Legislator Golkar Tawarkan 3 Kebijakan Penataan BBM

Kamis, 15 September 2022 - 16:27 WIB
loading...
Legislator Golkar Tawarkan 3 Kebijakan Penataan BBM
Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Golkar Melchias Markus Mekeng menawarkan tiga kebijakan penataan bahan bakar minyak (BBM) ke depan. Foto: dpr.go.id
A A A
JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Golkar Melchias Markus Mekeng menawarkan tiga kebijakan penataan bahan bakar minyak ( BBM ) ke depan. Tiga kebijakan yang ditawarkan Mekeng untuk mengatasi masalah BBM bersubsidi yang hingga kini belum tuntas.

Pertama, kata Mekeng, perlu upaya luar biasa menata kebijakan pada aspek efisiensi biaya pengolahan, distribusi, pemeliharaan dan lain-lain yang dilakukan Pertamina. “Sebagai BUMN yang terkait langsung dengan persoalan BBM, Pertamina harus mampu melakukan upaya luar biasa tersebut,” ujar Mekeng di Jakarta, Kamis (15/9/2022).

Mekeng pun menanggapi kebijakan kenaikan harga BBM. Kedua, kata Mekeng, perlu penataan kebijakan dan sistem ketat, bijaksana dengan pendekatan teknologi informasi untuk menyelesaikan persoalan ketepatan dalam memberikan subsidi BBM kepada masyarakat atau kelompok yang berhak menerimanya.





Hal tersebut dinilai harus segera dilakukan agar alasan klasik soal distribusi subsidi dan penyaluran subsidi BBM di Indonesia yang tidak tepat sasaran bisa segera diakhiri. Mekeng mencatat sejak 2010 sampai sekarang masalah tentang penerima subsidi BBM yang tidak tepat sasaran selalu menjadi isu yang diangkat oleh politikus, pengamat kebijakan publik, dan lain-lain.

Hingga saat ini, dalil klasik itu masih menjadi perbincangan seolah-olah bangsa yang besar ini tidak memiliki kemampuan untuk menyelesaikannya. Sedangkan tawaran yang ketiga adalah penerapan hedging pada harga BBM oleh pemerintah atau Pertamina.

Hedging harga adalah transaksi derivatif berupa transaksi sistem lindung nilai yang mengamankan harga BBM yang akan dibeli pemerintah atau Pertamina dalam jangka waktu tertentu. Hedging harga minyak mentah telah memiliki payung hukum melaui peraturan Bank Indonesia maupun Peraturan Menteri BUMN sejak 2014.

Pemerintah tidak perlu menaikan harga BBM saat harga minyak dunia bergejolak dengan menerapkan hedging harga minyak mentah. “Kebijakan ketiga ini memang memiliki kelemahan ketika harga minyak mentah mengalami penurunan, namun jika melihat grafik perkembangan harga minyak mentah dunia, kecenderungan harga minyak mentah mengalami kenaikan lebih besar dari pada penurunannya,” tutur mantan Ketua Komisi XI DPR ini.

Mekeng tidak kaget dengan reaksi penolakan masyarakat terhadap kebijakan kenaikan harga BBM yang terjadi belakangan ini dan mungkin akan terus berlanjut ke depan. Pemerintah perlu menanggapi serius reaksi masyarakat tersebut.

Imbauan agar konsumsi masyarakat membeli BBM bersubsidi dikurangi dan melarang bagi yang tidak berhak dinilai masih belum cukup. Cara seperti itu hanya akan terus berputar pada lingkaran setan masalah klasik yang tidak ada ujung penyelesaiannya.

Mekeng yang juga mantan Ketua Fraksi Partai Golkar ini mengatakan bahwa subsidi BBM merupakan salah satu cara pemerintah menjaga daya beli masyarakat akibat tingginya inflasi. Kondisi tersebut sering disebut social safety net dan berlaku universal.

Namun, subsidi yang tepat sasaran sudah harus mulai dikerjakan agar membakar uang untuk hal yang tidak tepat dan tidak wajar, tidak akan terjadi lagi di masa mendatang. Mekeng melihat bangsa ini sudah puluhan tahun menghadapi masalah BBM dan BBM subsidi.

Hingga kini, belum menemukan sebuah kebijakan yang mampu meminimalisir beban APBN maupun beban hidup masyarakat akibat dari kenaikan harga minyak dunia. Dia mengungkap pengalamannya saat menjadi Ketua Badan Anggaran DPR RI periode 2010/2012.

Saat itu, terjadi lonjakan kenaikan minyak dunia dari US$90 per barel menjadi US$120 per barel. DPR tidak serta merta menyetujui usulan pemerintah saat itu untuk menaikkan harga BBM subsidi.

Melalui perdebatan yang sangat alot, akhirnya DPR mengambil keputusan dengan mekanisme voting yang memenangkan opsi yang ditawarkan oleh Fraksi Partai Golkar. Dalam rapat paripurna, diputuskan bahwa harga BBM dapat dinaikkan apabila harga rata-rata Indonesian Crude Price (ICP) naik 15% dalam jangka waktu 6 bulan.

Keputusan tersebut memaksa pemerintah bekerja keras. Dalam perkembangannya, persyaratan kenaikan tidak terpenuhi sehingga pemerintah tidak jadi menaikan harga BBM, dan APBN tetap sehat hingga hari ini.

“Kebijakan yang prudent seperti itu bisa terus diterapkan dalam penyelesaian BBM bersubsidi saat ini. Kebijakan menaikkan BBM hanya pilihan terakhir ketika tidak ada lagi alternatif kebijakan yang bisa dilakukan,” pungkas Mekeng.
(rca)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2052 seconds (0.1#10.140)