3 Murid Tjokroaminoto yang Memilih Jalan Berbeda Satu Sama Lain

Senin, 19 September 2022 - 17:39 WIB
loading...
3 Murid Tjokroaminoto...
Tjokroaminoto. Foto DOK Ist
A A A
JAKARTA - Tjokroaminoto selain dikenal sebagai pahlawan nasional juga merupakan seorang guru bagi sejumlah tokoh yang berpengaruh di Indonesia.

Tuan rumah pemegang kendali Kampung Panelen ini setiap malam selalu menggelar diskusi dan memberikan kebebasan berpendapat bagi para tokoh kemerdekaan yang mendatanginya.

Baca juga : Jejak HOS Tjokroaminoto, Raja Jawa Tanpa Mahkota Gurunya Soekarno, Muso, Semaun, dan Kartosuwiryo

Tjokroaminoto menjadi motor gerakan massa pertama paling progresif di Indonesia saat itu. Dilansir dari kebudayaan.kemdikbud, Selain kemerdekaan Indonesia, pokok gagasan Tjokro yang terkenal adalah pentingnya kebebasan berpolitik serta perlunya membangkitkan kesadaran akan hak-hak kaum pribumi.

Beberapa murid dari Tjokroaminoto di antaranya yaitu Soekarno, Kartosoewirjo, dan Semaoen. Mereka bertiga merupakan seorang pemimpin besar yang memiliki pemikiran kritis dan memilih jalan yang berbeda dalam memperjuangkan Indonesia.

Soekarno membentuk Partai Nasional Indonesia, Kartosoewirjo berjuang melalui Darul Islam, sementara Semaoen mendirikan Partai Komunis Indonesia (PKI).

1. Soekarno

"Jika kalian ingin menjadi pemimpin besar, menulislah seperti wartawan, dan bicaralah seperti orator,"

Merupakan kata kata Tjokroaminoto yang selalu dikenang oleh sang presiden pertama Indonesia ini. Sejak dulu Soekarno memang telah dikenal sebagai ahli retorika dimana kata katanya dapat menggugah hati para pendengarnya.

Hal ini tak lepas dari latihan orasinya di Kampung Panelen. Dimana pada saat itu dia juga kerap mendapat kritik pedas dari para seniornya terutama Kartosoewirjo.

Terkadang antara Soekarno dan Kartosoewirjo sering balas ejekan. Namun hal tersebut justru mempererat persahabatan antara keduanya.

Pada akhirnya cita cita Soekarno menjadi orang besar dapat terwujud. Dia bahkan menjadi orang nomor satu di Indonesia yang dipandang dunia sebagai seorang yang nasionalis.

2. Kartosoewirjo

Berbeda dari sahabatnya yang mendirikan partai politik, Kartosoewirjo justru memilih untuk terus mendampingi sang guru Tjokroaminoto hingga menjadi sekretaris pribadinya.

Meskipun dia sering membaca buku buku tentang marxisme, namun pendiriannya tetap teguh untuk memilih Islam sebagai ideologinya.

Bacaan itu hanya digunakannya demi mempertajam keilmuannya tentang marxisme. Sehingga dia dikenal memiliki kritik yang tegas terkait praktek praktek kapitalisme yang menyimpang.

Namun perpecahan antara murid Tjokroaminoto setelah kemerdekaan Indonesia. Karena pada saat itu Soekarno menerima banyak ideologi mulai dari nasionalis, marxis, agama hingga komunis.

Pemberontakan Kartosoewirjo mulai terjadi pada tahun 1949 dimana mulai diproklamasikannya Negara Islam Indonesia (NII). Gerakan separatis ini bahkan telah tersebar luas di berbagai wilayah seperti Pulau Jawa, Aceh, dan Sulawesi Selatan.

Pada tahun 1962 akhirnya pemberontakan Kartosoewirjo mampu ditumpas. Mirisnya pada saat itu Soekarno sendirilah yang harus menandatangani surat hukuman mati sahabatnya sendiri.

Perizinan tentang hukuman mati itu bahkan sempat tak disentuh oleh Soekarno selama kurang lebih tiga bulan hingga pada akhirnya dia membuang rasa persahabatannya demi profesionalisme dalam mengemban tugasnya.

Akhirnya pada tanggal 5 September 1962 di Pulau Ubi, Kepulauan Seribu, Jakarta Kartosoewirjo harus ditembak mati.

Baca juga : Tjokroaminoto Institute Apresiasi Keberhasilkan Kapolri Sigit

3. Semaoen

Sebelum Sneevilet mendirikan perkumpulan sosialis Indische Sociaal-Democratische Vereniging (ISDV). Semaoen ternyata sempat bertemu dengan pemikir Komunis asal Belanda ini pada tahun 1913.

Semaoen lantas mendaftar ISDV dan VSTP cabang Surabaya, pada pertengahan 1914, dan diangkat eksekutif cabang VSTP Surabaya pada awal 1915, menyusul Kongres VSTP yang menyatakan tiga dari tujuh pimpinan pusat VSTP harus bumiputera.

Kemudian dalam Kongres SI tahun 1916, Semaoen segera dipindah ke Semarang, dengan kantor pusat Central Serikat Islam (CSI). Dengan hadirnya Semaoen di Semarang, mesin politik SI cabang Semarang menjadi lebih dinamis, dengan perkembangan pesat.

PKI pada awalnya adalah bagian dari Sarekat Islam, tapi akibat perbedaan paham akhirnya membuat kedua kekuatan besar di SI ini berpisah pada bulan Oktober 1921.

Hal tersebut terjadi karena PKI yang memutuskan untuk bergabung dengan Komintern. Dalam Kongres Komintern, PKI diwakili oleh Sneevliet. Tahun-tahun pertama kerja PKI adalah menyebarkan paham komunisme kepada penduduk setempat.

Selain itu, Semaoen dan Darsono juga harus menjaga pengaruh mereka dalam SI. Tantangan terbesar Semaoen dalam menjaga pengaruhnya di SI yaitu menepis tuduhan musuh-musuh PKI yang menyatakan komunisme dan PKI memusuhi umat Islam.

Sebagai akibat dari tuduhan itu, terjadi persaingan yang cukup tajam antara SI dengan PKI. Puncaknya, SI menggalakkan disiplin partai pada Oktober 1921 yang melarang anggota-anggotanya untuk bergabung dengan PKI pimpinan Semaoen.
(bim)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1349 seconds (0.1#10.140)