Wakil Ketua MPR Dukung Repatriasi Prasasti Pucangan dari India ke Indonesia
loading...
A
A
A
Baca juga: Mengukur Keterkaitan Bahasa Sansekerta dengan Artificial Intelligence
Duta Besar RI untuk Republik India, YM Ina Hagningtyas Krisnamurthi mengungkapkan, pihaknya sudah melacak keberadaan Prasasti Pucangan yang di India yang dikenal sebagai Calcuta Stone. Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI), ujar Ina, berhasil menemukan catatan pengiriman barang oleh pihak-pihak terkait seperti Badan Arkeologi dan pengelola museum, dalam proses pencarian prasasti tersebut.
Menurut Ina, diplomasi budaya adalah bagian penting untuk membangun rasa saling percaya antarnegara. Karena itu, Ina sependapat dengan usulan Farhan untuk membangun kerja sama wisata religi agama Hindu dengan India, terkait proses repatriasi. "Lewat kerja sama itu, sekaligus dapat membangun keterhubungan kedua negara yang berkelanjutan. Dalam proses repatriasi, kita harus menjaga momentum lewat membina komunikasi berkelanjutan dalam bentuk apa pun," tuturnya.
Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek Hilmar Farid mengungkapkan saat ini Prasasti Pucangan berada di Indian Museum di Calcuta, India. Menurut Hilmar, pembicaraan terkait proses repatriasi Prasasti Pucangan baru pada tahap untuk melakukan penelitian bersama antara pihak Indonesia dan India untuk memastikan keaslian dan asal-usul prasasti tersebut.
"Hasil penelitian tersebut akan menjadi dasar untuk menentukan langkah selanjutnya dalam upaya memulangkan Prasasti Pucangan ke Tanah Air," katanya.
Untuk mempercepat proses pemulangan Prasasti Pucangan, Hilmar usul segera mengirimkan para ahli ke India untuk persiapan penelitian bersama.
Ketua Perkumpulan Ahli Epigrafi Indonesia, Ninny Susanti Tejowasono menjelaskab, Prasasti Pucangan yang terdiri dari dua bagian itu memaparkan perjalanan sejarah Raja Airlangga dan orang-orang di sekitarnya dan ditulis dalam bahasa Sansekerta dan Jawa Kuno.
"Sejak 2003, kami sudah menjadikan Prasasti Pucangan sebagai bagian kajian terkait sepak terjang Raja Airlangga. Pada bagian prasasti yang bertuliskan bahasa Jawa Kuno sudah mengalami kerusakan yang cukup parah," katanya.
Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Agus Aris Munandar mengungkapkan, Prasasti Pucangan dikeluarkan oleh Sri Maharaja atau raja sejajar dengan titah dewa-dewa, sehingga prasasti itu dianggap keramat. Kekuatan Raja Airlangga di masa lalu, tegas Agus, ikut menjaga keutuhan kerajaan-kerajaan di Nusantara dari serbuan pihak luar, pascajatuhnya Kerajaan Sriwijaya.
Di akhir diskusi, jurnalis senior Saur Hutabarat menilai Prasasti Pucangan merupakan benda bersejarah yang sangat penting untuk segera dibawa kembali ke Indonesia. Raja Airlangga, ujar Saur, sudah menerapkan prinsip-prinsip toleransi dengan berkembangnya agama Hindu dan Budha di masa kepemimpinannya.
Duta Besar RI untuk Republik India, YM Ina Hagningtyas Krisnamurthi mengungkapkan, pihaknya sudah melacak keberadaan Prasasti Pucangan yang di India yang dikenal sebagai Calcuta Stone. Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI), ujar Ina, berhasil menemukan catatan pengiriman barang oleh pihak-pihak terkait seperti Badan Arkeologi dan pengelola museum, dalam proses pencarian prasasti tersebut.
Menurut Ina, diplomasi budaya adalah bagian penting untuk membangun rasa saling percaya antarnegara. Karena itu, Ina sependapat dengan usulan Farhan untuk membangun kerja sama wisata religi agama Hindu dengan India, terkait proses repatriasi. "Lewat kerja sama itu, sekaligus dapat membangun keterhubungan kedua negara yang berkelanjutan. Dalam proses repatriasi, kita harus menjaga momentum lewat membina komunikasi berkelanjutan dalam bentuk apa pun," tuturnya.
Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek Hilmar Farid mengungkapkan saat ini Prasasti Pucangan berada di Indian Museum di Calcuta, India. Menurut Hilmar, pembicaraan terkait proses repatriasi Prasasti Pucangan baru pada tahap untuk melakukan penelitian bersama antara pihak Indonesia dan India untuk memastikan keaslian dan asal-usul prasasti tersebut.
"Hasil penelitian tersebut akan menjadi dasar untuk menentukan langkah selanjutnya dalam upaya memulangkan Prasasti Pucangan ke Tanah Air," katanya.
Untuk mempercepat proses pemulangan Prasasti Pucangan, Hilmar usul segera mengirimkan para ahli ke India untuk persiapan penelitian bersama.
Ketua Perkumpulan Ahli Epigrafi Indonesia, Ninny Susanti Tejowasono menjelaskab, Prasasti Pucangan yang terdiri dari dua bagian itu memaparkan perjalanan sejarah Raja Airlangga dan orang-orang di sekitarnya dan ditulis dalam bahasa Sansekerta dan Jawa Kuno.
"Sejak 2003, kami sudah menjadikan Prasasti Pucangan sebagai bagian kajian terkait sepak terjang Raja Airlangga. Pada bagian prasasti yang bertuliskan bahasa Jawa Kuno sudah mengalami kerusakan yang cukup parah," katanya.
Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Agus Aris Munandar mengungkapkan, Prasasti Pucangan dikeluarkan oleh Sri Maharaja atau raja sejajar dengan titah dewa-dewa, sehingga prasasti itu dianggap keramat. Kekuatan Raja Airlangga di masa lalu, tegas Agus, ikut menjaga keutuhan kerajaan-kerajaan di Nusantara dari serbuan pihak luar, pascajatuhnya Kerajaan Sriwijaya.
Di akhir diskusi, jurnalis senior Saur Hutabarat menilai Prasasti Pucangan merupakan benda bersejarah yang sangat penting untuk segera dibawa kembali ke Indonesia. Raja Airlangga, ujar Saur, sudah menerapkan prinsip-prinsip toleransi dengan berkembangnya agama Hindu dan Budha di masa kepemimpinannya.