Efek Rekomendasi Algoritma Tak Terhindarkan, tetapi Dapat Diminimalisir
loading...
A
A
A
Luthfi Parama Artha
Pengamat Media/Pengajar Universitas Terbuka
Media sosial adalah ruang publik virtual yang memungkinkan pengguna merepresentasikan dirinya maupun berinteraksi, bekerja sama, berbagi, berkomunikasi dengan pengguna lain, dan membentuk jejaring ikatan sosial. Media sosial dianggap berpotensi memberikan pengaruh bagi perubahan sosial budaya masyarakat, melalui motivasi, dan tindakan individu sehingga dampak dari media dapat memberikan efek baik atau buruk. Media sosial menjadi corong informasi tanpa tepi yang dapat menghubungkan masyarakat dari negara satu dengan masyarakat negara lainnya seakan mereka semua menjadi penghuni yang satu atau dalam istilah McLuhan ialah "global village".
Era informasi dan teknologi menjadi populer dikarenakan dua hal tersebut menjadi bagian tak terpisahkan dari aktivitas kehidupan manusia pada abad ke-21 ini. Terlebih distribusi informasi di media sosial tidak mengalir begitu saja, melainkan memiliki logika operasional berdasarkan kepentingan tertentu yang diejawantahkan melalui algoritma sistem media sosial. Melalui algoritma terkadang kebutuhan informasi membuat individu terjebak dalam lingkaran filter bubble dan echo chamber. Menurut Eli Pariser, filter bubble menciptakan personalisasi pada penggunanya dalam bentuk autopropaganda yang tidak terlihat, bahkan dapat mendoktrinisasi pengguna dengan ide pengguna media sosial. Filter gelembung dapat memperkuat hasrat pengguna akan suatu hal yang mereka ingin ketahui berdasarkan informasi yang relevan, penting, nyaman, memberikan tantangan, dan informasi berdasarkan sudut pandang penggunanya. Teknologi algoritma akan memberikan informasi serupa secara terus menurus oleh berbagai aplikasi kepada user kembali, proses itulah yang akan membentuk ruang bergema echo-chamber.
Sebagai contoh saya menyukai informasi perihal jam tangan, maka seluruh informasi yang berkaitan dengan jam tangan tersebut akan muncul dari seluruh media sosial (terutama integrasi Meta Group). Topik konten akan diisi oleh mereka-mereka pemilik brand, individu, atu bahkan penawaran diskon terkait dengan kategori jam tangan. Dalam ekosistem digital tiap akun akan diisi oleh akun lainnya yang memiliki pandangan, sikap, preferensi yang sama atas suatu topik dan objek. Terlebih karena mekanisme kerja algoritma dapat menyesuaikan data-data yang masuk dengan situs-situs apa yang paling sering dikunjungi, komentar apa saja yang dilontarkan dan disukai, topik berita apa yang sering dibaca. Algoritma akan bekerja menganalisis kebiasaan-kebiasaan tersebut, sehingga akun tersebut akan cenderung diberikan informasi yang sebelumnya pernah di konsumsi. Akun tersebut akan mendapat saringan informasi yang relevan dengan keinginan. relevan atau tidaknya informasi yang diperoleh disadarkan pada jejak digital yang pernah di akses akun tersebut.
Melalui jejak digital, mesin mempunyai data perilaku pengguna yang melimpah. Data ini dapat digunakan untuk merancang strategi kampanye/iklan yang tepat lebih spesifik atau dalam istilahnya disebut microtargeting. Dengan ini materi kampanye/iklan dapat dirancang sedemikian intim pesannya kepada pengguna, apalagi jika untuk disalahgunakan pada kebutuhan komodifikasi atau politik seperti yang telah dilakukan Cambridge Analytica. Dalam kajian komunikasi, keterkaitan agenda media dan agenda khalayak dalam berbagai kasus dikenal dalam kajian Agenda Setting.
Efek Tak Terhindarkan, tetapi Dapat Diminimalisir
Masyarakat digital dibangun atas dasar algoritma komputasi. Logika algoritma sebagaian besar digunakan untuk menemukan efisiensi baru dalam berbagai hal pilihan musik, video, berita, penginapan, belanja, makanan, dan sebagainya. Logika ini disusun sedemikian rupa untuk algoritma bekerja dalam mengkalkulasi kebutuhan dan keputusan individu dalam mengotomasi, memprediksi, memilih berbagai aktivitas sehari-hari.
Perlu diketahui bahwa sampai saat ini pengguna aktif media sosial di Indonesia berkisar 191,4 juta dari jumlah penduduknya 277,7 juta dengan platform yang banyak digunakan Whatsapp, Instagram, Facebook (Meta Group). Khalayak pengguna perlu bersiap terhadap berbagai efek dari media sosial ini. Kemampuan resiliensi online yang menurut Przybylski merupakan kemampuan individu untuk beradaptasi secara akurat terhadap kondisi lingkungan yang sarat akan pengaruh, sehingga berdaya dalam menyaring dan merespon berbagai hal saat berinteraksi dengan teknologi digital.
Memang pengaruh algoritma tak dapat dihindari selama platform tersebut masih kita gunakan, namun dapat diminimalisir pengaruh terhadap bias personal dalam pusaran filter gelembung dan echo chamber. Berikut terdapat cara pengguna dalam meminimalisir kerja algoritma di beberapa platform:
• Facebook: Platform ini masih memungkinkan pengguna untuk menghapus algoritma pengurutan dari timeline. Cukup melihat semua posting dari semua teman pengguna dan mengikuti dalam urutan kronologis terbalik (yaitu, paling baru diposting di atas). Di Facebook.com, klik tiga titik di samping “Umpan Berita”, lalu klik “terbaru”. Di aplikasi, pengguna harus mengeklik “pengaturan”, lalu “lihat lebih banyak”, lalu “terbaru”.
• YouTube: Rutin menghapus riwayat tontonan, pencarian, serta menonaktifkan putar otomatis, opsi di sebelah “Berikutnya”, setidaknya akan menghentikan pengguna dari menonton secara membabi buta apa pun yang direkomendasikan oleh algoritma YouTube. Pengguna tidak dapat mematikan rekomendasi sama sekali, tetapi setidaknya dapat memperingatkan kerabat yang kurang paham teknologi.
• Instagram: Instagram setidaknya akan membiarkan pengguna melihat siapa yang tidak sengaja diabaikan. Klik ikon profil di sudut kanan bawah, klik nomor “Mengikuti”, dan akan terlihat dua kategori: “Terlibat Terkecil” dan “Paling Populer di Umpan”. Klik yang pertama, gulir daftar dan beri pengikut pengguna yang paling diabaikan dengan beberapa likes.
• Twitter: Semua pengaturan non-kronologis ini berada di bawah judul “Beranda”. Klik ikon bintang di sebelahnya dan pengguna akan memiliki opsi untuk beralih kembali ke “Tweet Terakhir” bergaya Twitter lama. Dari semua jejaring sosial, Twitter adalah yang paling mudah untuk mengabaikan rekomendasi algoritma.
• Spotify: Untuk menghindari dari jebakan penyeragaman musik, pengguna juga harus jadi pendengar aktif saat berselancar di Spotify. Perlu mendengarkan dengan aktif. Mengamati dengan saksama setiap musik yang didengarkan, bagaimana aransemennya, lalu mencari info lebih lanjut tentang musisi, musik, dan album tersebut. Siapa penggubah lagunya, siapa produsernya, apa isu yang hendak disampaikan, dan lain sebagainya.
Mekanisme algoritma media sosial yang telah dirancang sedemikian rupa, salah satunya melalui personalisasi akun pengguna media sosial. Namun dengan memiliki kemampuan resiliensi online setidaknya pengguna dapat memanfaatkannya dengan bijak dan terhindar baik secara sengaja atau tidak dari bias mesin, kognitif, masyarakat. Kemampuan resiliensi online yang memadai akan membantu pengguna untuk survive dari efek negatif algoritma di tengah keragaman platform media sosial. Karena terkadang bagi pengguna, jejak digital merupakan sekadar informasi biasa namun bagi algoritma platform jejak digital adalah aset digital untuk memaksimalkan perkembangan potensi kecenderungan pengguna.
Pengamat Media/Pengajar Universitas Terbuka
Media sosial adalah ruang publik virtual yang memungkinkan pengguna merepresentasikan dirinya maupun berinteraksi, bekerja sama, berbagi, berkomunikasi dengan pengguna lain, dan membentuk jejaring ikatan sosial. Media sosial dianggap berpotensi memberikan pengaruh bagi perubahan sosial budaya masyarakat, melalui motivasi, dan tindakan individu sehingga dampak dari media dapat memberikan efek baik atau buruk. Media sosial menjadi corong informasi tanpa tepi yang dapat menghubungkan masyarakat dari negara satu dengan masyarakat negara lainnya seakan mereka semua menjadi penghuni yang satu atau dalam istilah McLuhan ialah "global village".
Era informasi dan teknologi menjadi populer dikarenakan dua hal tersebut menjadi bagian tak terpisahkan dari aktivitas kehidupan manusia pada abad ke-21 ini. Terlebih distribusi informasi di media sosial tidak mengalir begitu saja, melainkan memiliki logika operasional berdasarkan kepentingan tertentu yang diejawantahkan melalui algoritma sistem media sosial. Melalui algoritma terkadang kebutuhan informasi membuat individu terjebak dalam lingkaran filter bubble dan echo chamber. Menurut Eli Pariser, filter bubble menciptakan personalisasi pada penggunanya dalam bentuk autopropaganda yang tidak terlihat, bahkan dapat mendoktrinisasi pengguna dengan ide pengguna media sosial. Filter gelembung dapat memperkuat hasrat pengguna akan suatu hal yang mereka ingin ketahui berdasarkan informasi yang relevan, penting, nyaman, memberikan tantangan, dan informasi berdasarkan sudut pandang penggunanya. Teknologi algoritma akan memberikan informasi serupa secara terus menurus oleh berbagai aplikasi kepada user kembali, proses itulah yang akan membentuk ruang bergema echo-chamber.
Sebagai contoh saya menyukai informasi perihal jam tangan, maka seluruh informasi yang berkaitan dengan jam tangan tersebut akan muncul dari seluruh media sosial (terutama integrasi Meta Group). Topik konten akan diisi oleh mereka-mereka pemilik brand, individu, atu bahkan penawaran diskon terkait dengan kategori jam tangan. Dalam ekosistem digital tiap akun akan diisi oleh akun lainnya yang memiliki pandangan, sikap, preferensi yang sama atas suatu topik dan objek. Terlebih karena mekanisme kerja algoritma dapat menyesuaikan data-data yang masuk dengan situs-situs apa yang paling sering dikunjungi, komentar apa saja yang dilontarkan dan disukai, topik berita apa yang sering dibaca. Algoritma akan bekerja menganalisis kebiasaan-kebiasaan tersebut, sehingga akun tersebut akan cenderung diberikan informasi yang sebelumnya pernah di konsumsi. Akun tersebut akan mendapat saringan informasi yang relevan dengan keinginan. relevan atau tidaknya informasi yang diperoleh disadarkan pada jejak digital yang pernah di akses akun tersebut.
Melalui jejak digital, mesin mempunyai data perilaku pengguna yang melimpah. Data ini dapat digunakan untuk merancang strategi kampanye/iklan yang tepat lebih spesifik atau dalam istilahnya disebut microtargeting. Dengan ini materi kampanye/iklan dapat dirancang sedemikian intim pesannya kepada pengguna, apalagi jika untuk disalahgunakan pada kebutuhan komodifikasi atau politik seperti yang telah dilakukan Cambridge Analytica. Dalam kajian komunikasi, keterkaitan agenda media dan agenda khalayak dalam berbagai kasus dikenal dalam kajian Agenda Setting.
Efek Tak Terhindarkan, tetapi Dapat Diminimalisir
Masyarakat digital dibangun atas dasar algoritma komputasi. Logika algoritma sebagaian besar digunakan untuk menemukan efisiensi baru dalam berbagai hal pilihan musik, video, berita, penginapan, belanja, makanan, dan sebagainya. Logika ini disusun sedemikian rupa untuk algoritma bekerja dalam mengkalkulasi kebutuhan dan keputusan individu dalam mengotomasi, memprediksi, memilih berbagai aktivitas sehari-hari.
Perlu diketahui bahwa sampai saat ini pengguna aktif media sosial di Indonesia berkisar 191,4 juta dari jumlah penduduknya 277,7 juta dengan platform yang banyak digunakan Whatsapp, Instagram, Facebook (Meta Group). Khalayak pengguna perlu bersiap terhadap berbagai efek dari media sosial ini. Kemampuan resiliensi online yang menurut Przybylski merupakan kemampuan individu untuk beradaptasi secara akurat terhadap kondisi lingkungan yang sarat akan pengaruh, sehingga berdaya dalam menyaring dan merespon berbagai hal saat berinteraksi dengan teknologi digital.
Memang pengaruh algoritma tak dapat dihindari selama platform tersebut masih kita gunakan, namun dapat diminimalisir pengaruh terhadap bias personal dalam pusaran filter gelembung dan echo chamber. Berikut terdapat cara pengguna dalam meminimalisir kerja algoritma di beberapa platform:
• Facebook: Platform ini masih memungkinkan pengguna untuk menghapus algoritma pengurutan dari timeline. Cukup melihat semua posting dari semua teman pengguna dan mengikuti dalam urutan kronologis terbalik (yaitu, paling baru diposting di atas). Di Facebook.com, klik tiga titik di samping “Umpan Berita”, lalu klik “terbaru”. Di aplikasi, pengguna harus mengeklik “pengaturan”, lalu “lihat lebih banyak”, lalu “terbaru”.
• YouTube: Rutin menghapus riwayat tontonan, pencarian, serta menonaktifkan putar otomatis, opsi di sebelah “Berikutnya”, setidaknya akan menghentikan pengguna dari menonton secara membabi buta apa pun yang direkomendasikan oleh algoritma YouTube. Pengguna tidak dapat mematikan rekomendasi sama sekali, tetapi setidaknya dapat memperingatkan kerabat yang kurang paham teknologi.
• Instagram: Instagram setidaknya akan membiarkan pengguna melihat siapa yang tidak sengaja diabaikan. Klik ikon profil di sudut kanan bawah, klik nomor “Mengikuti”, dan akan terlihat dua kategori: “Terlibat Terkecil” dan “Paling Populer di Umpan”. Klik yang pertama, gulir daftar dan beri pengikut pengguna yang paling diabaikan dengan beberapa likes.
• Twitter: Semua pengaturan non-kronologis ini berada di bawah judul “Beranda”. Klik ikon bintang di sebelahnya dan pengguna akan memiliki opsi untuk beralih kembali ke “Tweet Terakhir” bergaya Twitter lama. Dari semua jejaring sosial, Twitter adalah yang paling mudah untuk mengabaikan rekomendasi algoritma.
• Spotify: Untuk menghindari dari jebakan penyeragaman musik, pengguna juga harus jadi pendengar aktif saat berselancar di Spotify. Perlu mendengarkan dengan aktif. Mengamati dengan saksama setiap musik yang didengarkan, bagaimana aransemennya, lalu mencari info lebih lanjut tentang musisi, musik, dan album tersebut. Siapa penggubah lagunya, siapa produsernya, apa isu yang hendak disampaikan, dan lain sebagainya.
Mekanisme algoritma media sosial yang telah dirancang sedemikian rupa, salah satunya melalui personalisasi akun pengguna media sosial. Namun dengan memiliki kemampuan resiliensi online setidaknya pengguna dapat memanfaatkannya dengan bijak dan terhindar baik secara sengaja atau tidak dari bias mesin, kognitif, masyarakat. Kemampuan resiliensi online yang memadai akan membantu pengguna untuk survive dari efek negatif algoritma di tengah keragaman platform media sosial. Karena terkadang bagi pengguna, jejak digital merupakan sekadar informasi biasa namun bagi algoritma platform jejak digital adalah aset digital untuk memaksimalkan perkembangan potensi kecenderungan pengguna.
(zik)