Pakar Hukum Desak DPR Segera Sahkan RKUHP Jadi UU

Kamis, 06 Oktober 2022 - 01:01 WIB
loading...
Pakar Hukum Desak DPR Segera Sahkan RKUHP Jadi UU
Direktur Informasi Komunikasi Politik, Hukum dan Keamanan, Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kemenkominfo Bambang Gunawan.Foto/Istimewa
A A A
JAKARTA - Sejumlah pakar hukum mendorong pemerintah dan DPR secepatnya mengesahkan Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Pidana (RKUHP) menjadi Undang-Undang (UU). Hal itu penting untuk merubah paradigma hukum di Indonesia.

Pakar hukum dari Universitas Negeri Semarang Benny Riyanto mengatakan, pengesahan RKUHP menjadi UU ini akan meninggalkan produk hukum kolonial Belanda. Selanjutnya, membawa hukum pidana di Indonesia menuju hukum yang lebih modern serta mencerminkan nilai asli bangsa.

"Pengesahan RKUHP ini akan sangat penting sebagai legacy atau warisan untuk bangsa. Ini penting," kata Benny saat acara Dialog Publik RUU KUHP yang digagas Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Rabu (5/10/2022).

Salah satu hal krusial dan pentingnya pengesahaan RKUHP adalah perubahan paradigma hukum. Perubahan yang bersifat rehabilitatif dan restoratif. Alasan lain, KUHP yang berlaku saat ini memang produk lama yang sudah tidak mampu mengikuti perkembangan zaman. "Pengesahan RKUHP juga amanat konstitusi," tegasnya.

Benny mengungkapkan jika KUHP yang berlaku di Indonesia saat ini berasal dari Belanda dengan nama asli Wetboek van Strafrecht voor Nederlansch Indie (WvS). KUHP ini kemudian diadopsi menjadi hukum nasional melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.

Upaya pembaruannya sesungguhnya terus dilakukan. Dimulai sejak 1958 yang ditandai dengan berdirinya Lembaga Pembinaan Hukum Nasional (LPHN). Kemudian pada 1963 diselenggarakan Seminar Hukum Nasional I yang menghasilkan berbagai resolusi antara lain untuk merumuskan KUHP baru yang prosesnya masih berlangsung hingga saat ini.

RKUHP pernah dikirimkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 2012 ke DPR RI. Lalu pada 2015 dikirimkan kembali oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Draft RKUHP terdiri dari 628 pasal dan dua buku. Rinciannya, buku kesatu tentang aturan umum berlakunya hukum pidana, dan buku kedua tentang tindak pidana.

"Sejak 1964 hingga 2019 terdapat 24 draft RKUHP. Sosialisasi aktif antara lain melalui dialog publik dan seminar dengan menggandeng perguruan tinggi," katanya. Baca: Mahfud MD Sebut RKUHP Segera Disahkan Menjadi UU Akhir Tahun Ini

Benny menyebut, pemerintah telah menjalankan amanat Mahkamah Konstitusi (MK) terkait partisipasi publik yang bermakna atau meaningfull participation. Secara umum ada empat argumentasi yang menuntut KUHP zaman Belanda ini agar segera diganti.

Pertama perubahan paradigma hukum dari paradigma retributif atau balas dendam dengan penghukuman badan, menjadi keadilan korektif bagi pelaku, keadilan restoratif bagi korban, serta keadilan rehabilitatif bagi pelaku dan korban.

Kedua, RKUHP merupakan Amanah dari TAP MPR II/MPR/1993 tentang GBHN dan Undang-Undang 17 Tahun 2007 tentang RPJPN. Keduanya mengamanatkan mengganti peraturan perundang-undangan produk kolonial menjadi produk nasional.

“Ada Asas Hukum “Het Recht Hinkt Achter De Feiten Aan”, Hukum tertulis itu sering tertinggal dari fakta peristiwanya. KUHP ini usianya sudah lebih 107 tahun,” ujarnya.

Ketiga, secara politik hukum, KUHP ini tidak mencerminkan nilai-nilai budaya bangsa maupun dasar falsafah Indonesia yaitu Pancasila. Keempat, RKUHP merupakan perwujudan reformasi sistem hukum pidana nasional yang menyeluruh berdasarkan nilai-nilai Pancasila, budaya bangsa dan HAM secara universal.

Senada, pakar hukum pidana Universitas Jember, I Gede Widhiana Suarda mengatakan, ada tiga alasan penting sehingga dirinya berharap DPR RI bisa segera mengetok palu pengesahannya menjadi undang-undang.

Pertama, secara politis bangsa yang merdeka seperti Indonesia wajib memiliki produk hukum sendiri, dan bukan warisan kolonial Belanda. Kedua yakni kepraktisan. “Saat ini penegak hukum seperti hakim, jaksa dan polisi masih menggunakan terjemahan KUHP yang teks aslinya saja masih bahasa belanda sehingga ada penafsiran berbeda,” katanya.

Ketiga, KUHP yang saat ini berlaku isinya adalah Sebagian besar pembalasan. Padahal dalam hukum pidana modern mengarah pada keadilan rehabilitatif dan restoratif.

Sementara Guru Besar Hukum Pidana Universitas Diponegoro, Pujiyono mengulas 14 isu krusial dalam RKUHP. Secara khusus, Pujiyono, menyoroti pasal terkait pidana mati yang diatur dalam pasal 67 dan 100 RKUHP yang masih menimbulkan pro dan kontra. "Soal pidana mati ada dua kelompok berbeda. Ada yang mendukung pidana mati dan yang menolak pidana mati," katanya.

Pujiyono menegaskan jika pidana mati dalam RKUHP diatur sebagai pidana yang bersifat khusus, dan selalu dicantumkan alternatif dengan jenis pidana lainnya yakni pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 tahun.

Direktur Informasi Komunikasi Politik, Hukum dan Keamanan, Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kemenkominfo Bambang Gunawan mengungkapkan jika RKUHP harus segera disahkan untuk menyesuaikan dengan dinamika yang terjadi di masyarakat.

Menurut dia, upaya tersebut bertujuan untuk mewujudkan pembangunan hukum yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. "Apalagi, revisi KUHP yang dimulai sejak 1970-an masih tidak kunjung terwujud sampai saat ini,” katanya.

Meski begitu, pemerintah dikatakan Bambang terus membuka ruang diskusi agar RKUHP tersebut semakin sempurna sebelum nanti disahkan.

Menurut Bambang, terdapat sejumlah isu krusial dalam pembahasan RKUHP yang perlu disosialisasikan lebih luas dan terus menerus, yaitu, penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden, larangan penghasutan kepada penguasa, pidana mati, serta penodaan agama. Kemudian kejahatan kesusilaan, pencabulan, perzinahan serta living of law.

"Kementerian Kominfo dikatakan Bambang telah melakukan kick off atau permulaan sosialisasi RKUHP pada 23 Agustus 2022 untuk memberikan pemahaman dan ruang dialog kepada masyarakat," ucapnya.
(hab)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1292 seconds (0.1#10.140)