Begini Respon Masyarakat Saat ACT Hadirkan Kurban hingga Lintas Negara
loading...
A
A
A
JAKARTA - Daging kurban dari Global Qurban-ACT tidak hanya dibagikan kepada warga muslim, tetapi juga dinikmati umat beragama lain. Tidak hanya di Indonesia saja, kurban juga didistribusikan hingga belahan bumi lainnya. Hal ini menyimbolkan bahwa kurban merupakan jembatan silaturahim dengan umat sedunia.
Di Indonesia, distribusi kurban dibagikan sampai ke Kabupaten Manggarai Utara, Nusa Tenggara Timur, pada tahun 2019 lalu. Semarak kurban ini terlihat di Desa Sita, Kecamatan Rana Mese dan Kelurahan Kota Ndora, Kecamatan Borong. Keguyuban masyarakat Manggarai Timur diakui Derniana Anguk (38), terutama di momen Idul Adha.
Warga Kelurahan Kota Ndora itu pun bersyukur dapat menikmati daging sapi bersama umat muslim di lingkungannya. “Kami semua warga Kota Ndora sangat berterima kasih. Bersatu kami di sini. Kalau kami misalnya ada kerja duka, kami kompak, juga pernikahan, termasuk Iduladha ini,” katanya.
Di Kelurahan Kota Ndura pula, daging kurban menyapa warga pesisir yang bermata pencaharian sebagai buruh nelayan. Budi Abdul Syukur (33), salah satu buruh nelayan, mensyukuri daging kurban yang ia dapatkan.
Menurutnya, sebagai buruh nelayan, ia dan keluarga sangat jarang menikmati daging sapi. “Biasanya hanya (menikmati daging kurban) saat hajatan. Sedangkan, untuk membeli daging jarang sekali karena uangnya lebih baik digunakan untuk kebutuhan yang lain,” ungkap Budi kala itu.
Penyembelihan 20 ekor sapi pada hari itu ditutup dengan makan bersama. Masyarakat turut mengundang camat, ustaz, pastor, dan pegawai puskesmas pada saat itu, bertepatan dengan berakhirnya Hari Tasyrik. Warga larut dalam silaturahmi, sekaligus memaknai Iduladha dengan segenap syukur. Sebab menurut Mustaram selaku Kepala Desa Biting, warga di kecamatan Elar sangat jarang mengonsumsi daging.
Masyarakat merasakan daging kurban ini tahun 2015 ketika masuk program ACT (di Kecamatan Elar. Hingga empat tahun berlanjut, warga Desa Biting dan sejumlah desa di Kecamatan Elar masih bisa menikmati daging kurban. Menurut Arif Ibrahim, relawan Global Qurban untuk Kecamatan Elar, daging kurban sangat berarti bagi warga di daerah tersebut.
“Bagi kami, konsumsi daging sapi atau kambing sangat sulit sekali. Karena jika kami ingin mengonsumsi daging sapi, kami harus ke Ruteng dengan jarak yang sangat jauh dan harga daging yang sangat mahal,” ungkap Arif.
Di sisi lain, nilai-nilai gotong-royong juga terus dijunjung masyarakat Elar tanpa memandang agama. Pastor Laurensius Kuil Svd, dalam Syukuran Qurban di hari Tasyrik itu mengatakan, kehidupan sosial warga di Kecamatan Elar tetap selaras walau berbeda keyakinan.
Berkah kurban juga hadir untuk masyarakat Tukananes, Cotabaco, Filipina. Letak geografis di tepian sungai yang tak jauh dari laut membuat banyak penduduk di Tukananes berprofesi sebagai nelayan, sebagian diantaranya juga berprofesi buruh serta pedagang. Namun, pekerjaan-pekerjaan itu tak membuat warga di sana lepas dari jerat kemiskinan. Hal ini membawa dampak pada temuan malnutrisi yang dialami anak-anak.
“Kami hanya makan ikan kering dan nasi sepanjang waktu, jarang kami memakan daging sapi atau kambing,” ungkap Taya Abdullah, salah satu warga Tukananes yang bekerja sebagai buruh cuci pakaian.
Di Indonesia, distribusi kurban dibagikan sampai ke Kabupaten Manggarai Utara, Nusa Tenggara Timur, pada tahun 2019 lalu. Semarak kurban ini terlihat di Desa Sita, Kecamatan Rana Mese dan Kelurahan Kota Ndora, Kecamatan Borong. Keguyuban masyarakat Manggarai Timur diakui Derniana Anguk (38), terutama di momen Idul Adha.
Warga Kelurahan Kota Ndora itu pun bersyukur dapat menikmati daging sapi bersama umat muslim di lingkungannya. “Kami semua warga Kota Ndora sangat berterima kasih. Bersatu kami di sini. Kalau kami misalnya ada kerja duka, kami kompak, juga pernikahan, termasuk Iduladha ini,” katanya.
Di Kelurahan Kota Ndura pula, daging kurban menyapa warga pesisir yang bermata pencaharian sebagai buruh nelayan. Budi Abdul Syukur (33), salah satu buruh nelayan, mensyukuri daging kurban yang ia dapatkan.
Menurutnya, sebagai buruh nelayan, ia dan keluarga sangat jarang menikmati daging sapi. “Biasanya hanya (menikmati daging kurban) saat hajatan. Sedangkan, untuk membeli daging jarang sekali karena uangnya lebih baik digunakan untuk kebutuhan yang lain,” ungkap Budi kala itu.
Penyembelihan 20 ekor sapi pada hari itu ditutup dengan makan bersama. Masyarakat turut mengundang camat, ustaz, pastor, dan pegawai puskesmas pada saat itu, bertepatan dengan berakhirnya Hari Tasyrik. Warga larut dalam silaturahmi, sekaligus memaknai Iduladha dengan segenap syukur. Sebab menurut Mustaram selaku Kepala Desa Biting, warga di kecamatan Elar sangat jarang mengonsumsi daging.
Masyarakat merasakan daging kurban ini tahun 2015 ketika masuk program ACT (di Kecamatan Elar. Hingga empat tahun berlanjut, warga Desa Biting dan sejumlah desa di Kecamatan Elar masih bisa menikmati daging kurban. Menurut Arif Ibrahim, relawan Global Qurban untuk Kecamatan Elar, daging kurban sangat berarti bagi warga di daerah tersebut.
“Bagi kami, konsumsi daging sapi atau kambing sangat sulit sekali. Karena jika kami ingin mengonsumsi daging sapi, kami harus ke Ruteng dengan jarak yang sangat jauh dan harga daging yang sangat mahal,” ungkap Arif.
Di sisi lain, nilai-nilai gotong-royong juga terus dijunjung masyarakat Elar tanpa memandang agama. Pastor Laurensius Kuil Svd, dalam Syukuran Qurban di hari Tasyrik itu mengatakan, kehidupan sosial warga di Kecamatan Elar tetap selaras walau berbeda keyakinan.
Berkah kurban juga hadir untuk masyarakat Tukananes, Cotabaco, Filipina. Letak geografis di tepian sungai yang tak jauh dari laut membuat banyak penduduk di Tukananes berprofesi sebagai nelayan, sebagian diantaranya juga berprofesi buruh serta pedagang. Namun, pekerjaan-pekerjaan itu tak membuat warga di sana lepas dari jerat kemiskinan. Hal ini membawa dampak pada temuan malnutrisi yang dialami anak-anak.
“Kami hanya makan ikan kering dan nasi sepanjang waktu, jarang kami memakan daging sapi atau kambing,” ungkap Taya Abdullah, salah satu warga Tukananes yang bekerja sebagai buruh cuci pakaian.