Subsidi BBM dan Moralitas Kita

Sabtu, 08 Oktober 2022 - 09:14 WIB
loading...
A A A
Indikator Politik Indonesia menggali pengetahuan publik mengenai harga BBM di dalam negeri jauh lebih murah bila dibandingkan harga BBM berlaku di negara-negara lain, seperti Thailand, Vietnam, dan Filipina. Hasilnya menunjukkan 44,8% responden mengaku mengetahui hal itu. Sedangkan 55,2% responden mengaku tidak mengetahui.

Kemudian saat dilakukan tabulasi silang antara variabel pengetahuan publik terhadap harga BBM di dalam negeri jauh lebih murah bila dibandingkan dengan harga BBM di negara-negara lain, dengan variabel sikap publik terhadap kebijakan pemerintah dalam menaikkan harga BBM terungkap temuan menarik.

Dari 44,8% responden yang mengetahui harga BBM di dalam negeri jauh lebih murah bila dibandingkan harga BBM di negara-negara lain, 30,7% menyatakan setuju/sangat setuju terhadap kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM, 68,2% kurang setuju/tidak setuju, dan 1,1% tidak jawab/tidak tahu.

Sedangkan dari 55,2% responden yang tidak mengetahui harga BBM di dalam negeri jauh lebih murah bila dibandingkan harga BBM di negara-negara lain, 18,7% menyatakan setuju/sangat setuju terhadap kebijakan kenaikan harga BBM. Ada 79,2% kurang setuju/tidak setuju, dan 2,1% tidak tahu/tidak jawab. Jadi, tingkat resistensi terhadap kebijakan pemerintah dalam menaikkan harga BBM lebih rendah terjadi pada kelompok yang memiliki pengetahuan harga BBM di dalam negeri jauh lebih murah bila dibandingkan harga BBM di negara-negara lain.

Dalam hal konsumsi BBM bersubsidi, data Pertamina menunjukkan hingga Juli 2022, pertalite sudah terjual 16,8 juta kiloliter dari kuota 23 juta kiloliter. Kemudian, solar bersubsidi telah terjual 9,9 juta kiloliter dari kuota 14,9 juta kiloliter.

Dari data-data itu diperkirakan kuota pertalite dan solar bersubsidi sudah akan habis pada akhir Oktober mendatang. Hal ini juga menjadi alasan lain mengapa kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi menjadi sebuah hal tidak terhindarkan.

Subsidi BBM dan kompensasi energi selama ini dialokasikan lebih cenderung dinikmati oleh kelompok tidak berhak atau kelas menengah atas. Hal itu juga terekam dalam survei Indikator Politik Indonesia periode 25 - 21 Agustus 2022.

Melalui survei itu responden diminta untuk memilih salah satu dari dua pendapat. Pendapat pertama adalah meskipun harga BBM dunia mengalami kenaikan pemerintah perlu berusaha agar harga BBM di dalam negeri tidak dinaikkan meskipun itu berisiko kepada kenaikan subsidi atau utang negara.

Pendapat kedua adalah kenaikan harga BBM dunia dan risiko peningkatan subsidi dan utang dapat menjadi alasan untuk menaikkan harga BBM di dalam negeri. Temuan survei menunjukkan 56,2% responden memberikan dukungan terhadap pendapat pertama. Sedangkan 32,4% responden memberikan dukungan terhadap pendapat kedua. Kemudian 11,5% responden lain tidak jawab/tidak tahu.

Kemudian saat dilakukan tabulasi silang antara variabel sikap dukungan terhadap salah satu dari dua pendapat itu dengan variabel pendapatan responden diketahui bahwa dukungan terhadap pendapat pertama dominan datang dari responden berpendapatan menengah atas. Yaitu, responden berpendapatan Rp1.000.000 - < Rp2.000.000 (62,1%), responden berpendapatan Rp2.000.000 - < Rp4.000.000 (55,3%), dan responden berpendapatan > Rp4.000.000 (54,2%). Adapun responden berpendapatan < Rp 1.000.0000 setuju terhadap pendapat pertama sebesar 53,6% saja.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1519 seconds (0.1#10.140)