Minat Baca Anak dan Konsep Hospital Literacy
loading...
A
A
A
Logikanya mungkin belum, karena upaya menumbuhkan minat baca di sekolah saja masih belum bisa memberikan luaran yang maksimal, apalagi terpikir untuk mengembangkan minat baca anak-anak di luar lingkungan sekolah. Maka sudah saatnya kita mulai peduli pada keadaan ini.
Pada anak-anak yang menderita penyakit dan harus mendapatkan perawatan di rumah sakit selama ini fokusnya adalah pengobatan sehingga kadang kita tidak bisa memandang anak secara paripurna yang mempunyai hak untuk tumbuh dan berkembang, termasuk hak anak untuk mendapatkan pendidikan walaupun berada pada lingkungan di luar sekolah.
Bermula dari keprihatinan rendahnya minat baca anak-anak Indonesia dan keadaan anak-anak yang harus mendapatkan perawatan lama di rumah sakit maka memadukan kedua situasi tersebut merupakan langkah cerdas agar harkat pendidikan anak dan minat baca anak tetap terjaga.
Langkah nyata yang bisa dilakukan adalah dengan mengembangkan gerakan literasi di dalam rumah sakit yang kita sebut sebagai konsep hospital literacy. Konsepnya mungkin mirip dengan GLS, namun dengan penyesuaian keadaan lingkungan rumah sakit. Bila konsep ini dikembangkan bukan tidak mungkin suatu saat akan ada sekolah di dalam rumah sakit. Konsep hospital literacy yang sudah dilakukan di RSUD Dr Saiful Anwar, Malang, cukup efektif membuat anak-anak merasakan kehidupan lain di rumah sakit selain kehidupan berhubungan dengan pengobatan.
Para dokter dan tenaga kesehatan bersama-sama menyiapkan buku-buku bacaan yang diletakkan di troli dan akan diedarkan ke masing-masing ruang perawatan setiap hari-hari tertentu. Selain itu di gazebo taman rumah sakit, sudut-sudut ruangan juga disiapkan rak-rak berisi buku dengan beraneka judul. Buku yang diedarkan dan yang diletakkan di rak-rak buku adalah buku bacaan anak.
Troli buku akan selalu ditunggu anak-anak bila hari perpustakaan keliling tiba. Begitu juga orang tua bisa meminjam buku dari rak-rak buku yang ada di gazebo taman atau sudut ruang rumah sakit kapan saja untuk dibawa ke kamar perawatan.
Bila menilik ke belakang mengapa terpikir adanya konsep hospital literacy. Hal tersebut bermula dengan kegelisahan dan kebosanan seorang pasien anak yang menderita gagal ginjal yang dirawat di ruang intensif. Ketika ditanya oleh dokter yang menanganinya pasien tersebut mengatakan bila jenuh berada pada ruang observasi. Lalu dokter tersebut membelikan majalah anak untuk pasien tersebut. Kebetulan pasien tersebut merasa senang sekali. Dari sinilah terpikirkan gagasan membuat perpustakaan keliling. Ide tersebut lalu di sampaikan kepada dokter yang lain dan hampir semuanya mendukung ide tersebut.
Pada saat pertama kali perpustakaan keliling berdiri, modal awalnya adalah dua troli dengan kurang lebih 50 buku sebagai koleksi perpustakaan. Karena dirasa kurang maka dibuka sumbangan terbuka untuk perpustakaan keliling. Gayung bersambut, tidak membutuhkan waktu lama, banyak donor menyumbangkan bukunya untuk perpustakaan keliling. Pada waktu yang hampir bersamaan, sebuah komunitas “Sahabat Anak Kanker” mulai aktif melakukan banyak kegiatan dan pendampingan untuk anak-anak kanker.
Hingga saat ini koleksi perpustakaan keliling dan perpustakaan yang ada di sudut-sudut ruangan rumah sakit sekitar 200–300 buku. Banyak sekali pasien yang merasakan manfaat akan buku-buku yang menjadi koleksi perpustakaan, pasien-pasien yang dirawat dalam waktu yang lama bahkan sudah hafal koleksi buku-buku yang ada di perpustakaan. Mereka tidak jarang menanyakan kapan buku-buku baru datang. Beberapa pasien juga meminta ijin untuk membawa pulang buku-buku perpustakaan dan ketika kontrol atau menjalani terapi berikutnya buku-buku tersebut akan dibawa kembali.
Pengelola perpustakaan tentu mengizinkan bahkan sangat senang karena salah satu misi dari adanya perpustakaan di tengah-tengah ruang perawatan di rumah sakit tercapai, yaitu meningkatnya minat baca anak-anak. Hal ini merupakan salah satu langkah kecil yang bisa membawa dampak luar biasa terhadap minat baca anak Indonesia. Kita bisa membayangkan hari-hari anak yang menderita penyakit dan harus menghadapi jenuh. Konsep hospital literacy ini bisa mengobati anak-anak yang rindu akan sekolahnya.
Pada anak-anak yang menderita penyakit dan harus mendapatkan perawatan di rumah sakit selama ini fokusnya adalah pengobatan sehingga kadang kita tidak bisa memandang anak secara paripurna yang mempunyai hak untuk tumbuh dan berkembang, termasuk hak anak untuk mendapatkan pendidikan walaupun berada pada lingkungan di luar sekolah.
Bermula dari keprihatinan rendahnya minat baca anak-anak Indonesia dan keadaan anak-anak yang harus mendapatkan perawatan lama di rumah sakit maka memadukan kedua situasi tersebut merupakan langkah cerdas agar harkat pendidikan anak dan minat baca anak tetap terjaga.
Langkah nyata yang bisa dilakukan adalah dengan mengembangkan gerakan literasi di dalam rumah sakit yang kita sebut sebagai konsep hospital literacy. Konsepnya mungkin mirip dengan GLS, namun dengan penyesuaian keadaan lingkungan rumah sakit. Bila konsep ini dikembangkan bukan tidak mungkin suatu saat akan ada sekolah di dalam rumah sakit. Konsep hospital literacy yang sudah dilakukan di RSUD Dr Saiful Anwar, Malang, cukup efektif membuat anak-anak merasakan kehidupan lain di rumah sakit selain kehidupan berhubungan dengan pengobatan.
Para dokter dan tenaga kesehatan bersama-sama menyiapkan buku-buku bacaan yang diletakkan di troli dan akan diedarkan ke masing-masing ruang perawatan setiap hari-hari tertentu. Selain itu di gazebo taman rumah sakit, sudut-sudut ruangan juga disiapkan rak-rak berisi buku dengan beraneka judul. Buku yang diedarkan dan yang diletakkan di rak-rak buku adalah buku bacaan anak.
Troli buku akan selalu ditunggu anak-anak bila hari perpustakaan keliling tiba. Begitu juga orang tua bisa meminjam buku dari rak-rak buku yang ada di gazebo taman atau sudut ruang rumah sakit kapan saja untuk dibawa ke kamar perawatan.
Bila menilik ke belakang mengapa terpikir adanya konsep hospital literacy. Hal tersebut bermula dengan kegelisahan dan kebosanan seorang pasien anak yang menderita gagal ginjal yang dirawat di ruang intensif. Ketika ditanya oleh dokter yang menanganinya pasien tersebut mengatakan bila jenuh berada pada ruang observasi. Lalu dokter tersebut membelikan majalah anak untuk pasien tersebut. Kebetulan pasien tersebut merasa senang sekali. Dari sinilah terpikirkan gagasan membuat perpustakaan keliling. Ide tersebut lalu di sampaikan kepada dokter yang lain dan hampir semuanya mendukung ide tersebut.
Pada saat pertama kali perpustakaan keliling berdiri, modal awalnya adalah dua troli dengan kurang lebih 50 buku sebagai koleksi perpustakaan. Karena dirasa kurang maka dibuka sumbangan terbuka untuk perpustakaan keliling. Gayung bersambut, tidak membutuhkan waktu lama, banyak donor menyumbangkan bukunya untuk perpustakaan keliling. Pada waktu yang hampir bersamaan, sebuah komunitas “Sahabat Anak Kanker” mulai aktif melakukan banyak kegiatan dan pendampingan untuk anak-anak kanker.
Hingga saat ini koleksi perpustakaan keliling dan perpustakaan yang ada di sudut-sudut ruangan rumah sakit sekitar 200–300 buku. Banyak sekali pasien yang merasakan manfaat akan buku-buku yang menjadi koleksi perpustakaan, pasien-pasien yang dirawat dalam waktu yang lama bahkan sudah hafal koleksi buku-buku yang ada di perpustakaan. Mereka tidak jarang menanyakan kapan buku-buku baru datang. Beberapa pasien juga meminta ijin untuk membawa pulang buku-buku perpustakaan dan ketika kontrol atau menjalani terapi berikutnya buku-buku tersebut akan dibawa kembali.
Pengelola perpustakaan tentu mengizinkan bahkan sangat senang karena salah satu misi dari adanya perpustakaan di tengah-tengah ruang perawatan di rumah sakit tercapai, yaitu meningkatnya minat baca anak-anak. Hal ini merupakan salah satu langkah kecil yang bisa membawa dampak luar biasa terhadap minat baca anak Indonesia. Kita bisa membayangkan hari-hari anak yang menderita penyakit dan harus menghadapi jenuh. Konsep hospital literacy ini bisa mengobati anak-anak yang rindu akan sekolahnya.