan masyarakat. Dengan begitu, tidak lantas menjadikan anggota legislatif dapat menyalahgunakan kewenangannya.

Tujuh, meskipun tidak mengundurkan diri, anggota legislatif tidak mutatis mutandis mempunyai posisi lebih menguntungkan dari calon lainnya dan dapat memanfaatkan jabatannya untuk kepentingan pemenangan. Pasalnya, pada prinsipnya kelembagaan kekuasaan legislatif (legislative power) tidak memiliki jaringan birokrasi yang dapat ditarik menjadi bagian dari strategi pemenangan serta bersifat kolektif kolegial yang tidak akan memengaruhi pelaksanaan kewenangan kelembagaan legislatif.

Delapan, terkait dengan adanya kemungkinan hambatan kinerja lembaga dalam pencalonan anggota legislatif dalam jabatan kepala daerah, maka syarat mengundurkan diri dapat diterapkan atau diberlakukan hanya pada jabatan alat kelengkapan dewan tanpa perlu melepaskan jabatan anggota legislatif. Sembilan, menurut para Pemohon, secara prinsipal pengaturan "pengunduran diri dari jabatan legislatif untuk maju dalam pemilihan kepala daerah" bukan merupakan persoalan konstitusionalitas, melainkan pelaksanaan dari norma hukum.

Sepuluh, Mahkamah dalam beberapa putusan telah pernah mengubah pandangannya terhadap keberlakuan muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dalam undang-undang sehingga para pemohon menilai Mahkamah dapat mengubah pandangannya terkait ketentuan pasal a quo. Sebelas, sejalan dengan prinsip keadilan dan kemanfaatan yang harus melekat dalam putusan badan peradilan, maka para pemohon memohon kepada Mahkamah untuk memprioritaskan penyelesaian perkara dan diputus sebelum tahapan pendaftaran pasangan calon pada tanggal 28 Agustus 2020-3 September 2020.

Di bagian akhir permohonan, Salman meminta agar Mahkamah memutuskan, dalam provisi, mengabulkan permohonan provisi para pemohon. Dalam pokok permohonan, satu, mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya. Dua, menyatakan Pasal 7 ayat (2) huruf s UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Atau, tiga, menyatakan Pasal 7 ayat (2) huruf s Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat (conditionally unconstitutional) kecuai dimaknai "mengundurkan diri dari jabatan alat kelengkapan dewan sejak ditetapkan sebagai calon". Empat, memerintahkan pemuatan Putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia

"Atau jika Majelis Hakim Konstitusi mempunyai keputusan lain, mohon putusan yang seadil-adilnya, ex aequo et bono," tegas Salman.
(abd)
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1021 seconds (0.1#10.140)