Gotong Royong Nasional untuk Meraih Juara
loading...
A
A
A
Setiap orang berada pada kondisi yang berbeda dalam prinsip gotong royong ini. Selaras dan disatukan oleh rasa kepedulian yang saling memperkuat, dengan cara masing-masing berkontribusi sesuai dengan kemampuan terbaiknya.
Terdapat sedikitnya lima dimensi utama dalam telaah gotong royong. Pertama, dorongan sukarela menjadi energi utama hadirnya peran-peran sumber daya keolahragaan yang secara natural-spontan memberikan daya eksplosif yang tinggi.
Fenomena sukarela bukan berarti sebentuk partisipasi yang bernilai “murah”, tetapi justru mencerminkan peran-peran sumberdaya olahraga yang memiliki passion tinggi dalam mewujudkan gotong royong. Pemilik passion tinggi ini umumnya adalah orang-orang yang sepi ing pamrih rame ing gawe, bukan rame ing pamrih sepi ing gawe.
Kedua, keselarasan dalam gotong royong identik dengan sinergitas dan harmonisasi proses perwujudan hasil terbaik pembangunan olahraga. Ada kendala besar yang pasti menghadang tatkala interaksi gotong royong kehilangan nilai keselarasan ini.
Terjadinya tumpang tindih kewenangan, ketidak efisienan, kerumitan birokrasi, serta persoalan teknis yang berkepentingan jangka pendek, penetrasi ego sektoral, biasanya menimbulkan iklim yang justru berujung pada situasi blunder.Acapkali berujung pada kecenderungan lahirnya dualisme, yang antara satu pihak dengan pihak yang lainnya cenderung saling meniadakan.
Ketiga, kepedulian (caring) menjadi prasyarat dasar lahirnya gotong royong keolahragaan. Peduli merupakan kepekaan (sensitivitas) individu maupun kolektif untuk mengundang aneka respons yang sesuai. Artinya, wilayah ini adalah wilayah literasi fisik (physical literacy) yang menjadi bagian dari gerakan pencerdasan kehidupan bangsa melalui olahraga (baca: pendidikan jasmani).
Keempat, aksi saling memperkuat dalam gotong royong dapat diilustrasikan ibarat mengakselerasi laju pergerakan gerobak yang berisi beban. Mereka yang berada di belakang gerobak sudah pasti memberi tenaga dorongan.
Mereka yang berada di depan gerobak akan memberi tenaga tarikan. Orang-orang yang memiliki kemampuan berbeda untuk memajukan olahraga, tidak bisa dipaksa melakukan hal yang sama dalam posisi yang sama.
Kelima, berkontribusi sebagai dimensi gotong royong keolahragaan merupakan bentuk “partisipasi” secara khas yang bisa dimainkan oleh setiap komponen bangsa untuk memajukan hasil pembangunan olahraga yang mengakselerasi.
Para calon juara sudah pasti terlahir melalui “jalur elite” dalam semesta proses pembinaan berjenjang dan bersinambungan, tetapi mereka tak akan matang paripurna dalam situasi yang eksklusif. Sesuai dengan prinsip Long-Term Athlete Development (LTAD), mereka butuh waktu “panen” setidaknya 10 tahun untuk pantas berprestasi puncak dan menjuara. Tak ada jalan pintas dan tak ada “sim salabim abrakadabra” dalam mencetak juara.
Terdapat sedikitnya lima dimensi utama dalam telaah gotong royong. Pertama, dorongan sukarela menjadi energi utama hadirnya peran-peran sumber daya keolahragaan yang secara natural-spontan memberikan daya eksplosif yang tinggi.
Fenomena sukarela bukan berarti sebentuk partisipasi yang bernilai “murah”, tetapi justru mencerminkan peran-peran sumberdaya olahraga yang memiliki passion tinggi dalam mewujudkan gotong royong. Pemilik passion tinggi ini umumnya adalah orang-orang yang sepi ing pamrih rame ing gawe, bukan rame ing pamrih sepi ing gawe.
Kedua, keselarasan dalam gotong royong identik dengan sinergitas dan harmonisasi proses perwujudan hasil terbaik pembangunan olahraga. Ada kendala besar yang pasti menghadang tatkala interaksi gotong royong kehilangan nilai keselarasan ini.
Terjadinya tumpang tindih kewenangan, ketidak efisienan, kerumitan birokrasi, serta persoalan teknis yang berkepentingan jangka pendek, penetrasi ego sektoral, biasanya menimbulkan iklim yang justru berujung pada situasi blunder.Acapkali berujung pada kecenderungan lahirnya dualisme, yang antara satu pihak dengan pihak yang lainnya cenderung saling meniadakan.
Ketiga, kepedulian (caring) menjadi prasyarat dasar lahirnya gotong royong keolahragaan. Peduli merupakan kepekaan (sensitivitas) individu maupun kolektif untuk mengundang aneka respons yang sesuai. Artinya, wilayah ini adalah wilayah literasi fisik (physical literacy) yang menjadi bagian dari gerakan pencerdasan kehidupan bangsa melalui olahraga (baca: pendidikan jasmani).
Keempat, aksi saling memperkuat dalam gotong royong dapat diilustrasikan ibarat mengakselerasi laju pergerakan gerobak yang berisi beban. Mereka yang berada di belakang gerobak sudah pasti memberi tenaga dorongan.
Mereka yang berada di depan gerobak akan memberi tenaga tarikan. Orang-orang yang memiliki kemampuan berbeda untuk memajukan olahraga, tidak bisa dipaksa melakukan hal yang sama dalam posisi yang sama.
Kelima, berkontribusi sebagai dimensi gotong royong keolahragaan merupakan bentuk “partisipasi” secara khas yang bisa dimainkan oleh setiap komponen bangsa untuk memajukan hasil pembangunan olahraga yang mengakselerasi.
Para calon juara sudah pasti terlahir melalui “jalur elite” dalam semesta proses pembinaan berjenjang dan bersinambungan, tetapi mereka tak akan matang paripurna dalam situasi yang eksklusif. Sesuai dengan prinsip Long-Term Athlete Development (LTAD), mereka butuh waktu “panen” setidaknya 10 tahun untuk pantas berprestasi puncak dan menjuara. Tak ada jalan pintas dan tak ada “sim salabim abrakadabra” dalam mencetak juara.