Wakil Ketua MPR Dukung Repatriasi Prasasti Pucangan dari India ke Indonesia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat mendukung upaya pemulangan atau repatriasi Prasasti Pucangan dari India ke Indonesia. Prasasti peninggalan zaman Pemerintahan Raja Airlangga ini ditulis dalam bahasa Sansekerta dan Jawa kuno.
"Repatriasi Prasasti Pucangan selain didorong karena nilai historisitasnya, juga merupakan bukti sudah diterapkannya nilai-nilai kebangsaan di masa itu. Apresiasi yang tinggi kepada pemerintah dan semua pihak yang terlibat dalam percepatan proses repatriasi Prasasti Pucangan ke Tanah Air," kata Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema Repatriasi Prasasti Pucangan dari India yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (14/9/2022).
Menurut Lestari, Prasasti Pucangan mengungkapkan pentingnya nilai persatuan yang lahir dari hubungan sosial harmonis yang dipraktikkan oleh pemerintahan Raja Airlangga, kendati petaka seperti perang, bencana, dan persaingan kekuasaan antarkerajaan tak bisa dihindari. Rerie, sapaan akrab Lestari, berpendapat lewat Prasasti Pucangan masyarakat bisa memahami keragaman Indonesia hari ini bukan proses sesaat.
Baca juga: Berasal dari Bahasa Sanskerta, Ini Makna Kata Dirgahayu
"Tanpa keterkaitan emosi dan ideologi, sejarah dengan segala kekayaannya hanya akan menjadi catatan masa lalu tanpa implikasi berarti dalam perjalanan suatu bangsa," kata Anggota Komisi X DPR dari Dapil II Jawa Tengah itu.
Anggota Komisi I DPR, Muhammad Farhan berpendapat repatriasi Prasasti Pucangan dari India merupakan bagian dari upaya pembentukan identitas kesejarahan Indonesia. Hal ini selaras dengan Pasal 55 pada Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No 5 tahun 2017 mengenai Pemajuan Kebudayaan yang mengamanatkan penyelamatan objek pemajuan budaya dilakukan dengan cara revitalisasi, repatriasi, dan restorasi.
"Jadi, memang ada kewajiban negara yang diamanatkan oleh Pasal 55 di PP No 87 tahun 2021 terkait repatriasi benda-benda bersejarah," katanya.
Proses repatriasi Prasasti Pucangan, ujar Farhan, bisa dijadikan bagian dari strategi diplomasi budaya antara Indonesia dan India. Menurutnya, pemerintah Indonesia dapat menawarkan tindakan resiprokal kepada Pemerintah India, terkait repatriasi Prasasti Pucangan ke Indonesia. Farhan mengusulkan, antara Indonesia-India dibangun kerja sama wisata religi dengan tujuan candi-candi Hindu di Indonesia.
Anggota Komisi X DPR Ratih Megasari Singkarru berpendapat Prasasti Pucangan merupakan bagian dari jati diri bangsa Indonesia. Upaya pemulangan kembali Prasasti Pucangan yang sudah berlangsung 3 tahun terakhir, saat ini sudah memperlihatkan titik terang.
"Nilai-nilai yang terkandung dalam Prasasti Pucangan bisa menjadi sumber ilmu dalam proses edukasi bagi setiap anak bangsa," katanya.
Baca juga: Mengukur Keterkaitan Bahasa Sansekerta dengan Artificial Intelligence
Duta Besar RI untuk Republik India, YM Ina Hagningtyas Krisnamurthi mengungkapkan, pihaknya sudah melacak keberadaan Prasasti Pucangan yang di India yang dikenal sebagai Calcuta Stone. Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI), ujar Ina, berhasil menemukan catatan pengiriman barang oleh pihak-pihak terkait seperti Badan Arkeologi dan pengelola museum, dalam proses pencarian prasasti tersebut.
Menurut Ina, diplomasi budaya adalah bagian penting untuk membangun rasa saling percaya antarnegara. Karena itu, Ina sependapat dengan usulan Farhan untuk membangun kerja sama wisata religi agama Hindu dengan India, terkait proses repatriasi. "Lewat kerja sama itu, sekaligus dapat membangun keterhubungan kedua negara yang berkelanjutan. Dalam proses repatriasi, kita harus menjaga momentum lewat membina komunikasi berkelanjutan dalam bentuk apa pun," tuturnya.
Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek Hilmar Farid mengungkapkan saat ini Prasasti Pucangan berada di Indian Museum di Calcuta, India. Menurut Hilmar, pembicaraan terkait proses repatriasi Prasasti Pucangan baru pada tahap untuk melakukan penelitian bersama antara pihak Indonesia dan India untuk memastikan keaslian dan asal-usul prasasti tersebut.
"Hasil penelitian tersebut akan menjadi dasar untuk menentukan langkah selanjutnya dalam upaya memulangkan Prasasti Pucangan ke Tanah Air," katanya.
Untuk mempercepat proses pemulangan Prasasti Pucangan, Hilmar usul segera mengirimkan para ahli ke India untuk persiapan penelitian bersama.
Ketua Perkumpulan Ahli Epigrafi Indonesia, Ninny Susanti Tejowasono menjelaskab, Prasasti Pucangan yang terdiri dari dua bagian itu memaparkan perjalanan sejarah Raja Airlangga dan orang-orang di sekitarnya dan ditulis dalam bahasa Sansekerta dan Jawa Kuno.
"Sejak 2003, kami sudah menjadikan Prasasti Pucangan sebagai bagian kajian terkait sepak terjang Raja Airlangga. Pada bagian prasasti yang bertuliskan bahasa Jawa Kuno sudah mengalami kerusakan yang cukup parah," katanya.
Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Agus Aris Munandar mengungkapkan, Prasasti Pucangan dikeluarkan oleh Sri Maharaja atau raja sejajar dengan titah dewa-dewa, sehingga prasasti itu dianggap keramat. Kekuatan Raja Airlangga di masa lalu, tegas Agus, ikut menjaga keutuhan kerajaan-kerajaan di Nusantara dari serbuan pihak luar, pascajatuhnya Kerajaan Sriwijaya.
Di akhir diskusi, jurnalis senior Saur Hutabarat menilai Prasasti Pucangan merupakan benda bersejarah yang sangat penting untuk segera dibawa kembali ke Indonesia. Raja Airlangga, ujar Saur, sudah menerapkan prinsip-prinsip toleransi dengan berkembangnya agama Hindu dan Budha di masa kepemimpinannya.
Saur menyarankan tim ahli Indonesia-India harus segera dibentuk agar bisa melakukan penelitian. Sedangkan untuk upaya diplomasi dalam proses repatriasi, Saur mendorong, agar diangkat ke tingkat politik yang lebih tinggi setingkat pimpinan negara.
"Repatriasi Prasasti Pucangan selain didorong karena nilai historisitasnya, juga merupakan bukti sudah diterapkannya nilai-nilai kebangsaan di masa itu. Apresiasi yang tinggi kepada pemerintah dan semua pihak yang terlibat dalam percepatan proses repatriasi Prasasti Pucangan ke Tanah Air," kata Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema Repatriasi Prasasti Pucangan dari India yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (14/9/2022).
Menurut Lestari, Prasasti Pucangan mengungkapkan pentingnya nilai persatuan yang lahir dari hubungan sosial harmonis yang dipraktikkan oleh pemerintahan Raja Airlangga, kendati petaka seperti perang, bencana, dan persaingan kekuasaan antarkerajaan tak bisa dihindari. Rerie, sapaan akrab Lestari, berpendapat lewat Prasasti Pucangan masyarakat bisa memahami keragaman Indonesia hari ini bukan proses sesaat.
Baca juga: Berasal dari Bahasa Sanskerta, Ini Makna Kata Dirgahayu
"Tanpa keterkaitan emosi dan ideologi, sejarah dengan segala kekayaannya hanya akan menjadi catatan masa lalu tanpa implikasi berarti dalam perjalanan suatu bangsa," kata Anggota Komisi X DPR dari Dapil II Jawa Tengah itu.
Anggota Komisi I DPR, Muhammad Farhan berpendapat repatriasi Prasasti Pucangan dari India merupakan bagian dari upaya pembentukan identitas kesejarahan Indonesia. Hal ini selaras dengan Pasal 55 pada Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No 5 tahun 2017 mengenai Pemajuan Kebudayaan yang mengamanatkan penyelamatan objek pemajuan budaya dilakukan dengan cara revitalisasi, repatriasi, dan restorasi.
"Jadi, memang ada kewajiban negara yang diamanatkan oleh Pasal 55 di PP No 87 tahun 2021 terkait repatriasi benda-benda bersejarah," katanya.
Proses repatriasi Prasasti Pucangan, ujar Farhan, bisa dijadikan bagian dari strategi diplomasi budaya antara Indonesia dan India. Menurutnya, pemerintah Indonesia dapat menawarkan tindakan resiprokal kepada Pemerintah India, terkait repatriasi Prasasti Pucangan ke Indonesia. Farhan mengusulkan, antara Indonesia-India dibangun kerja sama wisata religi dengan tujuan candi-candi Hindu di Indonesia.
Anggota Komisi X DPR Ratih Megasari Singkarru berpendapat Prasasti Pucangan merupakan bagian dari jati diri bangsa Indonesia. Upaya pemulangan kembali Prasasti Pucangan yang sudah berlangsung 3 tahun terakhir, saat ini sudah memperlihatkan titik terang.
"Nilai-nilai yang terkandung dalam Prasasti Pucangan bisa menjadi sumber ilmu dalam proses edukasi bagi setiap anak bangsa," katanya.
Baca juga: Mengukur Keterkaitan Bahasa Sansekerta dengan Artificial Intelligence
Duta Besar RI untuk Republik India, YM Ina Hagningtyas Krisnamurthi mengungkapkan, pihaknya sudah melacak keberadaan Prasasti Pucangan yang di India yang dikenal sebagai Calcuta Stone. Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI), ujar Ina, berhasil menemukan catatan pengiriman barang oleh pihak-pihak terkait seperti Badan Arkeologi dan pengelola museum, dalam proses pencarian prasasti tersebut.
Menurut Ina, diplomasi budaya adalah bagian penting untuk membangun rasa saling percaya antarnegara. Karena itu, Ina sependapat dengan usulan Farhan untuk membangun kerja sama wisata religi agama Hindu dengan India, terkait proses repatriasi. "Lewat kerja sama itu, sekaligus dapat membangun keterhubungan kedua negara yang berkelanjutan. Dalam proses repatriasi, kita harus menjaga momentum lewat membina komunikasi berkelanjutan dalam bentuk apa pun," tuturnya.
Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek Hilmar Farid mengungkapkan saat ini Prasasti Pucangan berada di Indian Museum di Calcuta, India. Menurut Hilmar, pembicaraan terkait proses repatriasi Prasasti Pucangan baru pada tahap untuk melakukan penelitian bersama antara pihak Indonesia dan India untuk memastikan keaslian dan asal-usul prasasti tersebut.
"Hasil penelitian tersebut akan menjadi dasar untuk menentukan langkah selanjutnya dalam upaya memulangkan Prasasti Pucangan ke Tanah Air," katanya.
Untuk mempercepat proses pemulangan Prasasti Pucangan, Hilmar usul segera mengirimkan para ahli ke India untuk persiapan penelitian bersama.
Ketua Perkumpulan Ahli Epigrafi Indonesia, Ninny Susanti Tejowasono menjelaskab, Prasasti Pucangan yang terdiri dari dua bagian itu memaparkan perjalanan sejarah Raja Airlangga dan orang-orang di sekitarnya dan ditulis dalam bahasa Sansekerta dan Jawa Kuno.
"Sejak 2003, kami sudah menjadikan Prasasti Pucangan sebagai bagian kajian terkait sepak terjang Raja Airlangga. Pada bagian prasasti yang bertuliskan bahasa Jawa Kuno sudah mengalami kerusakan yang cukup parah," katanya.
Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Agus Aris Munandar mengungkapkan, Prasasti Pucangan dikeluarkan oleh Sri Maharaja atau raja sejajar dengan titah dewa-dewa, sehingga prasasti itu dianggap keramat. Kekuatan Raja Airlangga di masa lalu, tegas Agus, ikut menjaga keutuhan kerajaan-kerajaan di Nusantara dari serbuan pihak luar, pascajatuhnya Kerajaan Sriwijaya.
Di akhir diskusi, jurnalis senior Saur Hutabarat menilai Prasasti Pucangan merupakan benda bersejarah yang sangat penting untuk segera dibawa kembali ke Indonesia. Raja Airlangga, ujar Saur, sudah menerapkan prinsip-prinsip toleransi dengan berkembangnya agama Hindu dan Budha di masa kepemimpinannya.
Saur menyarankan tim ahli Indonesia-India harus segera dibentuk agar bisa melakukan penelitian. Sedangkan untuk upaya diplomasi dalam proses repatriasi, Saur mendorong, agar diangkat ke tingkat politik yang lebih tinggi setingkat pimpinan negara.
(abd)