Pakar Hukum Desak DPR Segera Sahkan RKUHP Jadi UU
loading...
A
A
A
Kedua, RKUHP merupakan Amanah dari TAP MPR II/MPR/1993 tentang GBHN dan Undang-Undang 17 Tahun 2007 tentang RPJPN. Keduanya mengamanatkan mengganti peraturan perundang-undangan produk kolonial menjadi produk nasional.
“Ada Asas Hukum “Het Recht Hinkt Achter De Feiten Aan”, Hukum tertulis itu sering tertinggal dari fakta peristiwanya. KUHP ini usianya sudah lebih 107 tahun,” ujarnya.
Ketiga, secara politik hukum, KUHP ini tidak mencerminkan nilai-nilai budaya bangsa maupun dasar falsafah Indonesia yaitu Pancasila. Keempat, RKUHP merupakan perwujudan reformasi sistem hukum pidana nasional yang menyeluruh berdasarkan nilai-nilai Pancasila, budaya bangsa dan HAM secara universal.
Senada, pakar hukum pidana Universitas Jember, I Gede Widhiana Suarda mengatakan, ada tiga alasan penting sehingga dirinya berharap DPR RI bisa segera mengetok palu pengesahannya menjadi undang-undang.
Pertama, secara politis bangsa yang merdeka seperti Indonesia wajib memiliki produk hukum sendiri, dan bukan warisan kolonial Belanda. Kedua yakni kepraktisan. “Saat ini penegak hukum seperti hakim, jaksa dan polisi masih menggunakan terjemahan KUHP yang teks aslinya saja masih bahasa belanda sehingga ada penafsiran berbeda,” katanya.
Ketiga, KUHP yang saat ini berlaku isinya adalah Sebagian besar pembalasan. Padahal dalam hukum pidana modern mengarah pada keadilan rehabilitatif dan restoratif.
Sementara Guru Besar Hukum Pidana Universitas Diponegoro, Pujiyono mengulas 14 isu krusial dalam RKUHP. Secara khusus, Pujiyono, menyoroti pasal terkait pidana mati yang diatur dalam pasal 67 dan 100 RKUHP yang masih menimbulkan pro dan kontra. "Soal pidana mati ada dua kelompok berbeda. Ada yang mendukung pidana mati dan yang menolak pidana mati," katanya.
Pujiyono menegaskan jika pidana mati dalam RKUHP diatur sebagai pidana yang bersifat khusus, dan selalu dicantumkan alternatif dengan jenis pidana lainnya yakni pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 tahun.
Direktur Informasi Komunikasi Politik, Hukum dan Keamanan, Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kemenkominfo Bambang Gunawan mengungkapkan jika RKUHP harus segera disahkan untuk menyesuaikan dengan dinamika yang terjadi di masyarakat.
Menurut dia, upaya tersebut bertujuan untuk mewujudkan pembangunan hukum yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. "Apalagi, revisi KUHP yang dimulai sejak 1970-an masih tidak kunjung terwujud sampai saat ini,” katanya.
“Ada Asas Hukum “Het Recht Hinkt Achter De Feiten Aan”, Hukum tertulis itu sering tertinggal dari fakta peristiwanya. KUHP ini usianya sudah lebih 107 tahun,” ujarnya.
Ketiga, secara politik hukum, KUHP ini tidak mencerminkan nilai-nilai budaya bangsa maupun dasar falsafah Indonesia yaitu Pancasila. Keempat, RKUHP merupakan perwujudan reformasi sistem hukum pidana nasional yang menyeluruh berdasarkan nilai-nilai Pancasila, budaya bangsa dan HAM secara universal.
Senada, pakar hukum pidana Universitas Jember, I Gede Widhiana Suarda mengatakan, ada tiga alasan penting sehingga dirinya berharap DPR RI bisa segera mengetok palu pengesahannya menjadi undang-undang.
Pertama, secara politis bangsa yang merdeka seperti Indonesia wajib memiliki produk hukum sendiri, dan bukan warisan kolonial Belanda. Kedua yakni kepraktisan. “Saat ini penegak hukum seperti hakim, jaksa dan polisi masih menggunakan terjemahan KUHP yang teks aslinya saja masih bahasa belanda sehingga ada penafsiran berbeda,” katanya.
Ketiga, KUHP yang saat ini berlaku isinya adalah Sebagian besar pembalasan. Padahal dalam hukum pidana modern mengarah pada keadilan rehabilitatif dan restoratif.
Sementara Guru Besar Hukum Pidana Universitas Diponegoro, Pujiyono mengulas 14 isu krusial dalam RKUHP. Secara khusus, Pujiyono, menyoroti pasal terkait pidana mati yang diatur dalam pasal 67 dan 100 RKUHP yang masih menimbulkan pro dan kontra. "Soal pidana mati ada dua kelompok berbeda. Ada yang mendukung pidana mati dan yang menolak pidana mati," katanya.
Pujiyono menegaskan jika pidana mati dalam RKUHP diatur sebagai pidana yang bersifat khusus, dan selalu dicantumkan alternatif dengan jenis pidana lainnya yakni pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 tahun.
Direktur Informasi Komunikasi Politik, Hukum dan Keamanan, Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kemenkominfo Bambang Gunawan mengungkapkan jika RKUHP harus segera disahkan untuk menyesuaikan dengan dinamika yang terjadi di masyarakat.
Menurut dia, upaya tersebut bertujuan untuk mewujudkan pembangunan hukum yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. "Apalagi, revisi KUHP yang dimulai sejak 1970-an masih tidak kunjung terwujud sampai saat ini,” katanya.